Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemulihan Ekonomi - Kebijakan Fiskal Akan Diarahkan untuk Program Kesehatan dan Perlindungan Sosial

Stimulus Korporasi Harus Produktif

Foto : KORAN JAKARTA/ M ISMAIL

EKONOMI MEMBAIK - Seorang buruh keluar dari pabrik tekstil yang memasang informasi lowongan kerja di Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar, Jawa Tengah, belum lama ini. Pemerintah memproyeksikan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2021 tumbuh di kisaran 1,6-2,1 persen.

A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap realisasi stimulus selama pandemi Covid-19, khususnya terhadap pemberian insentif kepada korporasi.

JAKARTA - Anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk korporasi pada 2020 mencapai 53,57 triliun rupiah. Ironisnya, stimulus tersebut digunakan korporasi untuk membayar utang, bukannya menambah kapasitas sehingga bantuan pemerintah itu tak dapat mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional.

Alhasil, beban fiskal sangat berat dan tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi pada 2020 terkontraksi 2,07 persen, sementara pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2020 minus 0,42 persen.

Seminar yang digelar di Jakarta, Minggu (7/2), ini menghadirkan sejumlah pembicara seperti Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kunta Wibawa Dasar Nugraha, Asisten Perekonomian dan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Sri Haryati, Pemimpin Redaksi Infobanknews.com Eko B Supriyanto, serta Anggota Dewan Pers Jamalul Insan.

Kunta Wibawa menegaskan dibandingkan Singapura, Thailand, atau bahkan dunia, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun lalu relatif baik. "Negara lain kan cukup parah seperti Singapura yang tumbuh minus 5,8 persen. Bahkan ada yang minus 6 persen. Rata-rata ekonomi global juga minus 3,5 persen. Kita masih lebih baik karena efektifnya parlinsos (program perlindungan sosial)," tegasnya.

Menurutnya, kebijakan fiskal melalui APBN dijalankan secara luar biasa dalam membantu masyarakat dan dunia usaha untuk pulih dan bangkit kembali dari dampak Pandemi Covid-19. Dia menambahkan Parlinsos berhasil mendorong konsumsi sepanjang tahun lalu.

"Jika tak ada Parlinsos maka konsumsi bisa turun ke angka minus 6,2 persen, karena Parlinsos menjadi hanya turun minus 4,1 persen," ujar dia.

Dirinya optimistis perekonomian tahun ini akan semakin membaik seiring ekspetasi masyarakat terhadap vaksin yang tengah berjalan. Kebijakan fiskal tahun ini, lanjutnya, akan diarahkan untuk melanjutkan program penanganan kesehatan dan perlindungan sosial serta program strategis lainnya.

Asisten Perekonomian dan Keuangan Pemprov DKI Jakarta, Sri Haryati, mengakui Pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap DKI Jakarta sebagai jantung perekonomian nasional. Tingkat kemiskinan dan pengangguran kembali meningkat. "Pada Agustus 2020, tingkat pengangguran tumbuh 10,95 persen karena pandemi," ujar Sri Haryati.

Meski demikian, lanjut Sri Haryati, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada 2021 diproyeksikan oleh Bank Indonesia (BI) di kisaran 5,0-5,4 persen, baik dibanding 2020 minus 2,36 persen.

Perlu Dievaluasi

Sementara itu, Pemimpin Redaksi Infobanknews.com, Eko B Supriyanto, menilai banyak stimulus yang diberikan kepada korporasi tak produktif. "PLN, misalnya mestinya menambah kapasitas, namun faktanya digunakan untuk membayar utang. Enak banget direksinya sampai kapan dibantu sama pemerintah terus," tegas Eko.

Kondisi serupa juga terjadi di sektor keuangan. Stimulus yang diberikan kepada perbankan berpelat merah atau Himbara tidak digunakan untuk memberi kredit baru. Akibatnya, tidak mendorong pertumbuhan.

"Mestinya kredit untuk korporasi itu untuk menambah kapasitas sehingga menyerap tenaga kerja. Dengan itu, ketimpangan bisa dikurangi. Efek lainnya konsumsi meningkat karena masalah kita ini di daya beli," tegas Eko.

Anggota Dewan Pers Jamalul Insan meminta pemerintah turut membantu dunis pers karena sektor ini paling terdampak selama pandemi Covid-19. Sebagai contoh, 71 persen perusahan pers cetak selama Januari-April 2020 mengalami penurunan omzet lebih dari 40 persen dibanding periode sama 2019.

Apalagi selama pandemi, media terdampak. Karena itu, pemerintah perlu turun tangga karena pers ini sangat penting, sebagai garda terdepan diseminasi informasi penanganan pandemi Covid-19. "Pers harus diselamatkan dari situasi krisis ini. Negara harus beri insentif ekonomi," pungkas Jamalul.

ers/E-10

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top