Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Sejarah 10 Februari: Kerusuhan Hari St Scholastica di Oxford

Foto : Istimewa

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Pada hari ini di tahun 1355, keluhan dua mahasiswa dari University of Oxford mengenai kualitas anggur atau wine yang buruk berubah menjadi kerusuhan selama tiga hari, yang dikenal sebagai St Scholastica Day Riot. Sedikitnya sekitar 30 warga kota Oxford dan tewas, 63 anggota universitas tewas akibat kerusuhan itu.

Pada 10 Februari 1355, Walter de Springheuse dan Roger de Chesterfield yang merupakan mahasiswa University of Oxford tengah menghibur teman mereka di kedai minuman atau bar di Swindlestock Tavern, yang berbasis di Carfax, di pusat kota Oxford.

Suasana tiba-tiba berubah usai menyatakan anggur yang dipesannya menjijikkan dan melemparkannya kembali ke wajah sang penjual. Pertengkaran meningkat dengan cepat setelah para siswa mulai berdebat dengan pengelola bar tersebut, juga pelanggan penginapan yang bergabung di masing-masing kubu.

Siapa sangka, kekerasan yang dimulai dengan perkelahian di bar itu berlanjut selama tiga hari kedepan. Kedua kubu perusuh membunyikan lonceng gereja untuk mengumpulkan pendukung mereka masing-masing. Gerombolan orang bersenjata dilaporkan datang dari pedesaan untuk membantu penduduk kota. Seketika aula universitas dan akomodasi mahasiswa digerebek dan penduduknya dibunuh.

Tentu saja, bukan anggur yang menyebabkan kerusuhan sebenarnya, melainkan persaingan kota dengan universitas yang kembali menegang. Bentrokan kekerasan telah berkobar beberapa kali sebelumnya.

University of Oxford adalah salah satu dari banyak institusi yang muncul di seluruh Eropa Barat pada akhir Abad Pertengahan, yang mempromosikan pembelajaran teologis dan studi sekuler. Meskipun mulai mengajar pada tahun 1096, dari tahun 1200-an, Universitas menerima piagam kerajaan untuk melatih anggota bangsawan guna membantu Gereja pusat. Karena semakin banyak sarjana berbondong-bondong ke Oxford, mereka tidak hanya menyesuaikan dan berasimilasi dengan kota setempat, tetapi pada kenyataannya menyebabkan banyak ketegangan dengan penduduk setempat.

Pada tahun 1209 dua sarjana University of Oxford digantung oleh penduduk setempat setelah kematian seorang wanita. Pada 1248 seorang sarjana Skotlandia dibunuh oleh warga. Uskup Lincoln, kemudian memberlakukan larangan ekskomunikasi terhadap pelakunya dan Raja Henry III mendenda pemerintah kota sebesar 80 mark.

Sejak saat itu, kekerasan terus terjadi secara berkala dan 12 dari 29 pengadilan koroner diadakan antara tahun 1297 dan 1322 terkait pembunuhan oleh para mahasiswa. Namun, banyak dari mereka yang tidak dihukum oleh universitas atau hukum setempat.

Pada bulan Februari 1298 misalnya. Kala itu, seorang warga negara dibunuh oleh seorang mahasiswa dan salah satu siswa dibunuh oleh warga kota. Penduduk kota yang bertanggung jawab atas pembunuhan sarjana itu dikucilkan dan kota itu didenda 200 poundsterling sebagai ganti rugi. Namun, tidak ada hukuman yang diberikan kepada siswa.

University of Oxford memang menjalankan pengadilan mereka sendiri. Universitas bahkan memiliki kekuatan untuk memberlakukan jam malam pada penduduk.

Meskipun Walikota memohon Rektor untuk menangkap para siswa yang terlibat St Scholastica Day Riot, hukum para cendekiawan sendiri membebaskan mereka. Selama tiga hari berikutnya, sekitar 200 orang bersenjata dari seluruh pedesaan didorong dan dibayar oleh juru sita kota untuk melakukan perjalanan ke Oxford untuk berpartisipasi dalam pertarungan ini.

Setelah kerusuhan berakhir, baik hierarki universitas maupun penduduk kota menyerahkan diri mereka dan hak entitas mereka masing-masing kepada Raja Edward III.

Dia kemudian mengirim hakim ke kota untuk menentukan apa yang telah terjadi dan menyarankan langkah apa yang harus diambil. Sayangnya, penduduk kota diperlakukan dengan kurang baik. Raja Edward kala itu mendenda kota sebesar 500 mark.

Sementara masalah telah ditangani oleh komisi penyelidikan kerajaan sudah, Uskup Lincoln justru ikut memberlakukan larangan terhadap penduduk kota, dan melarang semua praktik keagamaan, termasuk pelayanan gereja seperti penguburan dan pernikahan. Menurut Wikiwand, hanya pembaptisan anak kecil yang diizinkan.

Pada tanggal 27 Juni 1355 Edward mengeluarkan piagam kerajaan yang mengamankan hak-hak universitas atas hak-hak kota. Antara lain, memberikan hak kepada rektor universitas untuk mengenakan pajak atas roti dan minuman yang dijual di kota dan kekuasaan untuk mendesak agar penduduk menjaga properti mereka dalam kondisi baik.

Sementara otoritas kota diberi kekuasaan untuk mengambil tindakan dalam situasi hukum yang melibatkan warga di kedua sisi. Sementara setiap tindakan yang melibatkan mahasiswa atau universitas di satu sisi ditangani oleh universitas.

Sejarawan C. H. Lawrence mengamati bahwa piagam tersebut "merupakan klimaks dari serangkaian panjang hak istimewa kerajaan yang mengangkat universitas dari status penduduk yang dilindungi menjadi kekuatan dominan di kota".


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top