Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Serikat Buruh Ingatkan Ancaman PHK Akibat Regulasi Kontraproduktif

Foto : Istimewa.

Aktivitas buruh di industri hasil tembakau.

A   A   A   Pengaturan Font

"IHT ini adalah industri padat karya menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Seharusnya dipertahankan dan dilindungi dengan kebijakan yang baik. Ada jutaan pekerja yang terlibat di berbagai level dalam IHT, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil. Hati-hati, potensi PHK bagi pekerja akan memperburuk kondisi ekonomi pekerja yang sudah sangat tertekan, apalagi baru adanya pengesahan PP 28/2024," ujar Sudarto, selepas Forum Diskusi Advokasi Industri Rokok Tembakau Makanan Minuman - Antisipasi Regulasi Industri Yang Dapat Menghambat Kelangsungan & Pertumbuhan Industri Sebagai Sawah Ladang, Sumber Mata Pencaharian Pekerja, Selasa (24/9).

Dia menambahkan, di tempat kerjanya, IHT ini ditekan bertubi-tubi. Menurutnya, hal ini adalah sawah ladang bagi buruh.

"Pada 2011 masih ada 2.000 pabrik rokok, sekarang tinggal 200-an pabrik. Kami, sudah kehilangan 67.000 tenaga kerja dari segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) sejak 2015-2022. Ada 44 perusahaan yang berkurang. Kami sudah dimarjinalkan secara sistematis. Perlakuan terhadap kami tidak adil, kami terzolimi," tegasnya.

Sudarto berharap pemerintah mengambil langkah konkret untuk melindungi pekerja dari PHK, salah satunya dengan menghentikan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang tengah didorong Kemenkes karena akan berdampak pada keberlangsungan tenaga kerja.

"Pemerintah tolong stop pembahasan RPMK. Kami sangat menolak pasal-pasal pengaturan di RPMK termasuk regulasi kemasan rokok polos (tanpa merek). Bagaimana bisa aturan di atasnya PP No 28/2024 hanya mengatur peringatan kesehatan dan tidak ada pengaturan kemasan polos (tanpa merek), kenapa RPMK melangkahi peraturan di atasnya? Proses penyusunanannya juga sudah cacat. Tidak ada alasan untuk melanjutkan pembahasan aturan yang tidak adil dan menyakiti pekerja," lanjutnya.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top