Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Operasi Moneter - BI Tahan Bunga Acuan di Level 5,75 Persen

The Fed Diprediksi "Dovish"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Normalisasi moneter di Amerika Serikat (AS) diperkirakan tak lagi seagresif sebelumnya. Spekulasi sikap dovish bank sentral AS (the Fed) menguat menyusul kolpasnya tiga bank di Negeri Paman Sam, termasuk Silicon Valley Bank (SVB).

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, memperkirakan the Fed akan mengurangi agresivitasnya dalam menaikkan suku bunga setelah penutupan SVB. Selama ini, SVB fokus mendanai startup.

Dia memperkirakan suku bunga acuan the Fed akan dijaga sebesar 5 persen atau hanya akan dinaikkan 25 basis poin (bps). "Kalau ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan the Fed berikutnya, saya perkirakan hanya 25 bps, sangat moderat. Ini untuk memberi sinyal kebijakan mereka yang berupaya mengatasi inflasi," katanya dalam Diskusi Online Indef yang dipantau di Jakarta, Kamis (16/3).

Dia juga memperkirakan the Fed tidak menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, meskipun hal tersebut berpotensi memicu capital outflow dari AS ke negara lain, seperti negara-negara di Uni Eropa dan Australia yang sudah menaikkan suku bunga acuan mereka mengikuti the Fed.

"Kalau the Fed masih agresif menaikkan suku bunga acuannya, bank-bank lain bisa terdampak. Benturan selanjutnya bisa dialami lebih luas oleh sistem keuangan di Amerika Serikat," katanya.

Pada Februari 2023, inflasi AS tercatat sebesar 6 persen, atau masih lebih tinggi dari suku bunga acuan the Fed yang sebesar 4,75 persen, yang memicu deposan menarik uangnya dari perbankan di AS, termasuk dari SVB.

SVB sendiri, yang berfokus menyimpan uang pelaku usaha rintisan dan melakukan pendanaan untuk startup, mengalami pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan deposito di tengah pandemi Covid-19 yang mengakselerasi digitalisasi.

"Tapi kemudian situasi berubah. Setelah aktivitas masyarakat berangsur normal, startup banyak melakukan pemutusan hubungan kerja. Ini implikasinya," katanya.

Menurutnya, kebutuhan penarikan dana yang tidak dapat dipenuhi SVB menyebabkan bank tersebut kolaps dalam waktu kurang dari 48 jam.

Eko berpandangan apabila tidak segera ditangani, penutupan SVB yang kemudian disusul oleh penutupan Signature Bank, dapat memicu resesi ekonomi global.

"Kita masih melihat inflasi yang cukup tinggi, terutama di negara-negara maju, yang dikendalikan oleh kebijakan suku bunga acuan. Probabilitas resesi tidak terhindarkan kalau bank sentral dunia terus mengerek suku bunga acuan," ucapnya.

Tahan Bunga Acuan

Sinyalemen sikap dovish the Fed juga terlihat dari keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan. Dalam beberapa bulan terakhir, penyesuaian BI 7 Day Reverse Repo Rate (7 DRRR) selalu mengikuti kenaikan Fed Fund Rate (FFR).

Terkini, BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (16/3).

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menilai suku bunga acuan saat ini memadai untuk mengendalikan inflasi inti dan indeks harga konsumen (IHK) tetap berada di kisaran 2-4 persen pada semester I-2023.

Pery menuturkan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top