Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Global

Saatnya Memacu Kapasitas Produk Dalam Negeri

Foto : Sumber: BPS, Kemendag – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Berubahnya pola perdagangan global seharusnya jadi momentum bagi Indonesia untuk mengurangi kebergantungan pada impor dengan memacu kapasitas dan kualitas produk dalam negeri. Hal itu untuk mencegah kemungkinan kurangnya pasokan di pasar karena hampir semua negara menahan ekspor guna mengamankan kebutuhan dalam negerinya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, di Jakarta, Jumat (6/11), mengatakan momentum pandemi Covid-19 sangat tepat untuk mengurangi kebergantungan impor karena setiap negara memang berusaha self sufficiency dengan meningkatkan barang-barang yang diproduksi di dalam negeri seperti masker dan upaya menciptakan vaksin.

"Semoga ini tidak hanya berlaku pada produk yang skalanya kecil, tetapi juga produk lainnya yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, seperti beras, gula pasir, sayuran, buah-buahan, dan garam yang masih kita impor," kata Esther.

Sebab, Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi komoditas tersebut. Bahkan, bisa mengembangkan komoditas lain agar mampu swasembada pangan. Komoditas lainnya yang bisa dipacu seperti tekstil dan barang elektronik.

Amankan Pasokan

Secara terpisah, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Iman Pambagyo, menyebut bahwa negara-negara melakukan penyesuaian dalam menjalankan kegiatan perdagangannya sebagai dampak pandemi Covid-19.

Menurut Iman, Covid-19 telah membuat banyak negara mengamankan pasokan kebutuhan mereka, mulai dari makanan, obat-obatan, komponen, hingga elektronika, bahkan jika perlu negara tersebut berupaya memproduksinya dari dalam negeri.

Penyesuaian yang kedua yakni soal perdagangan, di mana perjanjian perdagangan mulai dievaluasi kembali untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber pasokan secara signifikan.

"Bukan proteksionisme, tapi ini hanya keperluan menjamin kemandirian dan independensi dalam perspektif industrial point of view," ujar Iman.

Penyesuaian lain yang juga dilakukan, menurut Iman, yakni negara di dunia menuju rantai pasok yang lebih pendek dengan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara yang jaraknya lebih dekat.

Menurut Iman, untuk negara-negara Asia Timur, Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang tertunda mungkin lebih realistis daripada hubungan di kawasan Pasifik seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) atau lintas Atlantik antara Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Kemudian, juga terjadi penyesuaian yang disebut dual circulation atau sirkulasi ganda yang dipimpin Tiongkok yang memandang bahwa ekspor dan konsumsi domestik menjadi sama pentingnya.

"Terakhir dunia bisnis menyesuaikan diri dengan realita baru, yakni menempatkan manusia dan lingkungan, transparansi, kedekatan, dan kolaborasi, menjadi memiliki porsi-porsi tersendiri dalam mencapai tujuan bisnis," tutup Iman. n ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top