Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Standardisasi "E-budgeting" Urgen

Foto : Koran Jakarta/Ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh Hemat Dwi Nuryanto

Sistem e-budgeting Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah jadi sorotan karena mencuat anggaran yang janggal alias tidak lazim dari pengadaan ATK seperti lem aibon hingga bolpoin. Tak kurang dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyoroti kejanggalan anggaran lem aibon tersebut. Menkeu akan menggandeng Kementerian Dalam Negeri untuk meningkatkan kualitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menilai masalah penganggaran tersebut sudah terjadi bertahun-tahun dan pangkalnya adalah sistem. Dia merasa mendapat warisan masalah. Anies menyebut, saat ini sistem yang digunakan Pemprov DKI sudah digital, tapi tidak smart alias pengecekan masih dilakukan secara manual. Akibatnya, tetap ada pegawai yang teledor setiap tahunnya.

Setiap tahun penyusunan anggaran muncul angka-angka aneh yang bisa menstimulir munculnya anggaran siluman yang selama ini di pemerintah daerah seperti puncak gunung es. Masyarakat berharap agar modus anggaran siluman diungkap secara tuntas, tidak hanya di DKI Jakarta, tetapi juga daerah lain, termasuk kementerian dan lembaga negara.

Penerapan sistem e-budgeting dalam menyusun anggaran sebenarnya cukup efektif untuk mengelola dan memonitor masalah. Sayang, masih ada sistem yang belum terstandardisasi. Anggaran merupakan rencana seluruh kegiatan pemerintah yang dinyatakan dalam unit atau satuan moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu.

Presiden Joko Widodo sejak awal pemerintahannya sudah mewajibkan seluruh lembaga pemerintah tidak lagi melakukan proses penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja Anggaran (RKA) secara manual. Tetapi harus memakai e-budgeting sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan secara elektronik. Sebab, selama ini sistem manual kurang transparan, proses penyusunan RKA menjadi lambat, serta rekapitulasi data mengenai realisasi penggunaan anggaran tidak bisa dilihat secara realtime.

Perlu audit dan standardisasi e-budgeting yang bisa mengotomatisasi proses penyusunan dan pelaksanaan RKA dan terintegrasi dengan penerapan sistem e-Procurement atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Juga dilengkapi dengan e-sourcing yang merupakan katalog elektronik sebagai acuan standar teknis barang dan jasa.

Standardisasi e-budgeting, e-procurement dan e-sourcing sangat ampuh untuk mengatasi anggaran siluman dan mencegah korupsi lainnya seperti mark-up, manipulasi spesifikasi barang dan penyelewengan realisasi penggunaan anggaran. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah lama mendesak setiap lembaga pemerintah agar memakai fasilitas pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau lazim disebut e-procurement.

Namun, desakan KPK tersebut harus disertai dengan proses transformasi progresif yang menyangkut konsep dan realisasi sistem elektronik procurement dengan landasan hukum yang kokoh sesuai dengan konvergensi teknologi informasi. Sudah banyak hasil karya anak bangsa berupa sistem aplikasi e-budgeting dan e-procurement yang mampu mendukung penuh program transformasi sistem anggaran serta pengadaan barang jasa. Berbagai karya bangsa terbukti memiliki berbagai keunggulan dan murah. Sehingga pemerintah cukup memakai produk tersebut sekaligus bisa menumbuhkan industri TIK nasional.

Integrasi

Pada prinsipnya, sistem aplikasi e-budgeting dan e-procurement merupakan integrasi modul-modul aplikasi yang saling terkait untuk membentuk aplikasi utuh dengan fungsi utama mengaplikasikan konsep dan regulasi tentang anggaran serta pengadaan. Sistem aplikasi sebaiknya dikenakan audit, standardisasi dan tata kelola kokoh. Audit itu menyangkut efektivitas, efisiensi, availability system, reliability, confidentiality, integrity, serta aspek security. Tahapan-tahapan dalam audit pada prinsipnya sama dengan audit TI pada umumnya.

Di Amerika Serikat, hasil audit sistem informasi e-procurement harus dipublikasikan agar pengguna mengetahui betul kondisi layanan sistem informasi e-procurement tersebut. Manajemen e-procurement di lembaga pemerintahan cukup rumit. Maka, pimpinan harus memahami betul kondisi ketatakelolaan e-procurement di lembaganya.

Dari sudut software engineer, tujuan akhir proses rekayasa perangkat lunak menghasilkan perangkat lunak berkualitas tinggi. Philip Crosby dalam bukunya yang terkenal tentang kualitas perangkat lunak menerangkan bahwa manajemen kualitas bukanlah suatu yang tidak diketahui.

Dalam konteks pengembangan e-budgeting dan e-procurement ada kualitas desain dan konformansi. Kualitas desain mengacu pada karakteristik yang ditentukan desainer terhadap suatu item tertentu. Nilai material, toleransi, dan spesifikasi kinerja, memberikan kontribusi terhadap kualitas desain.

Karena material dengan nilai yang lebih tinggi digunakan dan toleransi yang lebih ketat serta tingkat kinerja lebih baik, maka kualitas desain dari suatu produk bertambah, bila sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Kualitas konformansi adalah tingkat di mana spesifikasi desain terus diikuti selama pembuatan.

Juga penting standar meta data yang dipakai untuk keperluan manajemen file/data dalam suatu basis data. Dalam perkembangan, standar meta data itu bisa menjadi sistem business intelligent. Misalnya, untuk mengetahui perusahaan curang dalam mengikuti proses pengadaan. Dengan demikian memudahkan LKPP dalam melaksanakan tugas pemantauan, penilaian, evaluasi, dan memberi masukan atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Setelah proses audit dan standardisasi, dibutuhkan pedoman tata kelola e-budgeting dan e-pocurement yang kokoh. Untuk sistem berskala besar, strategis, dan berpotensi mempengaruhi sistem-sistem sebelumnya harus dilakukan mekanisme proof of concept (POC ). E-budgenting dan e-procurement sebagai suatu sistem informasi merupakan suatu sinergi antara data, mesin pengolah (yang biasanya meliputi komputer, program aplikasi dan jaringan) dan manusia untuk menghasilkan informasi.

Maka, dalam membangun suatu sistem informasi sedapat mungkin menggunakan metode siklus System Development Life Cycle (SDLC). Siklus itu dalam aplikasi terdiri dari sejumlah tahapan yang dilaksanakan secara berurutan. Pengembangan siklus itu berupa SDLC Model berupa metodelogi yang didasarkan pada beberapa aktivitas penting yang meliputi system engineering and modeling, software requirements analysis, systems analysis and design, testing and maintenance.

Keppres tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah telah beberapa kali direvisi untuk membentuk sistem lebih fair, terbebas dari praktik kotor, dan mampu mengikuti kemajuan zaman.

Penulis Alumnus UPS Toulouse Prancis

Komentar

Komentar
()

Top