Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pilar Ekonomi l Pemerintah Undang Investor di Sektor Manufaktur untuk Penguatan Ekspor

Struktur Ekspor Mesti Dibenahi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Meskipun menyumbang surplus perdagangan, sumber daya alam (SDA) diyakini tak dapat mendorong pertumbuhan ekspor secara berkesinambungan ke depan karena rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global.

Jakarta - Struktur ekspor perlu dibenahi untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu, sektor andalan ekspor Indonesia diharapkan tidak lagi bergantung pada komoditas, tetapi berbasis pada produk industri manufaktur.

"Komoditas memang penting dalam ekspor, tapi kita ingin ke depan nonkomoditas, lebih ke industri," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, di Jakarta, Jumat (20/4).

Darmin mengatakan pemerintah mulai membenahi struktur ekspor dengan mengundang penanaman modal di sektor manufaktur maupun industri lainnya agar investasi tersebut bisa menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat untuk penguatan ekspor.

Dia mengingatkan pembenahan dalam sektor ekspor ini sangat penting karena meski ekspor komoditas seperti mineral dan batu bara, minyak dan gas maupun CPO menyumbang surplus pada neraca perdagangan, dampaknya tidak bertahan lama dalam situasi saat ini.

"Kalau komoditas, semestinya tidak terlalu lama karena dunia juga lagi tekan menekan soal dagang," katanya.

Seperti diketahui, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja ekspor pada Maret 2018 mencapai 15,58 miliar dollar AS, naik sebesar 10,24 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Beberapa sektor tercatat mengalami kenaikan kinerja ekspor, seperti sektor pertanian naik sebesar 20,01 persen, industri pengolahan naik 9,17 persen serta pertambangan dan lainnya naik 22,66 persen.

Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Februari 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar 358,9 juta dollar AS, diikuti besi dan baja sebanyak 209,7 juta dollar AS, dan bijih, kerak, dan abu logam sebesar 133,3 juta dollar AS.

Kondisi ini yang merupakan pemicu terjadinya surplus neraca perdagangan Indonesia senilai 1,09 miliar dollar AS, setelah pada periode Januari dan Februari 2018 mengalami defisit.

Pertumbuhan Potensial

Namun, kebergantungan pada kinerja ekspor sumber daya alam (SDA) akan mempersulit upaya menembus pertumbuhan ekonomi potensial tersebut, di atas enam persen.

Saat ini, pertumbuhan ekonomi potensial Indonesia hanya 5,5 persen dalam kondisi daya saing dan iklim bisnis sekarang.

"Menurut analisis kami, pertumbuhan ekonomi 5,5 persen tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki kesenjangan, dan mengurangi pengangguran. Yang harus didorong sebagai prioritas adalah sektor manufaktur," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa pekan ini.

Dia mengungkapkan faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi potensial Indonesia hanya di kisaran 5,5 persen adalah peran dari sektor manufaktur belum terlalu besar.

Karenanya, mantan Menteri Keuangan itu menilai sektor industri manufaktur tidak bisa dipandang remeh apabila Indonesia ingin mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 6,5 persen.

"Kalau tidak melakukan apa-apa atau mengikuti kondisi sekarang, pertumbuhannya sulit mencapai 5,5 persen. Kalau ada terobosan di industri manufaktur, ada kemungkinan tambahan 1 persen," kata dia.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top