Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gejolak Harga I Produksi Pakan Ternak Domestik Ditingkatkan untuk Kurangi Kebergantungan Impor

Struktur Pasar Perunggasan Lemah

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kebergantungan terhadap impor pakan membuat struktur industri perunggasan rentan terhadap dampak fluktuasi rupiah seperti saat ini.

Jakarta - Kenaikan harga telur dan ayam dalam beberapa pekan terakhir bukan semata-mata karena permasalahan di rantai distribusi. Namun, lonjakan tersebut juga dipengaruhi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS serta struktur pasar ternak yang memang lemah.

Lemahnya struktur pasar ternak dinilai menjadi masalah utamanya. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kebergantungan terhadap impor pakan ternak saat ini. Di tengah situasi rupiah terdepresiasi, biaya pakan ternak akan terdongkrak naik sehingga akan memengaruhi biaya produksi peternak. Untuk menutupinya, peternak terpaksa menaikkan harga usahanya.

Karena itu, pasokan jagung dan pakan ternak di dalam negeri perlu ditingkatkan untuk mengurangi kebergantungan pada pakan impor.

Peneliti Ekonomi Indef, Bhima Yudhistira, menyebutkan ekspor jagung yang disebutkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tidak berbanding lurus dengan kesiapan pakan ternak domestik untuk menopang permintaan peternak.

"Bayangkan, dalam satu tahun impor jagung olahan dan segar totalnya mencapai 714 ribu ton. Kebutuhan pakan ayam pastinya semakin mahal. Jadi, jangan salahkan pedagang juga karena dilevel peternak biaya produksi ayam naik," ungkapnya, di Jakarta pada Selasa (22/5).

Bhima mengakui, pada tahun lalu memang ada ekspor jagung sekitar 46 ribu ton, tetapi mungkin untuk kebutuhan berbeda. Sedangkan untuk keperluan domestik masih ditutup oleh impor. Karena itu, untuk persiapan jangka menengah dan panjang, penguatan struktur pasar dalam negeri itu menjadi faktor utama. Hal itu dimaksudkan agar ketika momen Ramadan seperti ini, gejolak serupa tidak lagi terjadi.

Dengan kondisi rupiah yang saat ini menyentuh 14.200 per dollar AS saja, pasar dalam negeri sudah bergejolak, apalagi jika trennya terus berlanjut. Tentu akan membuat harga telur dan daging ayam semakin tak terkendali.

Seperti diketahui, harga telur dan ayam terus naik. Untuk telur, misalnya, telah menyentuh 26-27 ribu rupiah per kg dari sebelumnya hanya 22-23 ribu rupiah per kg sesuai dengan harga acuan di Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018. Hal serupa juga terjadi pada daging ayam dengan kenaikan harga hampir dua kali lipat menjadi 45-50 ribu rupiah per kg dari normalnya hanya sekitar 28 ribu rupiah per kg.

Sementara itu, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, meminta tim satuan tugas pangan menindak tegas kartel ayam. Menurut Amran, kenaikan harga daging ayam tak terlepas dari ulah kartel. Mereka memainkan harga. "Seharusnya saat ini tidak ada lagi kenaikan harga daging ayam karena kita sudah ekspor," tegas Amran.

Sarat Anomali

Anomali serupa juga terjadi pada kenaikan harga bawang merah. Menurut Amran, di Brebes, Jawa Tengah, yang merupakan sentra produksi bawang, harga bawang merah hanya sekitar 10-12 ribu rupiah per kg, tetapi bila di kota atau di Jakarta meroket hingga 36 ribu rupiah per kg.

"Pasar kita di RI memang termasuk unik karena selisih harga yang terlampau tinggi di tingkat produsen dan konsumen," ungkapnya.

Amran menyebutkan, sama dengan ayam, harga bawang merah semestinya tidak naik karena produksi kita melimpah, bahkan ada yang dieskpor. Tetap kenyataannya harganya di dalam negeri tetap juga mengalami kenaikan.

Dirjen Holtikultura Kementan Suwandi menyebutkan, terhitung mulai 2016, RI produksi bawang merah RI surplus.


ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top