Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Senantiasa Merajut Kebinekaan Lewat Perjumpaan

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Inspirasi Kebangsaan: Kisah nMenenun Kebhinekaan

Penulis : Felix Supranto SS. CC

Penerbit : Obor

Cetakan : Oktober 2017

ISBN : 978-979- 565-812-2

Nilai penting dari buku ini adalah semangat Romo Felix Supranto untuk terus menjumpai para pemimpin agama Islam demi terciptanya persatuan bangsa. Bagi Romo Felix, perjumpaan memiliki banyak manfaat. Perjumpaan melahirkan rasa penasaran. Ada pertanyaan tentang tujuan kedatangannya. Perjumpaan melahirkan kebaikan dan ikatan emosional. Ketika berpisah ada perasaan kehilangan dan harapan untuk berjumpa lagi.

Dia berkeliling untuk bertemu para ulama sebagai panutan umat. Di Indonesia peran pemimpin agama sangat signifikan. Satu pemimpin bisa mempengaruhi ribuan bahkan jutaan orang. Maka, bila para pemimpin agama berselisih, umat yang menjadi korban. Dengan membuat kesamaan visi dengan para pemimpin agama Islam, Romo Felix berusaha menyatukan umat Islam dengan Katolik.

Buku ini mengisahkan kegigihan dan low profile Romo Felix menemui para ulama door to door. Tidak jarang pula, dia diundang untuk memberi wawasan kebangsaan kepada anggota Anshor Nahdhatul Ulama, menghadiri acara wisuda santri di pesantren atau bersama dengan pemuka agama dan jajaran kepolisian membangun kerukunan. Dia kadang tidak datang seorang diri. Bersama-sama umat Katolik, yang kadang juga membawa anak kecil, mendatangi komunitas umat Islam. Menurutnya, kerukunan tidak hanya dijalin kaum dewasa. Kerukunan perlu dipupuk sejak balita. "Sikap toleran memang paling mudah diterapkan, diperkenalkan, dan diajarkan ketika usia masih kanak-kanak atau usia dini," katanya (hlm 103).

Pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin Islam ini, banyak memberi wawasan dan pengalaman berharga. Misalnya tentang intoleransi. Menurut Kyai Haji Maski, intoleransi bukan ajaran agama. "Intoleransi berasal dari keangkuhan manusia karena terlalu membanggakan kehebatannya sendiri sehingga menganggap yang berbeda itu salah," kata Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama tersebut (hlm 21).

Romo Felix sadar, tidak setiap perjumpaan otomatis menghasilkan ikatan persatuan yang kuat. Perbedaan secara fundamental mengandung benih perpecahan dan ancaman laten jika tidak disadari dengan hati yang penuh kasih. Maka, di setiap perjumpaan dengan para pemimpin agama, dia mengedepankan kasih, menghindari debat, atau pembicaraan yang sensitif. Dia lebih banyak minta arahan dan wejangan. Romo Felix bertahun-tahun berusaha melakukan ini karena dia sadar, bila tak ada yang memulai, tidak akan ada yang berjalan. Tanpa ada yang berani mengambil inisiatif lebih dulu, tidak ada jaminan orang lain bergerak untuk melakukan.

Kegiatan dipilih yang universal seperti yang diadakan umat Paroki Santa Odilia, Citra Raya, Tangerang, berupa "Jalan Sehat Peduli Sampah." Kegiatan ini diikuti ribuan orang lintas ragam. "Persatuan dalam keragaman inilah yang menjadikan seluruh masyarakat merasa dalam satu kesatuan, " tulis Romo Felix (hlm 6).

Semakin maraknya penonjolan simbol dan mencoloknya formalisasi kegiatan agama menjadi sinyalemen adanya gesekan yang sulit dielakkan. Sebaliknya, memasukkan nilai agama ke dalam kegiatan sosial justru akan menarik perhatian, tanpa was-was dan terancam.

Buku ini secara sederhana menyampaikan kegiatan Romo Felix bersama masyarakat. Ada kisah kunjungannya ke beberapa ulama, lengkap dengan suguhan foto-fotonya. Kesediaannya untuk berkunjung tersebut, banyak para pemimpin Islam yang menilai, Romo Felix sosok yang low profile. Tidak heran setiap kunjungannya, terasa seperti saudara sendiri. Ulama menyambutnya dengan ramah dan leluasa ngobrol asyik. Sikap Romo Felix ini penting ditiru pemimpin agama yang lain.

Diresensi Faiz, Staf Lembaga Pendidikan An-Najah Karduluk, Sumenep, Jatim

Komentar

Komentar
()

Top