Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Koperasi Bermasalah

Skema dan Proses Pengawasan Koperasi Lemah

Foto : KORAN JAKARTA/EKO NUGROHO

PENGAWASAN KOPERASI | Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Suparno saat membuka sekaligus menjadi narasumber seminar nasional bertema “Strategi Membangun Sistem Pengawasan Koperasi yang Berkesinambungan” di Jakarta, Kamis (16/5).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Konsultan Bank Dunia, Ahmad Subagyo, menilai banyaknya kasus koperasi bermasalah di Indonesia lebih disebabkan kelemahan skema dan proses pengawasan saat ini. Setidaknya ada empat hal yang membuat pengawasan koperasi menjadi tidak efektif alias sia-sia.

Pertama, tidak ada skala prioritas yang berdasar pada tingkat urgensi pengawasan berbasis pada risiko. Kedua, tidak ada klasifikasi kelompok usaha koperasi, sehingga semua koperasi diperlakukan sama baik skala mikro sampai ke skala besar.

Ketiga, tidak ada deteksi awal yang menginformasikan tentang kelemahan objek (koperasi), sehingga semua asisten deputi melakukan pemeriksaan pada koperasi yang sama. "Keempat atau terakhir, tahapan pengawasan belum ada gradasi sehingga seluruh sumber daya terpusat hanya pada beberapa koperasi saja," kata dia dalam acara seminar nasional bertema Strategi Membangun Sistem Pengawasan Koperasi yang Berkesinambungan, di Jakarta, Kamis (16/5).

Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut, di antara Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop dan UKM, Suparno, analisis eksekutif senior Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK, Roberto Akyuwen, Senior Financial Sector Specialist World Bank, Juan Buchenau, dan Ahmad Subagyo.

Sementara itu, Senior Financial Sector Specialist World Bank, Juan Buchenau, melihat belum adanya data lengkap dan akurat terkait koperasi membuat pengawasan menjadi lemah.

Karena itu, untuk kasus pengawasan koperasi di Indonesia, ia menyarankan pengawasan koperasi bisa bekerja sama dengan otoritas jasa keuangan seperti yang terjadi di Thailand.

Banyak Belajar

Sementara itu, Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Suparno, mengakui keberadaan Deputi Pengawasan yang baru tiga tahun membuatnya harus banyak belajar dari lembaga sejenis yang melakukan pengawasan.

"Dalam hal ini kami melihat OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sudah terbukti berhasil melakukan pengawasan sektor jasa keuangan sehingga stabilitas terjaga. Demikian juga dengan Bank Dunia (World) Bank dalam skala global. Karena itu kami tak segan menimba pengalaman dari mereka dan memilah-milah pengawasan apa dan bagaimana yang bisa diimplementasikan untuk mengawasi koperasi yang jumlahnya sangat banyak, tercatat ada 138.140 koperasi aktif," kata dia.

Suparno menegaskan Deputi Bidang Pengawasan selaku Unit Pelaksana pengawasan Koperasi-Koperasi di Indonesia, terus berupaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan agar lebih efektif dan efisien sehingga mampu menjangkau jumlah koperasi yang relatif bertambah di Indonesia.

Data jumlah koperasi di Indonesia, saat ini mencapai 138.140 unit, dengan jumlah koperasi non KSP sebanyak 117.288 unit (84,91 persen) dan jumlah KSP 20.852 unit (15.09 persen), dimana di dalam Koperasi Non KSP itu sendiri terdapat unit-unit simpan pinjam sekitar 51.081 unit (36,98 persen), sehingga jumlah total usaha simpan pinjam koperasi sebesar 71.933 unit (52,07 persen).

"Permasalahan-permasalahan selama melakukan pengawasan, dan laporan pengaduan masyarakat terhadap koperasi bermasalah, terutama di sektor simpan pinjam, melatarbelakangi Deputi Bidang Pengawasan untuk semakin menyempurnakan diri dengan menimba success story dari lembaga seperi OJK dan Bank Dunia," kata Suparno. eko/E-3

Komentar

Komentar
()

Top