![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Sensor Baru, Pengukur Kadar Air pada Tanaman
Foto: ISTIMEWAKeberadaan teknologi baru ini diharapkan dapat memiliki banyak aplikasi lain, termasuk sensor untuk diagnostik biomedis. Alat ini bisa digunakan untuk pemeriksaan struktural bangunan, pemantauan lingkungan, dan dengan sedikit modifikasi diharapkan juga nantinya mampu menguji penyakit tanaman ataupun pestisida.
Patrick Schnable, ilmuwan Iowa State University, menjelaskan bahwa dia telah mengukur waktu yang dibutuhkan untuk dua jenis tanaman jagung. Yakni ketika untuk memindahkan air dari bagian akar tanaman ke daun bagian bawah dan kemudian ke daun bagian atas. Schnable merupakan salah satu peneliti yang terlibat dalam riset ini.
Ia tertarik pada bidang sensor berbasis graphene baru, berbiaya rendah, mudah diproduksi, yang dapat menempel pada tanaman. Sensor ini dapat menyediakan data baru kepada para peneliti dan petani. "Dengan alat seperti ini, kita bisa mulai membiakkan tanaman yang lebih efisien dalam menggunakan air," kata Schnable.
"Itu mengasyikkan, kita tidak bisa melakukan ini sebelumnya, tapi begitu kita bisa mengukur sesuatu, kita bisa mulai memahaminya," tambah Schnable. Alat pengukuran air ini mungkin adalah sensor graphene kecil yang bisa ditempelkan pada tanaman - periset menyebutnya sebagai "sensor tato tanaman".
Graphene adalah bahan ajaib. Ini adalah sarang lebah karbon yang hanya memiliki ketebalan atom, bagus untuk mengalirkan listrik dan panas, serta kuat dan stabil. Teknologi graphene-on-tape dalam penelitian ini juga telah digunakan untuk menghasilkan strain dan sensor tekanan yang dapat dipakai, termasuk sensor yang terpasang pada "sarung tangan cerdas" yang mengukur gerakan tangan.
Periset menggambarkan berbagai sensor dan metodemetode yang sederhana dan serbaguna untuk memetakan dan mentransfer. Disebutkan juga bahwa nanomaterials berbasis graphene ini untuk menciptakan sensor yang fleksibel dalam makalah yang ditampilkan pada jurnal Advanced Materials Technologies akhir tahun lalu.
Liang Dong, seorang profesor teknik elektro dan teknik sipil Iowa State, merupakan penulis utama makalah dan pengembang teknologi ini. Sementara Seval Oren, mahasiswa doktoral jurusan teknik elektro dan komputer, adalah co-author yang membantu mengembangkan fabrikasi teknologi sensor ini. Oren juga membantu menguji aplikasi sensor di lapangan bersama dengan Schnable.
Penelitian ini juga melibatkan banyak ilmuan lain dari berbagai disiplin ilmu di kampus yang sama. "Kami mencoba membuat sensor yang lebih murah dan berkinerja tinggi," kata Dong. Untuk melakukan itu, para periset telah mengembangkan sebuah proses untuk membuat pola graphene yang rumit pada pita.
Dong mengatakan langkah pertama adalah menciptakan pola indentasi pada permukaan blok polimer, baik dengan proses pencetakan atau dengan pencetakan 3-D. Para insinyur ini menerapkan larutan graphene cair ke blok, mengisi pola indentasi. Mereka menggunakan tape untuk menghilangkan kelebihan graphene.
Kemudian mereka mengambil selotip lagi untuk menarik kembali pola graphene, menciptakan sebuah sensor pada pita itu. Prosesnya dapat menghasilkan pola yang tepat sekecil 5 juta meter per meternya, atau hanya seper dua puluh diameter rata-rata rambut manusia. Dong mengatakan membuat pola begitu kecil , meningkatkan sensitivitas sensor.
"Saya rasa ini mungkin Siklon terkecil," kata Dong. Dong melanjutkan bahwa Proses fabrikasi terhadap sensor ini sangat sederhana, "Anda hanya menggunakan pita untuk memproduksi sensor ini. Biayanya hanya hitungan sen," tambah Dong.
Dalam kasus studi tanaman, sensor dibuat dengan graphene oxide, bahan yang sangat sensitif terhadap uap air. Adanya uap air mengubah konduktivitas material, dan dapat diukur secara akurat untuk mengukur transpirasi (pelepasan uap air) dari daun.
Berhasil Diuji Coba
Ke depan, dengan hibah dari Departemen Pertanian dan Pangan A.S penelitian akan lebih banyak fokus pada pengujian lapangan transportasi air di lahan tanaman jagung. Michael Castellano, seorang profesor agronomi Iowa State dan William T. Frankenberger Professor di Soil Science, akan memimpin proyek tersebut. Termasuk Dong dan Schnable.
"Aplikasi sensor pita yang paling menarik yang telah kami uji sejauh ini adalah sensor tanaman," kata Dong. Menurut para peneliti konsep sensor elektronik yang bisa dipakai untuk tanaman adalah hal yang baru. Dan sensor tanaman sangat kecil sehingga bisa mendeteksi transpirasi dari tumbuhan, tapi tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman atau produksi tanaman.
Dalam makalah mereka, para penulis menggambarkan aplikasi sensor mereka termasuk untuk diagnostik biomedis, untuk pemeriksaan struktural bangunan, untuk memantau lingkungan. Dan setelah modifikasi diharapkan bisa untuk melakukan pengujian terhadap penyakit tanaman atau pestisida.
nik/berbagai sumber/E-6
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Anggota Komisi IX DPR RI Pastikan Efisiensi Anggaran Tak Kurangi Layanan Kesehatan Warga
- 2 Menteri Kebudayaan Fadli Zon Kunjungi Masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin
- 3 Warga Kupang Terdampak Longsor Butuh Makanan dan Pakaian
- 4 Meringankan Beban Hidup, Pekerja Padat Karya Bebas Pajak Penghasilan
- 5 Klasemen Liga 1: Dewa United Geser Persija di Posisi Kedua