Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Bauran Energi I Pemanfaatannya Baru Sekitar 7 Persen dari Potensi Nasional

Target Panas Bumi Sulit Dicapai

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Untuk menekan kebergantungan impor bahan bakar minyak, salah satunya pemerintah menggenjot pemanfaatan energi panas bumi di Tanah Air.

JAKARTA - Pemerintah diminta menggenjot produksi energi panas bumi untuk kebutuhan pasokan pembangkit listrik nasional. Potensi energi panas bumi yang tersimpan di Tanah Air cukup tinggi, namun pemanfaatannya belum optimal. Pemanfaatan energi panas bumi ini diharapkan mampu mengurangi neraca defisit energi nasional.

Seperti diketahui, total kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) baru mencapai 1.948,5 megawatt (MW) atau sekitar 7 persen dari potensi yang ada. Untuk memenuhi target 7.200 MW maka dalam enam tahun ke depan, pemerintah harus dapat memenuhi kekurangan kapasitas lebih dari 5.000 atau sebesar 875,25 MW per tahun.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyangsikan target tersebut. Menurut dia, untuk PLTP sangat berat, soalnya saat ini saja proyek yang ada di pipeline kurang dari 2 gigawatt (GW). Walaupun secara potensi cukup banyak.

Kalau mengejar 5,2 GW sampai 2025 agak sulit mengingat waktu pengembangan PLTP 11-15 tahun. "Jadi perlu akselerasi yang mana pemerintah perlu mengurangi risiko investasi Hulu dengan melakukan eksplorasi, berikan kepastian harga listrik PLTP, dan perbaikan iklim investasi untuk PLTP," tegas Fabby, di Jakarta, Kamis (11/7).

Sekarang ini, sambung Fabby, semua penghalang bagi pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) ialah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dan Permen ESDM No 50/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Direktur IESR ini berpendapat, dua aturan itu menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha dan membuat proyek-proyek sulit bankable. "Ini masalah penting di samping ketentuan kontrak jual beli listrik (PPA) di PLN yang juga dinilai tidak membagi risiko yang berimbang," terang Fabby.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja melakukan groundbreaking proyek dan penandatanganan prasasti Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Dieng Small Scale dengan kapasitas 1 x 10 megawatt (MW).

PLTP Small Scale Dieng adalah pembangkit skala kecil pertama Indonesia yang ditargetkan beroperasi secara komersial di akhir tahun 2020 dan diharapkan menambah pasokan produksi listriknya sebesar 130 MW. Adapun nilainya mencapai 21 juta dollar AS.

Tambahan pasokan ini merupakan pemenuhan kewajiban Geo Dipa untuk mengembangkan kontrak area Dieng hingga 400 MW. Pembangunan ini merupakan salah satu Rencana Jangka Panjang PT Geo Dipa Energi sebagai BUMN Panas Bumi dan Special Mission Vehicle dibawah Kementerian Keuangan. PLTP Small Scale Dieng masuk dalam program strategis nasinal RUPTL (2019-2018), Road Map Panas Bumi EBTKE tahun 2017-2025.

Minat Swasta

Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Riki Firmandha Ibrahim, menjelaskan PLTP skala kecil 10 MW akan menambah daya listrik di Jawa dan Bali serta diharapkan akan mendorong minat swasta untuk membangun industri di daerah sekitar lapangan panas bumi.

"Proyek 10 MW pada akhirnya diharapkan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi warga sekitar serta berkontribusi terhadap kenaikan sekitar 16 persen pada bonus produksi ke Kas Umum Daerah dari tahun-tahun sebelumnya," tambahnya. ers/E-12

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top