Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pendidikan Keagamaan I Bagian dari Strategi Menghindari Kekerasan Seksual

Seluruh Ponpes Lebak Harus Ramah Anak

Foto : ANTARA/Mansur

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lebak H Badrusalam.

A   A   A   Pengaturan Font

Kemenag Lebak terus mengoptimalkan pembinaan terhadap kiai dan ustaz pengelola ponpes. Mereka harus mampu melindungi para santri dari kekerasan seksual.

LEBAK - Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, menargetkan seluruh pondok pesantren (ponpes) ramah anak. Hal ini penting terutama guna mencegah tindakan kekerasan seksual. "Secara bertahap, ponpes Lebak akan merealisasikan ramah anak," kata Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lebak, H Badrusalam, di Lebak, Minggu (3/7).
Ponpes di Kabupaten Lebak yang sudah merealisasikan ramah anak masih sedikit, makanya harus terus ditingkatkan. Proses pembelajaran santri di lingkungan ramah anak tentu lebih nyaman, aman, kondusif, dan konsentrasi untuk menimba ilmu agama.
Saat ini, kata dia, baru puluhan ponpes yang sudah memiliki prasarana ramah anak. Prasarana ponpes ramah anak di antaranya menggunakan pola pembelajaran asrama, tempat tinggal terpisah antara santri laki-laki dan perempuan. Selain itu, murid perempuan akan ditangani wanita, demikian sebaliknya.
Kemenag Lebak terus mengoptimalkan pembinaan dan pengawasan terhadap kiai dan ustaz pengelola ponpes untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi santri yang tengah mendalami ilmu agar tidak menjadi korban kekerasan.
"Kita minta pengelola ponpes agar bisa membangun sarana lingkungan ramah anak," ujar Badrusalam.

2.000 Lebih
Menurut dia, jumlah ponpes Kabupaten Lebak tercatat 2.020 unit. Ini tersebar di 28 kecamatan. Namun, sebagian besar dikelola secara tradisional atau salafi. Saat ini, ujar dia, ponpes yang dikelola secara modern baru 30 unit. Untuk ponpes modern hampir sebagian besar dilengkapi prasarana ramah anak.
"Hingga kini, belum ada laporan ponpes yang terlibat kasus kekerasan seksual yang menimpa santri perempuan," katanya. Untuk mengantisipasi kekerasan seksual, tambah Badrusalam, para kiai sebagai pengelola ponpes dapat menyampaikan edukasi tentang hukuman bagi pelaku perzinahan agar tidak terlibat perbuatan asusila.
Selain itu, pengelola pesantren wajib menanamkan nilai-nilai moralitas kepada santrinya. Pesantren sebagai pusat lembaga pendidikan agama Islam harus menjadi teladan untuk membentuk karakter masyarakat yang baik.
"Kami yakin dengan penanaman nila-nilai tersebut akan mampu mencegah perbuatan amoral," katanya.
Sementara itu, Shopie dan Salsabila, santriwati Ponpes Markaz Tahfizh Madinatul (MQL) Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, mengatakan selama mengikuti proses pembelajaran di ponpes sangat ramah anak. Mereka merasa diberi kenyamanan dalam penyampaian metode penghafalan Al Quran.
Sebab, keduanya selama tiga tahun belajar di ponpes mampu menghafal Al Quran hingga 30 juz.
Santri yang belajar di Ponpes MQL Rangkasbitung dari berbagai daerah di sejumlah wilayah di Provinsi Banten, Aceh, Palembang, Makasar, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
"Kami mampu menghafal Al Quran 30 juz, karena kondisi ponpes ramah anak, sehingga bisa belajar dengan tenang dan terkonsentrasi. Para santri diharapkan dalam sehari hafal dua lembar ayat Al Quran," katanya. Ant/wid/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top