Swiss Bakal Melarang Pestisida Buatan
Papan logo pestisida dan benih Swiss Syngenta di peternakan, Geispitzen, Swiss.
Foto: SEBASTIEN BOZON/AFPSeorangJENEWA - Swiss diperkirakan akan menjadi negara Eropa pertama yang melarang pestisida buatan. Dalam referendum pada13 Juni mendatang, para pendukung inisiatif itu berharap apa yang mereka perjuangkan akan memicu larangan serupa di negara lain.
Menurut para pendukung yang bertujuan untuk melarang penggunaan produk yang dibuat oleh raksasa agrokimia, seperti Syngenta Swiss, Bayer Jerman dan BASF, secara global, hanya Bhutan yang memiliki larangan penuh terhadap pestisida sintetis. Pendukung larangan itu mengatakan produk buatan menyebabkan masalah kesehatan yang serius dan mengurangi keanekaragaman hayati.
Sementara itu, para produsen mengatakan pestisida mereka diuji dan diatur secara ketatsehingga dapat digunakan dengan aman, dan hasil panen akan merosot tanpa penggunaan produk mereka.
Inisiatif lain yang akan dipilih pada hari yang sama bertujuan untuk meningkatkan kualitas air minum dan makanan Swiss dengan menghentikan subsidi langsung kepada petani yang menggunakan pestisida dan antibiotik buatan pada ternak.
Lakukan Transisi
Swiss telah terpecah oleh perdebatan sengit yang luar biasa atas inisiatif dan pemungutan suara yang tampaknya akan segera berakhir. Baru-baru ini, jajak pendapat Tamedia menunjukkan 48 persen pemilih menyukai inisiatif air minum dan 49 persen mendukung larangan pestisida.
Jika diadopsi, proposal tersebut memberi petani waktu hingga 10 tahun untuk melakukan transisi, yang akan memungkinkan Swiss menjadi pelopor dalam makanan organik serta contoh bagi seluruh dunia.
"Air bersih, salah satu fondasi kehidupan, terancam punah," kata Lenz, seorang petani organik berusia 51 tahun, yang kebun anggurnya dikelilingi oleh para petani yang menentang inisiatif tersebut.
Syngenta, yang berkantor pusat di Swiss dan dimiliki oleh China National Chemical Corporation, menentang kedua inisiatif tersebut dan mengatakan larangan itu akan mengurangi hasil pertanian hingga 40 persen.
"Konsekuensi dari tidak menggunakannya jelas, lebih sedikit produk regional, harga lebih tinggi, dan lebih banyak impor. Ini bukan untuk kepentingan konsumen, juga bukan untuk kepentingan lingkungan," kata juru bicara Syngenta.
n SB/Rtr/E-9
Berita Trending
- 1 Semangat Awal Tahun 2025 by IDN Times: Bersama Menuju Indonesia yang Lebih Kuat dan Berdaya Saing
- 2 Mulai 23 Januari, Film '1 Kakak 7 Ponakan' Tayang di Bioskop
- 3 Sah Ini Penegasannya, Proyek Strategis Nasional di PIK 2 Hanya Terkait Pengembangan Ekowisata Tropical Coastland
- 4 Libur Panjang Akhir Bulan, Pemerintah Atur Operasional Angkutan Barang
- 5 Pelibatan UMKM-Koperasi di Program Pemerintah Bantu Wujudkan Ekonomi 8 Persen
Berita Terkini
- Kebakaran Melanda Kemayoran Gempol, 1.700 Orang Lebih Mengungsi
- Hotel For Play: The Fantasy Room Experience, Pameran Seni Penuh Fantasi dengan Sensasi yang Tak Terbatas
- Sinner dan Swiatek Melaju, Djokovic Terlibat Kontroversi
- Pebulutangkis Indonesia Bertekad Akhiri Paceklik Gelar
- Thunder Pertahankan Posisi Teratas Wilayah Barat