Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Sejarah 7 Februari: Kecelakaan Pesawat Garuda Indonesia yang Terbakar Kala Mendarat

Foto : FearofLanding

Kecelakaan Pesawat Boeing 737 Garuda Indonesia GA200.

A   A   A   Pengaturan Font

Hari ini menandakan 16 tahun kecelakaan pesawat B737-400 Garuda Indonesia yang menyebabkan 21 penumpang dan satu awak kabin meninggal dunia. Tepatnya pada 7 Maret 2007 pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA200 yang mengangkut 133 penumpang dan 7 kru tergelincir dan terbakar di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta.

Berdasarkan pernyataan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, pesawat tipe Boieng dengan rute penerbangan Jakarta-Yogyakarta diketahui sempat mengalami guncangan hebat sebanyak dua kali saat mendarat yang disusul dengan percikan api dari roda depan pesawat.

Tak berhenti sampai di situ, percikan api semakin besar dan disertai dengan kepulan asap. Pesawat kemudian keluar dari landasan pacu dan menuruni tanggul sedalam tiga meter. Pesawat yang saat itu sudah dalam keadaan terbakar kemudian meledak. Sontak puluhan awak berhamburan ke arah ujung landasan, termasuk sejumlah mobil pemadam kebakaran dan ambulans.

Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) seperti yang dikemukakan Dinas Perhubungan, menuturkan kecepatan pesawat terbang melampaui kecepatan operasi dengan wing flaps. Saat itu, copilot memilih untuk tidak menurunkan flaps sebagaimana yang diperintahkan oleh pilot in command (PIC).

Kecepatan pesawat relatif terhadap daratan atau ground speed pada saat itu adalah 235 knots. Pesawat menyentuh landasan pacu dengan kecepatan 221 knots, yaitu 87 knots lebih cepat daripada kecepatan pendaratan yang seharusnya untuk posisi flap 40 derajat.

Sesaat setelah pesawat menyentuh landasan pacu, copilot berteriak agar go around.

Pesawat kemudian meluncur melewati ujung landasan pacu dengan kecepatan 110 knots. Pesawat melintasi/memotong jalan dan menabrak tanggul sebelum berhenti di sawah, yang berjarak sekitar 252 meter dari ujung landasan pacu.

Tabrakan menyebabkan pesawat hancur yang diperparah dengan kobaran api yang timbul dari kebocoran bahan bakar pasca tabrakan.

Menurut KNKT, pesawat diterbangkan dengan kecepatan yang berlebihan dan sudut terbang yang tajam saat approach dan mendarat. Kondisi ini merupakan approach tidak stabil. Diketahui juga PIC tidak mengikuti prosedur perusahaan yang menyatakan bahwa bila approach tidak stabil penerbang harus membatalkan pendaratan dan melakukan go around.

Perhatian penerbang kala itu terpaku pada usaha untuk mendaratkan pesawat di landasan pacu dan mengabaikan peringatan dan perintah dari GPWS. Begitu juga dengan teriakan copilot untuk melakukan go around.

Dengan kata lain, penyelidikan KNKT telah menentukan bahwa awak pesawat tidak menerapkan prosedur terbang yang menjamin keselamatan operasi.

Pada sisi lain, copilot tidak melaksanakan prosedur perusahaan untuk mengambil alih kendali pesawat dari PIC pada saat melihat PIC berkali-kali mengabaikan peringatan dan perintah dari GPWS. Padahal, dalam Basic Operation Manual Garuda tercantum instruksi kepada copilot untuk mengambil alih kemudi pesawat dari PIC, dan melakukan go around.

Catatan-catatan yang ada tidak menunjukkan bahwa copilot telah dilatih dan di-check pada simulator untuk melakukan tindakan dan respon penting dalam menghadapi kondisi yang membahayakan keselamatan operasi penerbangan.

Selain itu, mobil pemadam kebakaran dan rescue Bandara Yogyakarta tidak dapat mencapai lokasi kecelakaan. Terlebih sebagian mobil pemadam kebakaran tidak memiliki bahan pemadam api yang cocok. Kelambatan dalam pemadaman, dan kekurangan bahan pemadam api yang cocok mengurangi efektifitas pertolongan terhadap korban.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top