Senin, 09 Des 2024, 21:00 WIB

Studi Temukan Hubungan Genetik Nyeri Haid dan Depresi

Foto: Euronews

Banyak orang yang mengalami nyeri haid mengalami rasa sakit yang hebat dan gejala depresi seperti perubahan suasana hati dan mudah tersinggung selama haid. Sekarang, sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa mungkin ada hubungan genetik antara nyeri haid dan depresi. 

Untuk penelitian ini, para peneliti memeriksa data genetik dari sekitar 600.000 orang keturunan Eropa dan 8.000 orang dari Asia Timur. Mereka mengidentifikasi beberapa gen yang tampaknya berperan dalam depresi dan nyeri haid, menurut temuan yang dipublikasikan dalam Briefings in Bioinformatics.

Orang yang mengalami depresi 51 persen lebih mungkin mengalami nyeri haid, demikian hasil analisis tersebut. Secara khusus, individu dengan depresi dan sulit tidur, gejala umum dari gangguan mood, 3 kali lebih mungkin menderita nyeri haid dibandingkan orang tanpa depresi, studi ini juga menemukan.

“Pada orang yang mengalami depresi, perubahan kadar hormon dan neurotransmiter dapat mempengaruhi bagaimana tubuh memproses rasa sakit,” kata penulis studi senior John Moraros, MD, PhD, seorang profesor dan dekan dari School of Science di Xi'an Jiaotong-Liverpool University di Tiongkok, dikutip dari Everyday Health, Rabu (4/12).

“Hal ini dapat menyebabkan wanita menderita kram menstruasi yang lebih parah,” tambahnya.

Namun, penelitian ini tidak menemukan adanya peningkatan risiko depresi di antara orang-orang yang mengalami nyeri haid yang parah, yang juga disebut dismenore. 

“Tidak adanya hubungan sebab akibat dari nyeri haid dengan depresi mungkin berasal dari sifat bagaimana kondisi ini berinteraksi secara biologis. Dismenore dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan kesusahan, tetapi tampaknya tidak memiliki dampak yang sama besar terhadap kesehatan mental seperti halnya depresi pada gejala fisik,” ujar John Moraros.

Salah satu keterbatasan dari penelitian ini adalah bahwa para peneliti hanya melihat kemungkinan hubungan genetik antara depresi dan nyeri haid, dan bukan pada faktor-faktor lain yang mungkin berperan dalam pengalaman ini, seperti tingkat stres, kebiasaan berolahraga, atau kondisi medis yang mendasarinya. Penelitian ini juga bukan merupakan eksperimen terkontrol yang dirancang untuk membuktikan apakah atau bagaimana depresi dapat secara langsung menyebabkan nyeri haid, atau bagaimana dismenore dapat secara langsung menyebabkan depresi. 

Temuan ini juga berbeda dengan beberapa penelitian terbaru lainnya. Satu analisis data gabungan dari 10 penelitian dengan sekitar 4.700 peserta menemukan bahwa orang dengan dismenore 72 persen lebih mungkin mengalami depresi daripada individu tanpa nyeri haid.

Meski begitu, temuan baru ini menunjukkan bahwa orang yang mengalami depresi atau masalah tidur dapat mengurangi nyeri haid dengan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kesehatan mental dan tidur mereka. Ini disampaikan Omar Gammoh, PhD, seorang profesor farmakologi di Universitas Yarmouk di Irbid, Yordania, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

“Memperbaiki depresi dan tidur dapat menurunkan intensitas nyeri haid pada sebagian besar perempuan. Hal ini dapat melibatkan berbagai intervensi, seperti terapi bicara, kelompok dukungan sebaya, perubahan gaya hidup, atau pengobatan,” tutur Gammoh.

Redaktur: Rivaldi Dani Rahmadi

Penulis: Rivaldi Dani Rahmadi

Tag Terkait:

Bagikan: