Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hubungan Multilateral

Sejumlah Negara Harapkan Hasil Positif dari Pertemuan Xi-Biden

Foto : AFP/SAUL LOEB

Presiden Tiongkok, Xi Jinping dan Presiden AS, Joe Biden, terakhir kali bertemu di KTT G20, Bali pada 14 November 2022.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Para duta besar untuk Amerika Serikat (AS) dari Singapura, Australia, dan Prancis, pada Senin (30/10), mengatakan mereka memiliki ekspektasi yang moderat, hasil positif dari pertemuan puncak Presiden AS, Joe Biden, dan mitranya dari Tiongkok, Xi Jinping, mengingat posisi fundamental kedua belah pihak.

Dikutip dari The Straits Times, para utusan tersebut berbicara dalam diskusi publik yang jarang terjadi mengenai hubungan AS-Tiongkok di Washington di Council on Foreign Relations, sebuah wadah pemikir terkemuka.

Kedua presiden diperkirakan bertemu di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik atau Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 11-17 November di San Francisco, namun belum ada rincian yang diumumkan.

Para Duta Besar, Laurent Bili dari Perancis, Lui Tuck Yew dari Singapura, dan Kevin Rudd dari Australia, semuanya sebelumnya bertugas di Tiongkok. Lui telah menjadi Duta Besar Singapura untuk AS sejak Juni.

"Tiongkok dan AS telah mampu menstabilkan hubungan mereka setelah mengalami kemerosotan, dengan berbicara satu sama lain dan bukannya saling melupakan satu sama lain," kata Lui.

"Namun, terlalu berlebihan untuk berharap bahwa satu pertemuan saja akan menghasilkan pertemuan pikiran," tambahnya.

"Saling curiga, masalah yang sulit diselesaikan (dan) tidak adanya kepercayaan strategis, yang berarti akan memakan waktu lama sebelum tren naik berkelanjutan," tuturnya.

Hubungan Rentan

Dia mencatat hubungan tersebut tetap rentan terhadap peristiwa seperti dugaan balon mata-mata Tiongkok yang melayang di atas AS pada awal 2023, membatalkan perjalanan Menteri Luar Negeri, Antony Blinken, ke Beijing dan menjatuhkan hubungan ke titik terendah baru.

Rudd, mantan Perdana Menteri Australia dan penulis buku yang diterbitkan pada 2022, The Dodgeable War: The Dangers of A Catastrophic Conflict Between the US And Xi Jinping's China, mencatat tiga realitas strategis yang mendasarinya.

Tiongkok telah bergerak dari kelompok terpinggirkan menjadi pusat kekuatan global, Xi ingin mengubah status quo ke arah yang lebih mengakomodasi kepentingan dan nilai-nilai Tiongkok, dan AS serta sekutunya telah memilih untuk menolak hal tersebut, katanya. "Kita harus realistis mengenai landasan strategis ini," tambah Rudd.

"Penilaian saya adalah bahwa kedua negara dan para pemimpin mereka saat ini berupaya untuk menstabilkan hubungan, tetapi menstabilkannya, bukan menormalisasikannya," ujar dia.

Menurut Rudd, Beijing dan Washington masih memandang hubungan ini melalui sudut pandang yang berbeda.

"Bagi Tiongkok, kepentingannya adalah untuk menstabilkan (hubungan) ke arah yang membuka kembali lebih banyak perdagangan, lebih banyak investasi atau akses ke pasar modal, tidak hanya untuk AS, tetapi juga dengan negara-negara di seluruh dunia termasuk Eropa," tambahnya.

"Dengan kata lain, untuk meredakan sebagian ketegangan ekonomi internal, yang kini dihadapi Tiongkok karena menurunnya pertumbuhan, karena kesulitan dalam model perekonomian dalam negerinya sendiri".

Dia menjelaskan pandangan AS mengenai stabilisasi agak berbeda. "Washington telah memulai kampanye sadar untuk mengambil risiko ekonomi dari Tiongkok, apakah itu mineral penting atau semikonduktor. Namun, Washington ingin melanjutkan dialog militer-ke-militer dengan PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) untuk mengurangi risiko tersebut, dari perang dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan atau di Selat Taiwan secara tidak sengaja," ungkapnya.

SB/ST/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top