Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Separuh Anak-anak di NTT Menderita "Stunting"

Foto : Istimewa

Ilustrasi stunting.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Indonesia sedang mengalami masalah double-burden nutrition di mana masalah malnutrisi masih menjadi tantangan utama dalam pembangunan kesehatan selama beberapa dekade belakangan. Di lain pihak, masalah obesitas cenderung mengalami kenaikan yang berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Hal ini akan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pada prevalensi stunting di NTT dengan angka 50,6%. Secara kasar, angka ini berarti 5 dari 10 anak di NTT menderita gangguan akibat dari gagal tumbuh atau stunting yang disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi pada masa kehamilan dan perinatal.

Kondisi ini akan menambah besar kesenjangan atau inequality antara NTT dan provinsi lain di Indonesia. Pemerintah telah mengambil langkah cepat dengan meluncurkan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting atau yang lebih dikenal dengan Stranas Stunting yang terdiri dari intervensi gizi specifik dan gizi sensitif. Kedua intervensi ini dalam implementasinya melibatkan semua stakeholder baik itu di tingkat nasional maupun provinsi.

"Namun, intervensi ini masih berjalan lambat karena beberapa faktor termasuk rendahnya komitmen dari Pemda, keterbatasan pendanaan, dan kegagalan dalam penanggulangan faktor risiko," kata Koordinator Penelitian Stunting di NTT-Save the Children Stevie Ardianto Nappoe, di Yogyakarta, Kamis (22/7).

Berdasarkan masalah di atas, Save the Children mencoba membuat analisis kebijakan yang terkait dengan intervensi gizi di NTT terutama yang berfokus pada pencegahan stunting. Salah satu opsi yang ditawarkan dengan integrasi program kesehatan masyarakat dengan program sosial dan ekonomi.

Walaupun program kesehatan masyarakat merupakan intervensi utama untuk mencegah stunting, faktor sosial dan ekonomi menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan. Intervensi yang terintegrasi akan memberikan dampak bagi komunitas dalam mendukung program kesehatan yang berbasis komunitas dan berkelanjutan.

Pemerintah Provinsi NTT harus mampu untuk mengarahkan pelayanan kesehatan primer untuk lebih fokus pada 1.000 hari pertama kehidupan atau golden period.

Selain itu, edukasi kepada remaja putri, perempuan, dan orang tua sangat dibutuhkan terutama yang berkaitan dengan inisiasi menyusui dini dan asupan gizi. Integrasi program kesehatan masyarakat dapat dimulai dari program keluarga berencana untuk mempersiapkan remaja putri dan pasangan usia subur dalam memasuki rumah tangga dan memiliki anak.

Keluarga miskin perlu didukung dengan bantuan tunai yang bersifat terbatas dalam arti bantuan tersebut hanya dapat dibelanjakan untuk hal-hal yang mendukung kesehatan keluarga seperti membeli makanan yang sehat, air, sanitasi, dan kebutuhan kebersihan.

Penguatan komitmen dari pemerintah daerah juga menjadi hal yang penting mulai dari pemerintah provinsi sampai dengan kabupaten/kota bahkan desa. Komitmen ini tidak hanya untuk mendukung program penanggulangan stunting namun juga untuk perencanaan dan alokasi anggaran kesehatan.

Lebih jauh lagi penguatan komitmen ini untuk mejamin adanya kolaborasi antara stakeholder dalam bekerja bersama-sama menanggulangi masalah stunting ini.

"Transformasi kebijakan kesehatan terutama di bidang kesehatan masyarakat dan gizi merupakan hal yang penting dalam pencegahan stunting. Penyusunan kebijakan kesehatan harus melibatkan semua pihak baik di sektor kesehatan maupun di luar sektor kesehatan untuk mempromosikan kolaborasi yang efektif dalam pembanguan sosial dan ekonomi untuk melawan stunting," kata Stevie Nappoe.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top