Jumat, 20 Des 2024, 01:05 WIB

Tarif PPN 12% Akan Beri Tekanan Ekstra pada Masyarakat Bawah

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal

Foto: Antara

JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. “Insentif dibutuhkan, tapi menurut saya itu tidak cukup menjawab semua permasalahan yang ada sekarang,” ujar Mohammad Faisal di Jakarta.

Permasalahan yang muncul di industri sekarang adalah menurunnya permintaan akibat menipisnya jumlah kelas menengah yang merupakan pendorong konsumsi dalam negeri. Meski sudah ada insentif khusus untuk industri padat karya, ia menyatakan bahwa daya beli masyarakat yang masih lemah membuat pemberian insentif tersebut menjadi tidak banyak berdampak. Ia mengatakan bahwa jika kondisi tersebut tidak ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN tersebut bisa saja meningkatkan potensi PHK.

Tidak hanya insentif, Faisal menuturkan bahwa diperlukan juga kebijakan yang dapat melindungi produk-produk dalam negeri agar permintaannya tidak semakin menurun. Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa sepandapat dengan pernyataan Faisal. Makanya menurut Awan, insentif pajak PPh 21 ditanggung pemerintah (PPh DTP) untuk para pekerja di sektor padat karya juga perlu diperluas ke banyak sektor karena banyaknya kelas menengah dari sektor lain yang terdampak juga, bukan hanya padat karya “Dalam waktu dekat perlu ada keringanan pajak dan biaya hidup kelas menengah mulai dari biaya listrik, air, energi, pangan, dan pendidikan, “tegasnya.

 Untuk jangka menengah dan panjang perlunya mendorong industrialisasi berbasis pertanian pangan yang dapat menciptakan banyak lapangan kerja baru dan menggerakkan perekonomian nasional.

1734629122_ac6a76e63e6e88bdee38.jpg

Tekanan Ekstra

Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Sri Herianingrum, mengatakan, kenaikan PPN berpotensi mengurangi aktivitas ekonomi mikro dan masyarakat kelas bawah akan merasakan tekanan. Saat ini, kondisi ekonomi sudah tidak stabil, terutama dalam hal harga-harga kebutuhan pokok yang naik secara signifikan.

 Kenaikan PPN akan semakin memperburuk kondisi golongan menengah ke bawah yang sudah terdampak oleh kenaikan harga barang-barang pokok sebelumnya. Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Tim Apriyanto mengingatkan potensi gangguan rantai pasok akibat tekanan global, termasuk dampak dari kebijakan perdagangan internasional AS di bawah Donald Trump.

“Trump risk index menempatkan Indonesia di urutan ke-15. Tarif akan dikenakan ke semua, dan pasti akan terjadi gangguan rantai pasok. Efeknya perlambatan ekonomi global, terutama di kawasan tertentu,” katanya. Di sektor tekstil, tekanan ini semakin terasa. Pasar global yang tidak pasti akibat penurunan permintaan dan tingginya biaya logistik membuat pelaku usaha, khususnya perusahaan kelas menengah, semakin terancam. “Deindustrialisasi akan makin masif. Perusahaan besar yang berorientasi pada produk bernilai tinggi masih bisa bertahan,” ungkap Tim.

Redaktur: M. Selamet Susanto

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: