Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sistem Kontinental

Sistem Kontinental, Blokade Prancis Terhadap Inggris yang Gagal

Foto : Wikimedia
A   A   A   Pengaturan Font

Napoleon pernah menerapkan blokade pelabuhan Prancis bagi kapal Inggris melalui Sistem Kontinental. Tujuannya membuat orang Inggris kelaparan sehingga tercipta pergolakan sosial di seluruh kerajaan agar bersedia berdamai.

Sistem Kontinental atau Blocus Continental dalam bahasa Prancis, adalah blokade besar perdagangan Inggris yang diberlakukan oleh Kaisar Prancis Napoleon I dari 21 November 1806 hingga 11 April 1814. Sistem ini dirancang untuk melumpuhkan ekonomi Inggris, sehingga memaksa Inggris keluar dari Perang Napoleon (1803-1815).

Blokade dilakukan karena Napoleon tidak berani menyerang Kepulauan Inggris secara langsung. Namun, blokade tersebut terbukti sulit ditegakkan dan akhirnya berdampak negatif pada Prancis. Bahkan cara ini malah berkontribusi pada kejatuhan Napoleon sendiri.

Napoleon menganggap Inggris sebagai musuhnya yang paling berbahaya. Pasalnya negeri pulau ini mengatur dan membiayai sebagian besar koalisi melawan Prancis selama Perang Revolusi Prancis dan Perang Napoleon, sejak penghancuran armada Prancis di Pertempuran Trafalgar (21 Oktober 1805),

Continental Blockade dalam bahasa Inggris dimaksudkan agar Inggris tidak dapat berdagang dengan negara-negara di benua Eropa. Taktik ini diharapkan akan melumpuhkan ekonomi Inggris dan akan menyebabkan pergolakan sosial yang meluas di seluruh Kerajaan Inggris.

Selain itu, Napoleon bermaksud agar Sistem Kontinental memperkuat hegemoni Prancis di benua itu, karena industri Prancis dapat mengisi celah di pasar yang ditinggalkan Inggris. Sayangnya Sistem Kontinental tidak memiliki efek yang diinginkan Napoleon.

Meskipun ekonomi mereka mengalami pukulan awal, Inggris mengkompensasi hilangnya perdagangan kontinental hanya dengan membuka pasar baru di bagian lain dunia. Sementara itu, industri di benua itu sangat terpukul, kehilangan bahan mentah yang disediakan oleh pedagang Inggris.

Akibatnya penyelundupan merajalela, karena petugas bea cukai Napoleon menerima suap untuk menutup mata terhadap pasar gelap barang ilegal Inggris. Karena dia tidak memiliki angkatan laut yang kuat, hampir tidak mungkin bagi Napoleon untuk memaksakan blokadenya sendiri.

Usahanya untuk memaksa negara-negara lain untuk mematuhi menyebabkan beberapa konflik baru seperti Perang Semenanjung (1807-1814) dengan Spanyol dan Portugal serta invasi bencana ke Russia (1812). Kedua perang berkontribusi besar terhadap kejatuhannya. Napoleon menolak untuk mengakui kegagalan Sistem Kontinental, dan tetap berlaku sampai pengunduran dirinya yang pertama pada April 1814.

Napoleon adalah orang yang menghidupkan perang lama. Mulai 1688 pada awal Perang Aliansi Besar, Inggris dan Prancis terkunci dalam persaingan yang berlangsung selama lebih dari satu abad, dengan banyak perang terjadi. Periode konflik Inggris-Prancis yang terus-menerus ini, yang disebut oleh beberapa sejarawan sebagai Perang Seratus Tahun Kedua (1688-1815).

Perang Seratus Tahun Kedua mencakup beberapa contoh perang ekonomi, karena masing-masing negara mencoba melemahkan negara lain melalui pembatasan perdagangan seperti tarif dan blokade. Pada zaman merkantilisme dan kolonialisme, kunci kesuksesan sebuah kerajaan adalah akumulasi kekayaan, seringkali melalui perdagangan.

Oleh karena itu, adalah umum bagi negara-negara untuk menargetkan kepemilikan kolonial dan perdagangan saingan mereka sambil mempromosikan perdagangan mereka sendiri. Karena perang semacam ini telah berlangsung jauh sebelum Napoleon berkuasa.

Tidak Rasional

Alexander Mikaberidze dalam The Napoleonic Wars (2020) menegaskan bahwa Sistem Kontinental Napoleon tidak rasional seperti yang dinilai beberapa orang. Ia menilai Napoleon memiliki pandangan kelanjutan dari kebijakan tradisional.

Memang tindakan pertama perang ekonomi selama Revolusi Prancis dan Perang Napoleon tidak datang dari Prancis, tetapi dari Inggris. Setelah bergabung dalam perang melawan Prancis pada 1793, Inggris menerapkan blokade pelabuhan Prancis yang berlangsung hingga 1799, di mana aktivitas maritim di sepanjang pantai Prancis dipantau dan dibatasi.

Prancis tidak dapat menanggapi dengan baik sampai Desember 1800, ketika mereka cukup menguasai Eropa Barat untuk menolak akses Inggris ke pelabuhan dari Norwegia ke Napoli. Embargo ini diperparah dengan partisipasi Russia, yang kaisarnya, Tsar Paul I (memerintah 1796-1801) kecewa dengan tindakan Inggris selama Perang Koalisi Kedua (1798-1802) dan berusaha mengurangi kekuatan Inggris.

Paul menahan 300 kapal Inggris yang berlabuh di pelabuhan Russia, menghentikan semua pembayaran ke pedagang Inggris, dan menyita barang dan gudang Inggris. Tsar Paul juga mengorganisir Liga Netralitas Bersenjata untuk melindungi perdagangan bebas, terdiri dari Russia, Swedia, Denmark, dan Prusia.

Liga itu memprotes praktik Angkatan Laut Inggris dalam mencari pengiriman netral untuk barang selundupan Prancis. Inggris menganggap liga tersebut sebagai sekutu Prancis, memimpin Angkatan Laut Kerajaan untuk membombardir armada Denmark di Pertempuran Kopenhagen Pertama.

Serangan ini, bersamaan dengan pembunuhan Tsar Paul I pada Maret 1801, menyebabkan runtuhnya Liga Netralitas Bersenjata. Embargo Prancis berakhir setahun kemudian ketika Perjanjian Amiens mengakhiri permusuhan terbuka antara Inggris dan Prancis.

Mikaberidze menyatakan, gabungan embargo Prancis dan Russia memutus akses Inggris yang sangat bergantung pada barang-barang kontinental tertentu termasuk biji-bijian, rami, dan persediaan angkatan laut. Saat itu benua Eropa juga menyumbang 40 persen dari total ekspor Inggris, yang berarti bahwa blokade semacam itu berpotensi merugikan ekonomi Inggris.

Tetapi embargo Perancis-Russia tahun 1800 tidak berlangsung cukup lama untuk mempengaruhi ekonomi Inggris secara nyata dan dikoordinasikan dan dilaksanakan dengan buruk. Namun, itu hanya pendahulu dari embargo yang lebih substansial yang akan datang.

Ternyata Perjanjian Amiens yang rapuh tidak berlangsung lama. Permusuhan antara Inggris dan Prancis berlanjut pada Mei 1803. Inggris tidak membuang waktu mengatur dan membiayai koalisi baru melawan Napoleon, yang di berbagai titik melibatkan Austria, Prusia, Russia, Swedia, Portugal, Spanyol, dan lain-lain. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top