Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Model Ekonomi - RI Jangan Selalu Meniru Negara Maju dalam Mengelola Ekonominya

Saatnya Indonesia Kembangkan Ekonomi Sesuai Potensi yang Dimiliki

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia sudah saatnya menerapkan ekonomi yang restoratif, sebagai upaya memberikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan lingkungan.

Sudah saatnya Indonesia menemukan kekuatannya sendiri, tanpa mengikuti model ekonomi mainstream.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudistira, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (11/10), mengatakan model ekonomi Indonesia yang terbukti berhasil tahan terhadap krisis, seperti krisis moneter 1998 dan pandemi Covid-19, adalah ekonomi yang tumbuh dari masyarakat lokal dan ditopang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Wujud ekonomi itu tidak hanya memeratakan kesejahteraan, tapi juga memulihkan alam karena menghindar dari upaya-upaya ekstraksi besar- besaran seperti penambangan.

Sistem ekonomi restoratif dalam studi Celios didefinisikan sebagai model ekonomi yang bertujuan memulihkan ekosistem yang terdegradasi untuk mendapatkan kembali fungsi ekologis dan menyediakan barang serta jasa yang bernilai bagi masyarakat.

"Kalau pemerintah tidak akui ini model ekonomi yang Indonesia banget dan proven, inilah kerugian kita," tegasnya.

Bhima pun mempertanyakan model ekonomi ekstraktif yang dianggap solutif oleh sebagian pihak.

Hasil penelitian Celios juga menunjukkan kalau desa yang memiliki basis pendapatan ekstraktif dari penambangan, cenderung susah mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Lebih parah lagi, kebergantungan pada komoditas seperti nikel dan batu bara, yang harganya fluktuatif dan cenderung terus menurun, membuat ekonomi Indonesia rentan dikendalikan oleh eksternal.

Ekonomi ekstraktif, paparnya, tidak hanya destruktif, tetapi juga merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.

Pengamat ekonomi, Harryadin Mahardika, mengakui kalau Indonesia dilematis dalam memilih model ekonomi.

Indonesia ingin industrialisasi, tetapi kenyataannya tidak mudah karena sudah tertinggal dari efisiensi industri Tiongkok, India, atau Vietnam.

Sebab itu, Indonesia saat ini tampak mengejar kekayaan dengan strategi ekstraksi sumber daya dan hilirisasi.

Langkah itu sangat pragmatis, tapi realistis dari pemerintahan Joko Widodo yang segera berlalu.

Sementara itu, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Ully Artha Siagian, seperti dikutip dari Antara menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, ekonomi, dan lingkungan.

Untuk membangun ekonomi restoratif dan ekonomi Nusantara yang berkelanjutan, Ully menekankan perlunya mengkritisi model ekonomi ekstraktif dan kapitalistik yang berlaku saat ini.

Berdasarkan riset WALHI tahun 2019-2020, ekonomi masyarakat tetap kuat ketika lingkungannya terjaga, termasuk di kawasan gambut, dataran tinggi, dan pesisir.

Pertanian dan Kelautan

Pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan pembangunan ekonomi Indonesia memang perlu kembali ke akarnya yaitu potensi asli sumber daya alam yang melimpah, terutama pertanian dan kelautan.

"Seharusnya model pengembangan ekonomi kita digarap sesuai potensi asli yang kita miliki, dengan sumber daya alam, tanah yang subur, dan potensi kelautan yang hampir tiada habisnya, terutama kita fokus ke sumber-sumber yang bisa diperbarui seperti pertanian dan perikanan," kata Dian.

Jika dikelola secara benar dan mengedepankan model berkelanjutan, niscaya akan berhasil, bukan hanya untuk kebutuhan sendiri, bahkan juga ekspor.

Apalagi masyarakat sudah menjalankan pertanian dan perikanan berabad-abad, tinggal dimodernisasi dengan sentuhan teknologi.

Meskipun sektor pertambangan menggiurkan, tapi suatu saat pasti akan habis, lebih baik mulai konsentrasi kembali ke sektor pertanian dan perikanan.

Pemerintah harus punya good will dan political will ke sana, karena kalau hanya imbauan rasanya akan sulit.

Pertambangan, jelasnya, tetap dieksplorasi, tapi harus punya nilai tambah, itu baru restoratif.

"Sektor energi sebetulnya dengan tren energi bersih kita harus sadar bahwa kita ini kaya.

Jadi, sebetulnya banyak yang bisa menjadi backbone ekonomi kita, asal mau serius," tutur Dian.

Dihubungi pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Daerah Istimewa Yogyakarta, Tim Apriyanto, menegaskan bahwa sudah saatnya Indonesia menemukan kekuatan ekonominya sendiri tanpa harus mengikuti model ekonomi mainstream yang dominan di dunia saat ini.

Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi yang berbasis pada kekayaan sumber daya alam dan karakteristik unik masyarakatnya, yang akan memberikan daya saing tersendiri dalam menghadapi tantangan global.

"Selama ini, banyak negara berkembang seperti Indonesia yang cenderung mengikuti model ekonomi mainstream yang sering kali tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan domestik kita.

Ini saatnya kita menempuh jalur ekonomi yang berakar pada kekuatan kita sendiri, terutama di sektor-sektor seperti agrikultur, manufaktur berbasis sumber daya alam, dan ekonomi kreatif yang terus berkembang pesat," kata Apriyanto, di Yogyakarta, Jumat (11/10).

Indonesia jangan selalu meniru atau bergantung pada kebijakan negara- negara maju dalam mengelola ekonominya.

"Kita bisa belajar dari mereka, tapi jangan sampai kita hanya menjadi follower.

Indonesia perlu menemukan keseimbangannya sendiri, menggabungkan kekuatan lokal dengan inovasi global yang relevan," jelasnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top