Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Skandal Uang dan Korupsi yang Menjatuhkan Pemimpin Malaysia

Foto : istimewa

Mahathir Mohamad

A   A   A   Pengaturan Font

Warga Malaysia pada Kamis (10/5) lalu tercengang dan tak percaya bahwa seorang mantan orang kuat kembali berkuasa. Mahathir Mohamad, 92 tahun, mantan Perdana Menteri Malaysia pada periode 1981-2003, berhasil menggulingkan mantan anak didiknya yaitu PM Najib Razak, dalam pemilihan umum yang digelar pada Rabu (9/5).

Terpilihnya kembali Mahathir yang maju kembali ke panggung politik setelah pensiun ini terjadi berkat dukungan aliansi oposisi yang berhasil mengalahkan koalisi Barisan Nasional (BN) yang telah berkuasa lebih dari 6 dekade. Tak hanya itu, mayoritas warga Malaysia ternyata memilih Mahathir karena mereka muak dengan terjadinya korupsi besar-besaran, kegagalan mengelola keuangan negara, serta bangkitnya kembali ketegangan rasial di era kepemimpinan PM Najib.

"Sejujurnya, saya merasa baru mendapatkan kembali kemerdekaan," kata Nor Hisham Rahmat, 45 tahun, seorang warga Johor. Negara Bagian Johor adalah salah satu wilayah yang menyokong oposisi.

Menurut Nor, kehidupan warga Johor amat terbebani semasa PM Najib berkuasa karena meningkatnya biaya hidup. Masalah kenaikan biaya hidup merupakan isu utama dalam kampanye pemilu lalu. "Warga jadi melarat. Itulah penyebab BN jadi terpuruk," kata Nor.

Sementara itu Toh Gian Ming, seorang pebisnis berusia 53 tahun, mengatakan bahwa ia berharap korupsi yang menyakiti warga dibawah pemerintahan Najib segera sirna dengan terjadinya pergantian kepemimpinan di pemerintahan. "Saya berharap semua penyalahgunaan wewenang pada era PM Najib berakhir karena saya sudah lama mendambakan pemerintahan yang bersih dan adil," kata Toh.

Keluhan juga disampaikan oleh Ganesan Karuppannan, pengacara berusia 54 tahun yang mengatakan bahwa Malaysia telah mengarah ke situasi kediktatoran dalam beberapa tahun belakangan. "Perasaan warga tak dihormati dan aturan hukum lambat laun sirna karena direcoki oleh banyak institusi," kata Ganesan.

Isu-isu kenaikan biaya hidup dan korupsi, dipastikan berhasil mendongkrak kemenangan kubu oposisi yang dipimpin Mahathir, karena warga Malaysia pemilik suara sudah muak dengan kepemimpinan Najib yang sarat korupsi.

Suara Generasi Muda

Perasaan yang sama atas ketidakpuasan terhadap PM Najib, juga disuarakan generasi muda Malaysia yang telah memiliki hak suara dan lebih memilih seorang pemimpin yang berusia 92 tahun. Dalam pemilu yang digelar pertengahan pekan ini, sekitar 40 persen pemilik suara tercatat dari kalangan generasi muda Malaysia.

Lewat sesi wawancara BBC terhadap beberapa anak muda yang ditemui di jalan, untuk mengetahui mengapa mereka memilih Mahathir sebagai pemimpin, mereka secara garis besar menginginkan perubahan dalam pemerintahan di Malaysia, tanpa memandang usia.

"Keadaan semakin lama semakin memburuk dan kini benar-benar saatnya untuk berubah. Bagi kami kebanyakan generasi muda, kami ingin suara kami didengar," kata seorang gadis keturunan etnis Tionghoa."Saya mengharapkan Malaysia baru yang modern. Malaysia yang seperti menjalani peleburan yang benar-benar bersatu. Malaysia yang seperti apa yang seharusnya dan yang menjadi keinginan rakyat," imbuh dia.

Di mata warga Malaysia, Mahathir dikenal sebagai sosok penting transformasi di Malaysia yang pernah berhasil membawa Negeri Jiran pada kejayaan di bidang ekonomi. Namun banyak warga Malaysia juga tak lupa bahwa Mahathir adalah sosok pemimpin otoriter yang banyak menjebloskan lawan-lawan politik ke penjara dan menyingkirkan peran institusi negara yang demokratis.

"Mahathir pernah berkuasa dengan tangan besi. Seekor harimau tak akan pernah mengubah belangnya. Gaya kepemimpinan Mahathir akan seterusnya otoriter," kata seorang pebisnis berusia 33 tahun bernama P Punithan. "Demokrasi dan hak asasi manusia tak ada dalam DNA-nya," pungkas Punithan.


AFP/BBC/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top