Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Rotablator

Teknologi Terbaru untuk Penanganan Jantung Koroner

Foto : koran jakarta/Gemma f purbaya

Hengkie F. Lasanudin

A   A   A   Pengaturan Font

Guna mendukung penanganan akut dan segera untuk penyakit jantung khususnya jantung koroner telah hadir sebuah teknologi terbaru yang saat ini belum banyak dimiliki oleh Rumah Sakit yang ada di Indonesia. Yaitu, Rorational Atherectomy Device (Rotablator) dan Intravascular Ultrasound (IVUS).

Rotablator adalah salah satu jenis alat yang bekerja sebagai aterektomi, yaitu prosedur untuk melebarkan lumen pembuluh koroner dengan cara mengikis atau membuang plak aterosklerosis yang menyumbat. Rotablator terdiri atas bor berbentuk seperti bola rugby yang terbuat dari baja stainless steel di mana permukaannya ditancapkan potongan-potongan batu berlian yang berdiameter sekitar 30 sampai 120 mikron.

Bor ini kemudian disambungkan ke tangkai kendali yang fleksibel agar dapat dikendalikan. Prinsip kerjanya dalam aterektomi adalah mengikis dan menggiling plak. Secara selektif, mereka mengikis jaringan tidak elastik seperti plak yang keras, namun tidak terhadap dinding pembuluh darah yang normal. Hasilnya, plak akan hancur menjadi serpihan yang sangat kecil sebesar 20 sampai 50 mikrometer sehingga dapat tersapu melalui mikrosirkulasi koroner.

Biasanya Rotablator digunakan apabila ditemukan beberapa jenis lesi spesifik di mana balon atau stent konvensional tidak dapat dimasukkan atau diketahui, berkaitan dengan hasil angiografi yang suboptiomal. Di antaranya seperti lesi dengan klasifikasi berat, lesi dengan lubang masuk yang tidak bisa dikembangkan, lesi yang tidak dapat ditembus oleh kateter konvensional dikarenakan adanya kekakuan sumbatan, lesi pada lokasi percabangan besar dan oklusi total kronik.

Untuk komplikasinya sendiri dengan Rotablator cenderung kecil. "Setiap penanganan pasti ada komplikasi, semisalnya pembuluh darah robek atau ada alat yang tersangkut namun angkanya kurang dari 5 persen, sehingga lebih tinggi tidak terjadi komplikasi apa-apa," kata dr. Hengkie F. Lasanudin, Sp.JP(K), FIHA, ahli jantung dan pembuluh darah dari RSPP.

Rotablator juga umumnya dilakukan kombinasi dengan pemasangan cincin guna menghindari penumpukan plak di tempat yang sama.

Sementara IVUS adalah teknik pencitraan yang menggunakan transduser untuk menghasilkan gelombang suara dan menghasilkan gambar bagian dalam pembuluh darah. Teknik ini menggunakan kateter khusus dengan transduser ultrasonik kecil di satu ujungnya.

Kateter ini dimasukan melalui arteri atau vena ke lokasi target untuk menghasilkan gambar pembuluh darah dan membantu dokter menilai berbagai kondisi. IVUS sering kali digunakan sebagai tambahan dalam diagnosis dan pengobatan arteri dan vena apabila terjadi penyempitan.

Karena IVUS dapat membantu menemukan area penyempitan jauh di dalam tubuh, serta membantu mengukur pembuluh darah untuk mendapatkan ukuran cincin yang sesuai agar pembuluh darah tetap terbuka. Biasanya dokter akan melakukan tindakan apabila ditemukan plak yang menyumbat di atas 50 persen. Jika di bawah itu, dokter akan mempertimbangkan kembali kalau-kalau ada keluhan lain yang dialami pasien dan tidak bisa ditolerir.

Tentunya penggunaan kedua alat itu membutuhkan banyak biaya. Sekali tindakan, biasanya pasien harus merogoh kocek hampir 50 juta rupiah. Untuk itu, dr. Hengkie menyarankan agar masyarakat mulai sadar akan gaya hidup sehat. Semisalnya mengontrol asupan gula, darah tinggi, kolesterol dan rokok.

"Ada satu lagi, genetik. Kalau ada sejarah ibu, kakak, ayah atau yang segaris lebih baik hati-hati karena akan menurunkan bakat untuk terkena penyakit koroner, terlebih pria," tambahnya.

Perempuan dianggap lebih beruntung karena memproduksi hormon esterogen yang melindungi tubuhnya meskipun hormon tersebut akan menghilang saat mengalami menopause. gma/R-1

Waspadai Gejala yang Muncul

Menurut berbagai survei Kementerian Kesehatan, penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab nomor satu kematian di Indonesia. Dan terjadinya penyumbatan pada arteri koroner menjadi kontributor utamanya. Penyumbatan total pada arteri koroner dalam hitungan menit akan menimbulkan kematian pada sel-sel otot jantung yang disebut miokard, sehingga jantung akan mengalami pengurangan kekuatannya atau bahkan gagal berfungsi sebagai pemompa sirkulasi darah ke seluruh tubuh.

Kejadian ini adalah yang orang awam sering kali kenal sebagai serangan jantung. Penyakit ini mengakibatkan kematian mendadak sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat terhadap sumbatan arteri koroner.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 juga menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 1,5 persen penderita penyakit jantung koroner. Penyakit itu disebabkan adanya penumpukan plak pada pembuluh darah koroner. Pembuluh koroner adalah pembuluh darah yang memberikan suplai darah yang kaya akan oksigen ke otot jantung.

Terjadinya penumpukan plak tersebut di arteri bisa menimbulkan sumbatan yang dapat memicu serangat jantung. Bahkan dari Survey Sample Registration System 2014 dikatakan bahwa penyebab kematian tertinggi di Indonesia diakibatkan dari penyakit jantung koroner.

Gejala-gejala serangan jantung sendiri yaitu adanya nyeri dada di sebelah kiri atau tengah atau ulu hati atau bahkan nyeri punggung, nyeri dada terasa seperti ditekan atau dihimpit benda berat, menjalar ke lengan kiri, punggung, bahu dan rahan, kadang disertai sesak nafas, dada berdebar, keringat dingin, mual hingga muntah.

"Pada saat seseorang terkena serangan jantung, maka terjadi penyumbatan total pada arteri koronner yang dalam hitungan menit dapat menimbulkan kematian sel-sel otot jantung. Sehingga fungsi jantung akan menurun drastis dan gagal berfungsi sebagai pompa sirkulasi darah ke seluruh tubuh atau yang sering dikenal dengan gagal jantung. Kejadian Sindrom Koroner Akut ini harus ditangani segera dan semakin cepat sumbatan arteri koroner diatasi, maka akan semakin banyak sel-sel otot jantung yang terselamatkan sehingga daya pompa jantung dapat dipertahankan," jelas dr. Hengkie.

Untuk penanganannya sendiri, salah satunya adalah dengan kateterisasi atau angiografi koroner, yaitu tindakan memasukan selang kecil atau kateter ke dalam pembuluh darah arteri dan menelusurinya hingga ke jantung dengan bantuan sinar X guna mengetahui pembuluh darah koroner yang tersumbat dalam arteri koroner dengan keakuratan mencapai 100 persen.

Setelah itu, menentukan lokasi ataupun keparahan sumbatan yang untuk kasus tertentu tindakan tersebut akan dilanjutkan dengan pemasangan cincin jantung pada lesi yang dianggap memerlukannya. Cincin jantung atau yang acap kali dikenal 'ring' ini dipasang dalam arteri koroner dan digunakan sebagai penyanggah agar pembuluh darah tetap terbuka serta tidak mengalami penyumbatan pasokan daerah maupun oksigen ke otot jantung. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top