Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Teknologi Modern Pelacak Polutan dan Zat Beracun

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pakar ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil mengidentifikasi dan menghilangkan polutan secara lebih akurat. Teknologinya akan mengurangi polutan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Polutan ini juga dapat mencemari ikan salmon, terutama di wilayah Atlantik yang dibesarkan di tempat budidaya. Bahayanya adalah jika pakan mereka bersumber dari daerah dengan sedikit atau tanpa peraturan lingkungan.

Karena itulah, para ilmuwan telah melacak keberadaan polybrominated diphenyl ethers (PBDEs), yakni kelas atau golongan dari flame retardants. Zat ini dulunya populer sebagai aditif untuk meningkatkan ketahanan api pada produk konsumen seperti elektronik, tekstil, dan plastik.

Zat lainnya, yakni persistent organic pollutants atau POPs juga kerap menyelinap/bersembunyi di sekitar lingkungan yang mengancam kesehatan manusia melalui kontak langsung, inhalasi, atau yang paling umum atau sering adalah melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi POPs.

Ketika orang menjadi lebih sadar akan sumber makanan mereka, penelitian baru di University of Pittsburgh menunjukkan bahwa mungkin sama pentingnya untuk memberikan perhatian pada dari mana makanan itu berasal.

American Chemical Society journal Environmental Science & Technology menampilkan penelitian oleh Carla Ng, asisten profesor teknik sipil dan lingkungan di Pitt Swanson School of Engineering, pada petengahan Juni lalu. Dr. Ng melacak keberadaan golongan atau jenis dari flame retardants sintetis yang disebut polybrominated diphenyl ethers (PBDEs).

Jenis atau golongan ini dulunya merupakan zat aditif yang populer untuk meningkatkan ketahanan api dalam produk-produk konsumen seperti elektronik, tekstil, dan plastik.

"Amerika Serikat dan sebagian besar Eropa melarang beberapa PBDE pada 2004 karena masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat," kata Dr. Ng. "PBDE dapat bertindak sebagai pengganggu endokrin dan menyebabkan efek perkembangan dimana Anak-anak sangat rentan dengan zat yang satu ini," kata Ng.

Konvensi Stockholm yakni sebuah perjanjian lingkungan internasional yang dibentuk untuk mengidentifikasi dan menghilangkan polutan organik, mencatat PBDE sebagai pencemar organik yang persisten pada tahun 2009. Meskipun ada pembatasan penggunaannya, PBDEs terus dilepaskan ke lingkungan karena masa hidup yang panjang serta kelimpahan dalam barang-barang konsumen.

Zat ini sangat padat di daerah seperti Cina, Thailand, dan Vietnam yang memproses banyak limbah elektronik dan tidak banyak mengatur daur ulang terhadap zat tersebut.

"Sistem perdagangan pangan internasional menjadi semakin bersifat global dan ini berlaku untuk pakan ternak juga. Industri pembudidaya ikan dapat mengimpor bahan pakan atau pakan dari sejumlah negara, termasuk yang negara tanpa peraturan keamanan pangan yang maju," jelas Dr. Ng .

Sebagian besar model untuk memprediksi paparan manusia terhadap polutan biasanya berfokus pada orang-orang dalam kaitannya dengan lingkungan lokal mereka. Model Dr. Ng membandingkan berbagai faktor untuk menemukan prediktor PBDE terbaik dalam salmon, termasuk polutan yang dihirup melalui insang, bagaimana ikan memetabolisme dan menghilangkan polutan, dan tentu saja, konsentrasi polutan dalam pakan.

Ng mengatakan, pihaknya menemukan bahwa pakan relatif kurang penting di daerah yang sudah memiliki konsentrasi polutan yang tinggi di lingkungan. "Namun, di lingkungan yang bersih dan diatur dengan baik, pakan yang terkontaminasi bisa ribuan kali lebih penting daripada lokasi budidaya untuk menentukan isi PBDE dari fillet salmon," kata Ng.

Dr Ng mengatakan model yang ia kembangkan dapat dimodifikasi dan diterapkan pada ikan lain dengan volume perdagangan global yang tinggi seperti ikan nila atau ikan kakap merah. Model yang dikembangkan Ng juga bisa digunakan untuk memprediksi kandungan polutan dalam ternak atau pakan yang diproduksi di kontaminasi "hot spot."

"Titik panas adalah tempat yang diidentifikasi memiliki tingkat polutan yang tinggi," kata Dr. Ng. "Ketika bahan kimia ini beredar di lingkungan, banyak berakhir di laut. Sangat penting untuk memperhatikan sumber komoditas laut dan area di mana konsentrasi polutan sangat tinggi."

Model Dr. Ng juga membantu menginformasikan strategi pengendalian kontaminasi seperti mengganti minyak ikan untuk bahan nabati atau mengambil langkah-langkah untuk mendekontaminasi minyak ikan sebelum dikonsumsi manusia. nik/berbagai sumber/E-6

Komentar

Komentar
()

Top