Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Prospek Usaha - Perbankan dan Pembiayaan Dominan Emisi Obligasi

Tahun 2019, Surat Utang Korporasi Jatuh Tempo Rp112,4 Triliun

Foto : Sumber: Pefindo
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyatakan surat utang korporasi yang jatuh tempo di tahun depan sebesar 112,4 triliun rupiah. Nilai tersebut menjadi yang terbesar selama ini untuk surat utang jatuh tempo selama setahun. Tentunya dari nilai tersebut memiliki potensi dibayarkan ulang (refinancing), sehingga akan ada penerbitan baru untuk surat utang di tahun depan.

Presiden Direktur Pefindo, Salyadi Saputra, mengatakan sentimen yang akan memengaruhi penerbitan di tahun depan adalah kenaikan tingkat suku bunga. Apabila tingkat suku bunga relatif stabil maka kemungkinan jumlah penerbitan obligasi juga mempunyai potensi setidaknya sama dengan tahun ini.

Kemudian, tahun politik apabila berjalan lancar dan hasilnya sesuai ekspektasi market tentu akan menimbulkan optimisme baru dan sentimen yang positif sehingga emiten mau menerbitkan obligasi dan investor mau berinvestasi ke obligasi.

"Tapi ada sedikit optimisme bahwa yang jatuh tempo itu sebanyak 112,4 triliun rupiah pada 2019 sehingga akan di-refinancing," ungkapnya di Jakarta, pekan lalu (21/12). Adapun surat utang jatuh tempo sepanjang 2018 sebesar 79,5 triliun rupiah.

Secara sektoral yang akan banyak menerbitkan obligasi korporasi adalah perbankan dan pembiayaan. Adapun penerbitan obligasi dari BUMN di tahun depan masih akan aktif menerbitkannya terkait dengan pembangunan infrastruktur yang masih berjalan.

"Perbandingannya 50:50, tetapi untuk swasta adalah yang memiliki rating tinggi AAA (triple A) dan AA (double A)," ujar dia.

Sementara itu, realisasi penerbitan baru obligasi korporasi selama periode Januari-November 2019 mencapai 127,1 triliun rupiah.

Salyadi menjelaskan, proporsi dari penerbitan baru obligasi tersebut yakni 100,8 triliun rupiah merupakan obligasi korporasi, 22,7 triliun rupiah adalah Surat Utang Jangka Menengah (SUJM), dan sisanya sebesar 3,6 triliun rupiah dalam bentuk sekuritisasi. "Penerbitan baru per akhir November 2018 didominasi oleh perusahaan dari sektor pembiayaan, perbankan dan konstruksi secara nominal," jelas dia.

Total emisi obligasi perusahaan pembiayaan sepanjang periode Januari-Oktober 2018, tercatat sebesar 39,92 triliun rupiah, perbankan 33,59 triliun rupiah, konstruksi 6,90 triliun rupiah, dan telekomunikasi 7,45 triliun rupiah. Selain itu, perusahaan di sektor pertambangan dua triliun rupiah, makanan dan minuman 764 miliar rupiah, properti 1,06 triliun rupiah, dan lainnya 35,48 triliun rupiah.

Jangka Pendek

Adapun hingga akhir November, nilai penerbitan obligasi dengan tenor jangka pendek (1-5 tahun) mencapai 87,2 persen. Sedangkan penerbitan obligasi dengan tenor jangka panjang (7-10 tahun) hanya mencapai 12,8 persen.

Menurut Salyadi, hal ini perlu menjadi perhatian karena emiten yang menerbitkan obligasi akan cenderung melakukan pelunasan kewajiban dengan melakukan penerbitan surat utang kembali atau pendanaan dari perbankan. Padahal langkah tersebut diniliai kurang pas sebab emiten seharusnya melunasi obligasi dari hasil operasional usahanya dan bukan dengan pembiayaan ulang. "Kami lihat karena usahanya belum optimal dan menghasilkan, tapi obligasi sudah jatuh tempo," ujar dia.

Terkait banyaknya perusahaan menerbitkan obligasi dengan tenor jangka pendek tersebut merupakan bentuk mitigasi dari pergerakan besaran suku bunga yang cukup tinggi. "Dalam dua tahun ini saja, fluktuasi besaran suku bunga mencapai 2 persen, sedangkan Malaysia hanya 0,5 persen," kata Salyadi.

Dari situ, perusahaan lebih memilih menerbitkan obligasi dengan tenor pendek untuk memastikan agar biaya yang dikeluarkan lebih efisien. "Kalau sekarang suku bunga tinggi lalu menerbitkan jangka panjang, akan tetapi di tahun depan suku bunga kembali turun maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan biaya bunga lebih murah," pungkasnya. yni/AR-2

Penulis : Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top