Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Sekjen PBB Menyerukan Reparasi Perbudakan untuk Mengatasi Diskriminasi

Foto : istimewa

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, berbicara saat konferensi pers di markas besar PBB di New York City, 8 Februari 2024.

A   A   A   Pengaturan Font

NEW YORK - Sekjen PBB, Antonio Guterres,pada hari Senin (25/3) menyerukan reparasi atas perdagangan manusia yang diperbudak secara transatlantik, sebagai cara untuk mengatasi warisan yang ada dalam masyarakat saat ini, termasuk rasisme sistemik.

Dikutip dari The Straits Times, dari abad ke-15 hingga ke-19, setidaknya 12,5 juta orang Afrika diculik, diangkut secara paksa oleh kapal dan pedagang Eropa, dan dijual sebagai budak. Mereka yang selamat dari pelayaran brutal tersebut akhirnya bekerja keras di perkebunan di Amerika, sebagian besar di Brazil dan Karibia, sementara yang lain mengambil keuntungan dari kerja mereka.

Dalam sebuah pernyataan untuk memperingati Hari Peringatan Korban Perbudakan Internasional PBB, Guterres mengatakan, masa lalu "meletakkan dasar bagi sistem diskriminasi kekerasan berdasarkan supremasi kulit putih".

"Kami menyerukan kerangka keadilan reparatoris untuk membantu mengatasi generasi eksklusi dan diskriminasi," kata Guterres.

Pada bulan September, sebuah laporan PBB menyarankan negara-negara harus mempertimbangkan reparasi keuangan sebagai kompensasi atas perbudakan. Gagasan membayar reparasi atau melakukan perbaikan terhadap perbudakan mempunyai sejarah yang panjang namun gerakan ini telah mendapatkan momentumnya di seluruh dunia.

"Ini adalah gerakan yang pada akhirnya akan menandakan kemenangan kolektif umat manusia, kebaikan atas kejahatan," kata Hilary Beckles, ketua komisi reparasi serikat politik dan ekonomi Komunitas Karibia atauCaribbean Community political and economic union (CARICOM), di Majelis Umum PBB.

Komisi reparasi CARICOM dibentuk untuk mengupayakan reparasi, termasuk pembatalan utang dan dukungan untuk mengatasi krisis kesehatan masyarakat, dari negara-negara bekas kolonial seperti Inggris, Prancis, dan Portugal.

Kampanye perbaikan, yang menghasilkan rencana perbaikan sosio-ekonomi untuk negara-negara CARICOM, merilis sebuah jajak pendapat pada hari Senin yang menunjukkan empat dari sepuluh orang di Inggris setuju bahwa Karibia harus menerima kompensasi finansial, sementara tiga dari lima orang setuju permintaan maaf resmi harus dilakukan.

"Sudah waktunya bagi Inggris dan negara-negara kolonial lainnya untuk mengakui tanggung jawab mereka," kata Direktur Pusat Penelitian Reparasi di Universitas West Indies, Verene Shepherd.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top