Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tata Niaga Bahan Baku Impor Tekstil Harus Diperbaiki

Foto : ANTARA FOTO/ANGGA BUDHIYANTO

PEDAGANG TEKSTIL I Pedagang menata bahan kain di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta kepada pemerintah agar tata niaga bahan baku impor tekstil dapat diperbaiki. Sebab, serbuan bahan baku impor tersebut telah mengganggu utilisasi industri.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk memperbaiki tata niaga impor ini.

"Dengan banjir impor, utilisasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sangat rendah," katanya dalam Market Review IDX Channel, Selasa (19/1).

Namun demikian, pihaknya mengaku, saat ini tata niaga bahan baku impor tekstil kondisinya sudah lebih baik dari sebelumnya. Hal ini berkat pembicaraan API dengan Kemenperin pada 2019.

Ia mengatakan bahwa Kemenperin telah bekerja keras untuk melakukan pengendalian impor. Hal itu terlihat dari surplus neraca perdagangan TPT yang meningkat pada tahun 2020.

"Dengan dikendalikan bahan baku impor tekstil ini, kinerja industri TPT sudah lebih baik dari pada 2019. Pada periode Januari-Oktober TPT surplus 200 juta dollar dari tahun sebelumnya di periode yang sama," terangnya.

Dia menambahkan, dengan adanya perbaikan tata niaga lagi industri TPT akan bisa lebih berkembang, sehingga target tahun ini dapat tercapai.

Berperan Penting

Sebelumnya, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan industri TPT merupakan salah satu sektor yang berperan penting karena memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi yang meroket paling tinggi hingga 15,08 persen pada triwulan III tahun 2019.

"Salah satu kelompok industri pengolahan yang dikategorikan sebagai industri strategis dan prioritas nasional sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) adalah industri TPT," kataAgus Gumiwang Kartasasmitam pada Musyawarah Nasional XV Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), di Jakarta, pekan lalu.

Menperin mengungkapkan, selama ini industri TPT mampu menjadi penghasil devisa yang cukup besar. Ini tecermin dari proyeksi nilai ekspor sepanjang tahun 2019 yang mencapai 12,9 miliar dollar AS. Bahkan, industri TPT disebut sektor padat karya, yang telah menyerap tenaga kerja sebanyak 3,73 juta orang.

"Dalam dua tahun terakhir, meskipun di tengah tekanan kondisi ekonomi global, perkembangan industri TPT kita terus membaik, baik itu di pasar domestik maupun internasional," tuturnya.

Selain itu, konsumsi TPT di pasar dalam dan luar negeri juga diyakini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan gaya hidup.

Oleh karena itu, guna memanfaatkan peluang tersebut, pelaku industri TPT nasional perlu bekerja keras untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi melalui penerapan teknologi yang lebih modern dengan ditunjang oleh sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Hal ini sesuai dengan penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam upaya kesiapan menghadapi era Revolusi Industri 4.0.

"Saat ini, industri manufaktur sedang bersiap menghadapi Revolusi Industri 4.0, yang mengintegrasikan lini produksi di sektor industri secara online. Penerapan industri 4.0 mengacu pada penggunaan otomatisasi, artificial intelligence, kemudian juga ada terjadinya komunikasi machine-to-machine dan human-to-machine, serta pengembangan teknologi berkelanjutan," paparnya.

Agus menjelaskan Revolusi Industri 4.0 merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, namun menjadi peluang baru. n ers/Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top