Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Siaga Hadapi Karhutla

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menjadi perhatian. Ini penting, karena risiko karhutla bukan semata dirasakan wilayah yang terdampak, tapi bisa membuat citra negara jelek, bahkan mendapat sanksi negara tetangga maupun lembaga internasional.

Pemerintah tampaknya selalu belajar dari karhutla sebelumnya. Terbukti, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengirim 100 prajurit Batalyon Artileri Medan (Yonarmed) 10/Brajamusti Kostrad untuk membantu mengatasi karhutla di Pekanbaru, Riau. Langkah cepat dilakukan karena Riau sepanjang awal 2019 menjadi sasaran amuk kebakaran. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau menyebutkan 850 hektare lahan di provinsi itu hangus. Terparah di pesisir Riau, yakni Bengkalis, Dumai, Rokan Hilir, Meranti, dan Siak.

Bengkalis menjadi wilayah paling parah. Tercatat, 600 hektare lahan yang mayoritas gambut ludes dilahap api. Tak cuma itu, akibat masifnya kebakaran, Kota Dumai yang berdekatan dengan wilayah karhutla terpaksa meliburkan siswa-siswi akibat kondisi udara memburuk.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mendeteksi peningkatan jumlah titik panas pada Februari 2019. Di Provinsi Riau, tercatat 45 titik panas sepanjang Januari, dan meningkat drastis mencapai 366 titik pada Februari 2019. Titik panas itu menyebar di Bengkalis, yang pada Februari ini tercatat 241 titik, serta belum terlihat penurunan.

Citra satelit Terra Aqua BMKG Stasiun Pekanbaru Minggu, 24 Februari 2019, sekitar pukul 06.00 WIB, mendeteksi ada 47 titik panas di Riau. Titik panas itu tersebar di Bengkalis sebanyak 20 titik, Siak 40 titik, dan Pelalawan 3 titik. Dari jumlah itu, ada 32 titik yang punya tingkat keakuratan di atas 70 persen sehingga bisa dipastikan kebakaran.

Sejak karhutla merebak, Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan status siaga sejak 12 Februari 2019 hingga akhir Oktober mendatang. Hal ini merupakan salah satu langkah cepat yang diambil pemerintah daerah dalam menanggulangi kebakaran. Dengan penetapan status siaga, semua pihak pusat dan daerah akan berjaga-jaga dan siaga agar karhutla bisa dihentikan sejak dini.

Ke depan, kita patut mencermati pernyataan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tentang tiga kelemahan upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla yang harus dan segera diatasi. Pertama, sistem peringatan dini yang tergantung pada satelit. Padahal, satelit itu melaporkan titik-titik api setiap enam jam. Kondisi ini membuat penanggulangan tidak efektif. Sebab ketika terjadi kebakaran di daerah terpencil atau tidak terpantau manusia, enam jam kemudian baru terdeteksi, kebakaran sudah meluas.

Kedua, tim bantuan kerap kesulitan untuk mencapai lokasi kebakaran. Akses yang sulit dijangkau melalui jalur darat membuat operasi pemadaman menjadi tidak optimal. Ketiga, keterbatasan alat pemadaman menjadi kendala terakhir yang harus diselesaikan.

Untuk itu, Panglima TNI memberikan solusi yaitu menempatkan prajurit TNI di setiap areal lahan gambut yang rawan terbakar. Lokasi itu nantinya ditentukan oleh prediksi BMKG dan BPBD. Dengan demikian, prajurit-prajurit TNI diwajibkan mendirikan tenda dan siaga di lokasi rawan kebakaran. TNI yang diwajibkan siaga 24 jam tersebut juga menjadi mata dan telinga apabila ada wilayah terdekat mengalami kebakaran.

Strategi selanjutnya, TNI akan membantu peralatan pemadam kebakaran dengan daya kerja tinggi. Alat-alat itu, selain untuk menanggulangi karhutla juga bisa dimanfaatkan untuk membasahi gambut kering agar tidak mudah terbakar.

Komentar

Komentar
()

Top