Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Nasional I Konsumsi Domestik Dipacu, saat Investasi dan Ekspor Lesu

Setop Impor agar Rakyat Mencintai Produk Lokal

Foto : Sumber: BPS, Kemendag – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Kalau terus mengandalkan impor, sama dengan menolong negara lain, tapi rakyat kita dibiarkan mati.

» Aku cinta produk Indonesia jangan sekadar slogan, tetapi harus dijalankan dengan serius.

JAKARTA - Ajakan Presiden Joko Widodo untuk membeli produk pertanian, perikanan, dan produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam negeri semestinya disikapi dengan bijak oleh jajaran pembantunya dengan mulai mengurangi bahkan menyetop impor produk yang tersedia atau bisa diproduksi dalam negeri.

Sebab, ajakan tersebut hanya akan menjadi wacana jika dalam praktiknya, impor beberapa komoditas pangan, seperti gandum, buah-buahan, gula, dan makanan olahan terus membanjiri pasar dalam negeri dengan harga yang lebih murah dibanding produk lokal.

Demikian kesimpulan pendapat Ekonom dari Universitas Atma Jaya Jakarta, YB Suhartoko, dan Pakar Ekonomi dari Universitas Brawijaya, Malang, Munawar Ismail, yang dikonfirmasi terpisah dari Jakarta, Minggu (9/8).

Keduanya sepakat, ajakan tersebut perlu didukung untuk memperkuat konsumsi domestik agar perekonomian Indonesia terhindar dari resesi. Jajaran pemerintah dari jajaran menteri hingga ke level bawah harus diwajibkan menjalankan ajakan tersebut.

"Di Prancis minusnya sampai belasan persen. Kalau kita tetap mengandalkan impor, nasib Indonesia bisa sama. Kalau terus impor, selain neraca perdagangan kita negatif, dalam kondisi seperti ini sama saja menolong orang lain, sementara orang di sekitarnya dibiarkan mati," kata Munawar.

Agar kontraksi ekonomi tidak terlalu dalam, pemerintah, jelas Munawar, perlu mewajibkan belanja lokal, mulai pusat, provinsi, daerah, sampai pemerintahan desa, termasuk BUMN dan BUMD semuanya. Setelah itu, pejabat dan keluarganya memberi contoh.

Sementara itu, Suhartoko mengatakan dalam kondisi seperti ini untuk memacu perekonomian dengan berharap pada ekspor dan investasi agak sulit. Sebab, negara mitra dagang terbesar Indonesia ekonominya melambat, bahkan resesi, sehingga daya serap turun.

Demikian juga dari investasi sulit dilakukan terutama dalam kondisi awal lesunya perekonomian para pengusaha, baik dari dalam dan luar negeri umumnya pro siklus (pro cyclical) ekonomi.

"Ekonomi lesu, mereka juga lesu. Dalam kondisi semacam ini, pemerintah bahkan intervensi untuk mendorong para pengusaha untuk tetap bertahan di pasar," kata Suhatoko.

Dalam kondisi perekonomian lesu, pemerintah diharapkan mengonter siklus (counter cyclical) dengan meningkatkan belanja, anggaran defisit, penurunan suku bunga acuan sehingga menimbulkan efek berganda (multiplier effect).

"Namun demikian, data terakhir menunjukkan pertumbuhan pengeluaran pemerintah yang diharapkan malahan negatif. Ini berarti jadi suatu sinyal menurunnya kemampuan pemerintah meningkatkan pengeluarannya atau jika pemerintah mempunyai dana yang cukup untuk ekspansi fiskal, mekanisme implementasi dan penyaluran terjadi hambatan," katanya.

Peningkatan konsumsi mau tidak mau harus menjadi motor penggerak pertumbuhan. Mengingat pangsa konsumsi terhadap PDB yang begitu besar sekitar 58 persen, maka pertumbuhan konsumsi akan memberikan efek yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Produk UMKM

Peningkatan konsumsi diarahkan ke pembelian barang dan jasa yang dihasilkan UMKM, kata Suhartoko, karena dari sisi jumlah unit usaha, UMKM lebih dari 90 persen di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut juga sangat besar. Sedangkan pangsa terhadap Produk Domestik Bruto sekitar 60 persen.

"Dengan melihat kondisi ini, jika permintaan barang dan jasa UMKM naik, maka penjualan hasil produksi barang dan jasa UMKM juga naik. Dampaknya adalah daya beli masyarakat akan meningkat," jelas Suhartoko.

Permintaan Presiden Jokowi dalam jangka menengah dan panjang, tambah Suhartoko, akan mempercepat pencapaian visi ekonomi nasional berdikari dalam bidang ekonomi yang selanjutnya berdampak pada berdaulat dalam bidang politik dan berkepribadian dalam kebudayaan.

"Aku bangga produk Indonesia bukan sekadar slogan, namun perlu diupayakan dengan serius dan terencana secara strategis dan berkelanjutan," katanya.

Sosialisasi perlu dilakukan sejak usia dini. Lembaga pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi perlu dilibatkan. Para pengusaha juga harus ambil bagian mengingat potensi permintaan masyarakat Indonesia cukup besar karena jumlah penduduk yang besar.

Pendapatan Petani

Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Sabtu (8/8), mengajak masyarakat untuk membeli produk pertanian, perikanan, dan produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri daripada produk impor. Ajakan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan para petani, nelayan, dan para pelaku usaha kecil.

"Bukan hanya pada penguatan daya beli petani, nelayan dan UMKM, tapi akan menjadi mesin penggerak bagi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga 2020 ini," kata Presiden dalam sambutan virtual kepada para peserta Kongres Luar Biasa Partai Gerindra yang berlangsung di Hambalang, Bogor, Sabtu (8/8).

Presiden meminta kerja sama untuk membangkitkan pelaku ekonomi kecil yang sangat terdampak oleh kontraksi ekonomi akibat pandemi Covid-19. "Ekonomi rakyat, ekonomi UMKM itu juga harus kita bangun, bangkitkan. Roda perekonomian harus bisa kita gerakan lagi dengan cara apa? Dengan cara membeli produk-produk buatan dalam negeri," kata Presiden seperti dikutip dari Antara.

Meski demikian, Presiden menekankan penanganan kesehatan masyarakat tetap menjadi yang utama saat ini. Namun masalah penanganan dampak ekonomi juga tidak boleh berhenti karena menyangkut kehidupan masyarakat luas.

Pandemi, kata Presiden, telah menyebabkan kontraksi ekonomi yang dalam. Beberapa negara ekonomi maju produktivitasnya turun cukup dalam. Berdasarkan data terbaru, kata Presiden, pertumbuhan ekonomi Prancis minus 19 persen, India minus 18,9 persen, Inggris minus 17,9 persen, Uni Eropa minus 14,4 persen, Singapura minus 12,6 persen, dan lain sebagainya.

Kepala Negara mengajak segenap bangsa dan negara untuk terus optimistis bahwa Indonesia pasti bisa mengatasi persoalan pandemi Covid-19. Hal itu karena Indonesia adalah bangsa pejuang.

"Semangat inilah yang harus terus kita gelorakan saat menghadapi situasi yang sangat-sangat sulit ini," kata Presiden.

Sebab itu, Presiden mengingatkan agar tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. "Jangan sampai kita masuk ke gelombang kedua, second wave yang memperlambat kita untuk pulih kembali. Kuncinya adalah disiplin menjalankan protokol kesehatan," kata Jokowi. n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top