Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Ekonomi - Defisit Neraca Perdagangan 2018 Ukir Rekor Terburuk

Saatnya Pacu Ekspor untuk Perbaiki Defisit Perdagangan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia pada 2018 mengukir rekor defisit terburuk sepanjang sejarah perekonomian nasional sebesar 8,57 miliar dollar AS. Sejumlah kalangan menilai defisit itu disebabkan akumulasi persoalan akut yang tak kunjung tertangani, terutama kebergantungan yang tinggi pada impor, khususnya pangan, barang konsumsi, serta minyak dan gas (migas).

Di sisi lain, perkembangan kinerja ekspor menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan karena hingga kini belum mampu mengurangi kebergantungan pada ekspor komoditas dan melakukan diversifikasi pasar ekspor. Untuk memperbaiki defisit perdagangan itu, pemerintah diharapkan lebih serius mengendalikan impor dan fokus memacu ekspor, khususnya nonmigas.

Menanggapi kinerja perdagangan itu, ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan untuk mengatasi defisit tersebut tak ada cara lain selain mendorong peningkatan lifting minyak di Indonesia dengan menciptakan investasi migas yang berkualitas khususnya di bidang eksplorasi. Selain itu, upaya menekan impor migas juga bisa melalui percepatan program Biodiesel B20.

"Sayangnya, saat ini masih ada kendala dalam pasokan bahan baku FAME dan kesiapan user non-PSO dalam serap B20," kata Bhima, di Jakarta, Selasa (15/1). Biodiesel B20 adalah bahan bakar diesel yang ditambahkan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) sebesar 20 persen. Bhima menambahkan, pemerintah sebaiknya juga segera menunda proyek infrastruktur yang berkontribusi pada tingginya impor bahan baku dan barang modal.

"Proyek infrastruktur pemerintah akan dikebut, otomatis impor bahan baku dan barang modal untuk keperluan infrastruktur akan sangat besar," jelas dia. Sebelumnya, ekonom senior, Faisal Basri, juga menyoroti kebergantungan impor gula yang sangat tinggi. Bahkan, saat ini Indonesia menjadi importir gula terbesar di dunia melampaui Tiongkok dan Amerika Serikat (AS).

Dia mengingatkan pemerintah bahwa praktik perburuan rente atau rent seeking yang sangat masif pada impor pangan, seperti gula tersebut, berpeluang memperparah defisit neraca perdagangan Indonesia. "Praktik rente gila-gilaan seperti ini berkontribusi memperburuk defisit perdagangan," tegas Faisal.

Menurut dia, pemerintah sebenarnya telah melakukan segala upaya untuk menekan defisit perdagangan, kecuali memerangi praktik perburuan rente tersebut. Sementara itu, ekonom CORE, M Faisal, mengemukakan buruknya kinerja perdagangan 2018 didorong oleh dua sisi, yakni anjloknya pertumbuhan ekspor serta akselerasi impor yang tajam. Ekspor hanya tumbuh 6,7 persen, jauh di bawah performa 2017 yang tumbuh sampai 16,2 persen.

Sebaliknya, impor malah terakselerasi dari 15,7 persen pada 2017 menjadi 20,2 persen pada 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 2018, ekspor tumbuh 6,65 persen menjadi 180,06 miliar dollar AS. Sementara impor tumbuh 20,15 persen menjadi 188,63 miliar dollar AS. Dengan demikian neraca perdagangan mencatat defisit 8,57 miliar dollar AS.

M Faisal menjelaskan pendorong utama defisit perdagangan 2018 adalah pelebaran defisit migas yang mencapai 12,4 miliar dollar AS. Namun, sektor nonmigas juga menghadapi masalah serius. "Walaupun masih surplus, terjadi penciutan tajam surplus nonmigas dari 20,4 miliar dollar AS pada 2017 menjadi 3,8 miliar pada 2018, atau kontraksi sebesar 81,4 persen," jelasnya.

Reformasi Struktural

Ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, melihat pentingnya pemerintah untuk segera mempercepat reformasi struktural pada 2019. "Khususnya tentang cara mengurangi kebergantungannya pada ekspor komoditas dan untuk mendiversifikasi pasar ekspornya," papar dia. Sementara itu, Satria meyakini defisit transaksi berjalan pada 2019 akan moderat di kisaran 2,8 persen seiring dengan kondisi keseimbangan eksternal Indonesia yang masih terbebani oleh perlambatan pertumbuhan global dan harga komoditas yang lebih rendah pada 2019.

Artinya, perbaikan performa ekspor masih akan berat pada tahun ini. Dihubungi terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan kondisi itu disebabkan ekspor nonmigas tidak mampu mengimbangi tingginya impor migas. Neraca migas terus mengalami defisit.

"Neraca migasnya defisitnya naik terus. Ya memang migas itu bukan sesuatu yang mudah. Itu karena kebutuhan kita. Sementara nonmigas pertumbuhannya tidak mampu mengimbangi," kata Darmin. Berbeda dengan tahun sebelumnya ketika ekspor nonmigas masih tumbuh cukup baik dalam mengimbangi impor migas.

ahm/ers/Ant/WP

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top