Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 28 Sep 2019, 01:00 WIB

Saatnya Menjadi Penulis Writerpreneur

Foto: dok/Elang Tempur

Buku tidak sekadar curahan hati. Penulis harus terlibat dalam segi komersial.

Dunia kepenulisan tidak hanya berhenti di blog maupun penerbit. Penulis dapat merawat dan menawarkan karyanya hingga ke layar kaca maupun layar lebar. Komunitas Elang Tempur mengajak para penulis untuk menaikkan nilai jual karyanya.

"Di jaman sekarang kalau mau nulis idealis itu susah," ujar Kirana Kejora, pendiri Komunitas Elang Tempur yang ditemui disela-sela peluncuran buku Komunitas Elang Tempur di Perpustakaan Nasional, Jakarta, belum lama ini.

Kirana mengatakan buku tidak sekedar curahan hati melainkan penulis harus terlibat dalam segi komersial, seperti promosi maupun pitching film. Ini supaya, penulis dapat menaikkan "harga jualnya".

Untuk itu, idealisme penulis perlu dibuat kreatif sehingga menghasilkan karya yang inovasitif. Suatu karya yang tidak ada dalam buku-buku lainnya.

Ia mencontohkan, buku tentang kearifan lokal merupakan buku yang inovatif. Lantaran, cerita buku mengangkat kekayaan budaya dalam negeri yang belum tentu dimiliki negara lain.

Ceritanya pun memiliki nilai karena mengangkat cerita yang bersifat lokal. Dengan budaya Tanah Air yang beragam, cerita akan memperkaya isi cerita dalam buku.

Komunitas Elang Tempur ingin menjadikan anggotanya memiliki kepekaan terhadap permasalahan disekitarnya. Tidak itu saja, penulis perlu memiliki jiwa mandiri.

Bukan jamannya lagi, hasil karya hanya diserahkan pada pihak penerbit. Penulis perlu ikut terlibat dalam pemasaran buku atau menjadi writerpreneur. Keterlibatan penulis dimulai dari ide cerita, menulis, strategi pemasaran sampai adaptasi film.

"Bahkan penulis ikut menentukan penggunaan found dan cover," ujar penulis yang menyebut dirinya independen ini. Lantaran, dia tidak mau menyerahkan karya sepenuhnya pada penerbit.

Menurutnya, karya adalah milik penulis, merekalah yang memberikan jiwa pada karyanya. Akhirnya, karya memiliki nilai jual yang layak. Untuk itu, penulis perlu merawat hasil karyanya. Kinara menyebutkan penulis harus menjadi petarung di dunia literasi.

Dengan kemajuan teknologi, hasil tulisan tidak hanya berupa buku. Tulisan dapat dikembangkan menjadi film maupun web series.

Untuk itu, konsep penulisan pun tidak hanya menjadi bahan bacaan. Tulisan harus dipersiapkan untuk diangkat ke layar kaca maupun layar lebar, mulai dari ide cerita, cover hingga proses penawaran ke investor.

Kinara mengistilahkan buku harus memiliki konsep yang rapi dan detail sehingga dapat menarik investor. Jika buku divisualkan, imbasnya, "harga jual" penulis akan meningkat.

Setiap karyanya akan mendapatkan penawaran tinggi. Begitupula jika karya penulis menjadi best seller, karya akan mendapatkan penawaran lebih tinggi dari sebelumnya.

Di Sisi lain, penulis yang menjadi pembicara maupun konsultan pun dapat mendongkrak nilai jualnya. Semua berawal dari buku yang memiliki konsep daya jual yang jelas. "Buku sebagai amunisi," ujar perempuan yang menerbitkan berbagai buku ini.

Buku yang dikonsep secara matang hingga best seller maupun ceritanya ditayangkan secara visual dapat meningkatkan nilai jual penulisnya. Komunitas Elang Tempur merupakan komunitas yang masih tergolong muda. Komunitas ini berdiri pada 5 September 2019.

Komunitas berdiri untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas untuk alumni Workshop Writerpreneur Accelerate (WWA) Bekraf 2019.

Ide-ide yang telah diberikan selama workshop dilanjutkan dalam kegiatan komunitas. Sampai saat ini, mereka berhasil menerbitkan delapan buku antologi, yaitu Rempah Rindu, Episode Kita, Tumpeng, Antargata, Pituloka, Mereka Tiada, Menuju Kembali dan Suatu Hari Bersama Pak Senen.

Kirana bergarap tahun depan terbit 55 novel solo karya penulis. Novel tersebut tidak lain ditulis anggota komunitas sebanyak 55 orang. Hingga saat ini, Kirana belum memiliki kepengurusan komunitas. Dalam waktu dekat, dia berharap dapat menyusun kepengurusan untuk mengembangkan kegiatan komunitas. din/E-6

Berkarya dan Wajib Membagi Ilmu

Penulis yang bekerja menghasilkan karya, identik dengan pribadi yang memiliki ego kuat. Namun di Komunitas Elang Tempur, karakter tersebut perlu disimpan maupun di buang jauh-jauh. Komunitas lebih mengutamakan kepedulian terhadap sesama anggota.

"Saya nggak mau mereka ngartis," ujar Kirana tentang anggotanya. Yang dimaksud tidak lain, penulis yang memiliki mental selebriti sehingga mereka tidak peduli terhadap anggota yang lain. Di Komunitas Elang Tempur, para anggota didorong memiliki kepedulian terhadap anggota lain dan membumi.

Bagi Kirana menjadi writerpreneur tidak hanya berbekal skill namun memiliki rasa peduli terhadap sesama, khususnya sesama penulis. Dengan berbagi, ilmu menulis pun akan semakin terasah.

Hal ini berlaku untuk anggota yang telah mendapat kontrak dengan production house. Mereka diharapkan dapat membagi ilmunya dengan teman-teman lainnya.

"Jangan pelit ilmu, jangan pelit info," ujar dia. Para anggota diharapkan untuk saling berbagi pengetahuan maupun berbagi informasi tentang peluang-peluang kepenulisan.

Writerpreneur yang membutuhkan mental yang tangguh akan semakin mudah terwujud kalau saling berkolaborasi antara satu dengan yang lainnya. Untuk itu, Kirana tidak segan-segan menegur bahkan meminta keluar, anggota yang bersikap jaim alias jaga image.

Rupanya hal ini bukan omong kosong belaka, keakraban anggota terlihat pada peluncuran delapan buku Komunitas Elang Tempur. Acara Yang diisi dengan pementasan dari masing-masing kelompok judul buku terlihat guyup antara satu dengan lain.

Para anggota pun terlihat saling bantu untuk kelancaraan acara. Ucapan sapaanpun dengan mudah terlontar dari anggota yang baru datang maupun yang akan pamit. Kirana berharap Komunitas Elang Tempur dapat membumikan rasa dan berjalan dengan pikiran sesuai buah karyanya yang berwujud tulisan. din/E-6

Penulis, Antara Harapan dan Tantangan

Tenaga terkuras tidak menyurutkan para penulis untuk menjadi writerpreneur. Karena, writerpreneur memberikan harapan bahkan tantangan untuk seorang penulis.

Menjadi writerpreneur, penulis tidak sekedar menyetorkan naskah ke penerbit. Namun, mereka terlibat langsung mulai dari ide cerita, penulisan, target menulis, lama penulisan, layout, cetak, penentuan harga bahkan sampai promosi.

Wilda Hikmalia, 28 yang baru memulai menjadi writerpreneur melalui buku antologi Antargata, yang ditulis bersama enam penulis lainnya, mengaku tertantang untuk menjadi writerpreneur.

"Seru karena ilmu baru, sebelumnya hanya nulis-nulis saja," ujar wanita yang berprofesi sebagai tenaga administrasi di sebuah madrasah di Tangerang yang ditemui di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Minggu (22/9). Dia mengakui menjadi writerpreneur membutuhkan tenaga ekstra lantaran harus turut "membesarkan" bukunya.

Baru pada buku ketiganya, Antargata, dia mendapatkan pengalaman baru dalam menulis. Sebelumnya dia banyak menulis perjalanan solo wisatanya yang berhasil dibukukan menjadi dua buku.

Dalam buku ketiganya, dia menulis fiksi cerita misteri. Wilda mengaku cukup kesulitan untuk menyesukaikan gaya penulisannya. "Susah. Fiksi, kita harus menciptakan ide secara logis. Kita juga harus riset," ujar dia. Supaya, cerita memiliki alur dan dapat diterima secara nalar serta tidak mengandung SARA.

Melalui Antargata yang dikerjakan bersama temantemannya, untuk pertama kali dia dan tim penulis melakukan pitching ke investor web series. Perusahaan penyedia jasa streaming inilah yang akan menayangkan cerita yang diangkat dari buku ke dalam visual.

Cerita yang terpilih akan ditayangkan ke 17 negara dalam waktu bersamaan. Pengalaman tersebutlah yang menggugah perempuan yang ingin banting setir menjadi writerpreneur.

Sedikit berbeda dengan Wilda, Annisa Hasanah lebih memilih untuk mempelajari proses penulisan yang film atau yang memiliki nilai untuk diangkat ke layar lebar. Pasalnya setelah mengikuti workshop penulisan writerpreneur, dia merasakan kalau kemampuan menulisnya belum memadai.

"Kalau kita terjun ke salah satu dunia (kegiatan), kita merasa kecil banget belum ada apa-apanya," ujar dia memberikan alasan.

Terlebih, Annisa belum pernah menulis untuk ditayangkan ke layar lebar maupun layar kaca. Sepertihalnya Wilda, selama ini dia lebih banyak menulis perjalanan solo travelingnya Di blogger.

Rupanya, pengalaman solo traveling tanpa mengeluarkan biaya dilirik penerbit. Hingga saat ini, dia sudah memiliki dua buku tentang perjalanan wisata.

Namun begitu, wanita yang memiliki usaha membuat game edukasi ini beranggapan penulis perlu memiliki mindset writerpreneur.

Terlebih setelah dia mengikuti workshop writerpreneur, dia memiliki pandangan lain tentang menulis. Ternyata, karya tulisan memiliki peluang untuk diangkat ke layar lebar maupun web series. Hal tersebut merupakan peluang untuk para penulis, seperti dirinya. din/E-6

Redaktur:

Penulis: Dini Daniswari

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.