Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perkembangan Teknologi | Pengaduan Terkait Ekonomi Digital Duduki Rangking Pertama

Sistem Perlindungan Data Pribadi Harus Dibenahi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak badan usaha, baik milik swasta maupun negara, segera menerapkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP). Pasalnya, penyelewengan data pribadi kian marak sehingga merugikan konsumen.

"UU tersebut harus segera diimplementasikan, sebab selama ini banyak data pribadi konsumen yang disalahgunakan, baik untuk kepentingan komersial dan bahkan pelanggaran-pelanggaran yang lebih serius seperti penipuan," ujar Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, di Jakarta, Jumat pekan lalu.

Saat ini, lanjutnya, jaminan pelindungan data pribadi merupakan hal krusial dalam bertransaksi secara digital sebab banyak ditemukan kasus-kasus penyalahgunaan data pribadi yang berujung pada kerugian konsumen.

Dikatakannya, sejumlah lembaga pemerintah dan perusahaan belakangan ini diduga mengalami kebocoran data pribadi pelanggannya. Peretasan data dikabarkan pernah terjadi di berbagai badan pengelola data pribadi, sebut saja di BPJS Ketenagakerjaan, Bank Syariah Indonesia, MyIndihome, PLN, Dukcapil, KAI, bahkan KPU.

Berdasarkan data bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, pengaduan yang terkait ekonomi digital menduduki rangking pertama, pada 2015-2018, berkisar 16-20 persen dari total komoditas pengaduan yang diterima lembaga tersebut.

"Angka itu dipastikan melambung menyusul maraknya transaksi online pada ekonomi digital pascapandemi Covid-19," ujar Tulus dalam keterangannya.

Ditambahkannya, UU PDP sudah mengatur sangat detail, bahkan diatur bahwa perusahaan wajib memiliki petugas khusus yang ditunjuk sebagai pengelola perlindungan data pribadi, sehingga ini menjadi tanggung jawab secara struktural sekaligus menjadi KPI khusus bagi setiap pegawai yang ditugaskan.

"Untuk itu, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk berlama-lama atau tidak menerapkan UU PDP ini," katanya.

Menurutnya, pemerintah atau lembaga publik termasuk kementerian, serta badan usaha, termasuk swasta dan milik negara (BUMN) harus segera membuat tim khusus untuk melindungi data konsumen.

"Mandat dari UU Pelindungan Data Pribadi adalah membentuk badan khusus, sebaiknya segera dibentuk," ujarnya.

Selain itu, menurut dia, masih banyak juga masalah pada perlindungan data pribadi, antara lain masih rendahnya literasi digital konsumen, contohnya dalam hal membaca dan memahami berbagai persyaratan teknis sebelum transaksi dilakukan.

Hal itu dipicu oleh prinsip kehati-hatian konsumen terhadap data pribadi, mulai alamat email, alamat rumah, alamat kontak telepon, foto pribadi, dan video. Selain itu terhadap kehati-hatian perlindungan data pribadi, konsumen juga masih rendah.

Tulus menegaskan pemerintah dan pelaku usaha punya tanggung jawab untuk meningkatkan literasi digital masyarakat konsumen, melalui edukasi masif tentang pentingnya pelindungan data pribadi.

"Tanpa ada peningkatan literasi digital masyarakat maka potensi masyarakat menjadi korban semakin besar, baik karena ada penyalahgunaan data pribadi dan atau korban material lain yang dialami konsumen, seperti penipuan dan atau korban dari sisi pelayanan," katanya.

Literasi Rendah

Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut literasi digital Indonesia masih rendah. Kepala Badan Pengembangan SDM Kominfo, Hary Budiarto, mengungkapkan sepanjang 2023, rata-rata Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) ada di angka 43,18, jauh di bawah Malaysia sudah menyentuh 60.

Menurut Hary, literasi digital masyarakat Indonesia saat ini masih berada di kelas dasar. Dia menambahkan hal ini disebabkan oleh minat masyarakat untuk melek digital masih sangat kurang.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top