Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
RAPBN 2025 I Pemerintah Cari Aman dan Tidak Mau Bekerja Keras

Target Pertumbuhan dan Kurs Rupiah Tidak Realistis

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi XI DPR RI dan pemerintah menyepakati asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2025.

Hal tersebut disepakati Komisi XI bersama Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketua Komisi XI DPR, Kahar Muzakir, dalam rapat kerja dengan pemerintah mengatakan besaran asumsi dasar ekonomi makro pada 2025 menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,1- 5,5 persen, inflasi 1,5- 3,5 persen, nilai tukar rupiah berkisar 15.300-15.900 per dollar Amerika Serikat (AS), tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun 6,9- 7,2 persen.

Sedangkan target pembangunan meliputi tingkat pengangguran terbuka 4,5-5 persen, tingkat kemiskinan 7-8 persen, kemiskinan ekstrem 0 persen, gini rasio (indeks) 0,379 hingga 0,382 dan indeks modal manusia 0,56. Kemudian, indikator pembangunan mencakup nilai tukar petani (indeks) 115-120, dan nilai tukar nelayan (indeks) 105-108.

Selain itu, disepakati juga bahwa pemerintah akan menempuh berbagai langkah, upaya, kebijakan dan program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, sisi produksi, dan program pembangunan.

Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, yang diminta tanggapannya mengatakan beberapa asumsi dasar ekonomi makro tahun 2025 itu tampak terlampau optimis di tengah ketidakpastian yang masih berlanjut.

Pertumbuhan ekonomi, jelasnya, relatif tinggi dibandingkan dengan capaian beberapa tahun terakhir. Pada 2023, Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,05 persen, lebih rendah dari 2022 sebesar 5,31 persen. "Tanpa ada sumber pertumbuhan baru yang lebih resilien terhadap gejolak internal maupun eksternal, berat untuk mencapai target sampai 5,5 persen," jelasnya.

Dengan pelebaran defisit APBN 2025 menjadi 2,45-2,82 persen dari sebelumnya pada 2024 sebesar 2,29 persen maka menjadi indikasi bahwa kemampuan anggaran sebetulnya terbatas.

Aloysius juga melihat kurs rupiah yang diasumsikan di kisaran 15.300-15.900 per dollar AS juga terlalu optimistis. Sebab, belakangan ini nilai tukar rupiah tampak begitu mudah untuk merosot tajam dan masih bertengger di atas 16.000 per dollar AS.

Sementara itu, Guru Besar bidang Manajemen Strategi sekaligus Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco, yang ditemui mengatakan dengan tingkat pertumbuhan seperti sekarang, mustahil Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045, kecuali semua pihak bergerak mewujudkan kemandirian ekonomi melalui sektor-sektor industri strategis.

"Kalau hanya tumbuh 5 persen, kita tidak mungkin jadi negara maju, pasti kena middle income trap. Asumsi makro yang disampaikan pemerintah sudah melalui kajian-kajian yang jelas. Tapi, concern untuk mencapai GNI per kapita pada 2045 sebesar 30.300 dollar AS," kata Badri.

Dengan pertumbuhan 5 persen itu tidak cukup. Untuk mencapainya Indonesia setiap tahun secara konstan selama 21 tahun ke depan harus tumbuh 9,218 persen. Untuk itu, Indonesia memerlukan sektor-sektor industri yang harus tumbuh di atas 15 persen, agar kalau dirata-rata dapat memenuhinya. "Memang dalam waktu dekat tidak akan terjadi, impossible," katanya.

Terlalu Moderat

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, menilai target yang ditetapkan pemerintah untuk tahun depan tidak ada yang baru dan tidak jauh dari angka riil sekarang.

"Target yang ditetapkan terlalu moderat dan tidak ada tantangan untuk mencapainya. Hal itu menandakan pemerintah hanya cari aman, tidak mau bekerja keras untuk mengejar pertumbuhan yang lebih tinggi. Padahal peluang itu selalu ada," kata Esther.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB. Suhartoko, mengatakan ekonomi tahun 2025 masih berpotensi dihadapkan pada ketidakpastian seiring dengan belum pulihnya ekonomi AS dan ketegangan politik di Eropa Timur dan Timur Tengah, sehingga target-target besaran ekonomi tidak akan jauh berbeda signifikan dengan ekonomi 2024.

"Stabilitas nilai tukar rupiah juga menjadi tantangan tersendiri dalam perekonomian tahun depan," pungkas Suhartoko.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top