Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Tidak Semua Masyarakat Harus Makan Nasi

Foto : ISTIMEWA

ESTHER SRI ASTUTI Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip, Semarang - Saya sangat sepakat dengan kearifan pangan lokal demi mengatasi masalah kelaparan di daerah.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan untuk mengimplementasikan kearifan lokal guna mengatasi masalah kelaparan di daerah, termasuk di Kabupaten Lanny Jaya, Papua, harus didukung dan segera diwujudkan. Tidak harus seluruh rakyat mengonsumsi nasi agar Indonesia tak tergantung impor beras.

"Saya sangat sepakat dengan kearifan pangan lokal demi mengatasi masalah kelaparan di daerah. Nggak semua harus makan nasi. Jadi, Indonesia tidak tergantung impor beras," kata Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, kepada Koran Jakarta, Minggu (7/8).

Hal ini disampaikan Esther menanggapi berita meninggalnya empat warga Kabupaten Lanny Jaya, Papua, karena kelaparan. Kejadian tersebut sungguh mengagetkan.

Seharusnya, tambah Esther, pemerintah mendorong pengembangan pangan sesuai dengan karakteristik daerahnya. Misalnya, masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) makan jagung, Madura makan jagung, Papua dan Ambon makan sagu. Nanti tentu ada benefitnya. Ketergantungan impor beras berkurang.

Esther menerangkan diversifikasi pangan memberikan kesempatan masyarakat terpenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Pengembangan pangan lokal juga mungkin lebih mudah diproduksi karena sesuai dengan karakteristik lahan dan iklim daerahnya. Dengan demikian, swasembada pangan bisa tercapai.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Nazar el Mahfudzi, menyatakan agenda pembangunan dunia hingga tahun 2030 melalui 17 Sustainable Development Goals (SDG's) yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk konteks Indonesia, salah adalah mengakhiri kelaparan di Papua.

Sangat Disayangkan

Papua, menurut Nazar, memang menjadi wilayah dengan tingkat kerentanan paling tinggi yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia. Sehingga sangat disayangkan pada tahun ini kembali terjadi kasus kelaparan yang mengakibatkan kematian di Papua.

"Soalnya kan terus berulang itu. Kita pertanyatakan bagaimana negara benar-benar mengejar target SDGs dan secara rigid memastikan dikerjakan dari pusat sampai daerah," kata Nazar.

Soal kebutuhan pangan warga, daerah semestinya benar-benar memahami kebutuhan warganya dan bersama-sama secara aktif berkoordinasi dengan pusat untuk mencari jalan keluarnya.

Peneliti Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Sukamdi, mengatakan setidaknya masalah kelaparan yang berujung pada kematian selalu menyangkut pada tiga hal terkait pangan yakni akses geografis, akses finansial, dan akses sosial. Ketiganya bisa diselesaikan oleh kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.

"Contohnya, soal harga pangan di Papua yang cenderung lebih mahal daripada di Jawa. Nah, ini kan ada tugas pusat untuk mempermudah akses barang ke Papua," papar Sukamdi.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top