Target Penurunan Angka Kemiskinan Terlalu Ambisius
Foto: Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONESJAKARTA - DPR dalam sidang paripurna di Jakarta, Kamis (30/9), mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 menjadi Undang- Undang. Selain asumsi makro, APBN tahun depan juga menetapkan sasaran dan indikator pembangunan, meliputi pengangguran di kisaran 5,5 hingga 6,3 persen, angka kemiskinan di kisaran 8,5-9 persen, rasio gini 0,376-0,378, Indeks Pembangunan Manusia 73,41-73,46, Nilai Tukar Petani (NTP) 103-105, dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) 104-106.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah menyusun rencana untuk menekan angka kemiskinan, khususnya kemiskinan ekstrem, sehingga pada 2024 mendatang jadi nol persen.
Kementerian/lembaga pun diminta melakukan pemetaan program-program yang relevan melalui pengurangan beban pengeluaran dan peningkatan pendapatan serta program yang fokus di wilayah-wilayah kantong kemiskinan.
Pada tahap I, jelasnya, sudah dilakukan pada paruh kedua tahun ini yang mencakup
35 kabupaten/kota dengan prioritas di tujuh provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Papua Barat, dan Papua. Pada periode itu, tingkat kemiskinan masih 10,19 persen dengan kemiskinan kronis 3,8 persen.
"Kami buatkan program, baik itu tambahan kartu sembako, tambahan dana desa," kata Airlangga.
Pada tahap kedua tahun 2022, meliputi 100 kabupaten/ kota dengan target bisa menekan tingkat kemiskinan kronis 3 sampai 3,5 persen.
Pada tahap ketiga pada 2023 mencakup 514 kabupaten/ kota prioritas dengan harapan bisa menekan kemiskinan kronis 2,5 hingga 3 persen. Pada 2024 diharapkan sudah tidak ada kemiskinan ekstrem.
Berat Dicapai
Menanggapi target tersebut, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Imron Mawardi, mengatakan asumsi makro seperti pertumbuhan ekonomi 5,2 persen masih realistis. Namun, sasaran pembangunan seperti upaya mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan sulit kembali ke satu digit.
"Kalau tidak ada stimulus untuk orang berpendapatan rendah akan sangat sulit. Karena dampak dari pandemi selama dua tahun ini cukup signifikan. Kalau betul-betul sudah landai pun baru 2023 bisa pulih," kata Imron.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan target menurunkan kemiskinan dari level 10 persen menjadi 8,5-9 persen berat dicapai karena pemulihan ekonomi tidak merata di semua kelompok masyarakat dan banyaknya kelas menengah yang rentan jatuh miskin.
"Target penurunan kemiskinan boleh saja ambisius, tapi belanja perlindungan sosialnya jangan buru-buru dipangkas, pertahankan, bahkan program Bansos Tunai sampai bantuan subsidi upah tetap perlu diberikan," kata Bhima.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 2 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 3 Kepercayaan Masyarakat Dapat Turun, 8 Koperasi Bermasalah Timbulkan Kerugian Besar Rp26 Triliun
- 4 Polresta Bukittinggi giatkan pengawasan objek wisata selama liburan
- 5 Cegah Kepunahan, Karantina Kepri Lepasliarkan 1.200 Burung ke Alam