Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
JENAK

Siapa Cawapres Pilihanmu?

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Ekspresi dan ekspektasi dalam politik praktis mendapatkan ruang untuk diketahui orang lain. Dalam pembicaraan "di bawah lampu terang", semua dibicarakan secara terbuka: lengkap dengan argumen, dengan dokumen, kadang juga sentimen. Sementara "di luar panggung resmi" pun berlaku hal yang sama. Kadang lebih terus terang.

Misalnya yang lagi ramai dibicarakan, siapa calon wakil presiden. Semua membicarakan dan berkesinambungan, baik yang mengusulkan, berusaha meyakinkan, atau sebaliknya menjatuhkan yang bukan pilihan. Ada kalanya penuh basa-basi dengan membicarakan dengan kriteria, misalnya.

Ada juga di "pinggiran" yang lebih terang terus, menyebut nama dengan argumentasi yang terbuka: termasuk pertimbangan latar belakang agama, suku, atau ras. Dan perwujudannya juga tak kepalangang tanggung, misalnya dengan taruhan. Ini menarik, unik, dan mudah diikuti. Karena beberapa orang-dua pun cukup, bertaruh siapa cawapres yang dijagoi.

Pilihan A atau B, tidak berarti bertarung "lek-lekan", atau apa adanya, melainkan bisa dengan gradasi tertentu. Kalau kamu memilih C, dan nantinya terpilih, bisa menerima lima kali nilai taruhan. Tak berbeda dengan taruhan pertandingan bola, di mana satu kesebelasan diunggulkan, atau sebagai tuan rumah, atau karena prestasi terakhir.

Itu yang bisa ditelusuri nama kesebelasan, urutan, dan siapa bintangnya. Di balik itu, pertandingan dua kesebelasan yang tak jelas dari grup mana melawan grup apa, yang di sini tak bisa terdeteksi, dan jalannya pertandingan tak bisa diikuti-kecuali melalui online.

Itu pun penuh dengan batasanbatasan tertentu: sampai jumlah berapa bisa diterima, kapan tawaran diterima atau ditolak, sampai seberapa jauh dasar perhitungan kesebelasan ini diunggulkan dibanding lawannya, dan seberapa tingkat keunggulan yang dipatuhi penebak di seluruh dunia.

Dalam kaitan dengan cawapres ini pun, kita dihadapkan bukan nama-nama yang memiliki-atau dinyatakan memiliki, kadar yang berbeda satu dengan yang lainnya. Bahkan, tebakan bisa bukan nama, misalnya dari latar belakang militer atau bukan. Ini bisa ditandingkan. Atau ketua partai, atau dari kalangan intelektual.

Yang menjadikan lebih hot, lebih hangat, dinamikanya sangat tinggi. Perubahan bisa terjadi. Kalau Capres tidak segera mendeklarasikan diri, bisa menjadi bahan taruhan: jadi atau tidak. Demikian juga namanama cawapres, yang baeraneka ragam. Kadang terdengar tak masuk akal, kadang sengaja disertakan, namun tetap ada yang meyakini, dan memasang taruhan untuk itu.

Barang kali karena inilah menjadi terjaga aktualitasnya. Untuk tetap diangkat dalam tema pembicaraan. Dan tidak menyalahi apa-apa. Toh di acara resmi, seperti televisi, radio, perkiraan di media cetak, juga tak berhenti. Secara resmi pun para pengelola survei mengumumkan hasilnya, yang pastilah berbiaya mahal untuk penyelenggaraannya.

Dan di media sosial, Twitter misalnya, survei yang lebih lucu, lebih spontan, lebih terkesan mainmain, juga diikuti dengan serius. Fenomena yang bisa diterima sebagai sesuatu yang wajar. Atau bahkan tanda menggembirakan. Bahwa untuk pelaksanaaan demokrasi yang pokok, dalam hal ini pemilihan capres atau cawapres, masyarakat luas turut terlibat.

Dengan caranya sendiri, dengan mekanismenya sendiri. Dan semua itu berlangsung tanpa hoax, tanpa fitnah, tanpa merendahkan-selain ungkapan ketidaksetujuan, dan semua ini dalam nada bercanda. Nada persahabatan, dan ditandai dengan jelas dalam bentuk nominal yang dipertaruhkan.

Baca Juga :
Piutang BLBI

Pentas politik boleh makin panas seiring dengan waktu pemilihan, ucapan dan ungkapan kubu boleh menjadi lebih ganas dengan wajah-wajah buas, namun di masyarakat yang pentasnya terbatas, tapi sangat luas ekspresi dan ekspektasi itu berlangsung dalam balutan kegembiraan, tanpa harus saling melukai atau terlukai. Dan itu menjadikan lebih nyaman, lebih aman, kalau lebih diperhatikan, dari pada ingar bingar menjadikan kebenaran miliknya semata.

Komentar

Komentar
()

Top