Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengusiran Diplomat

Russia Pertimbangkan Aksi Balasan Bagi AS

Foto : istimewa

Sergei Lavrov

A   A   A   Pengaturan Font

MOSKWA - Pemerintah Russia mempertimbangkan untuk melakukan aksi balasan terhadap Amerika Serikat (AS) karena belum menyelesaikan masalah pengusiran 35 diplomat Russia pada bulan Desember lalu.

"Moskow sedang mempertimbangkan tindakan pembalasan," kata Menteri Luar Negeri Russia, Sergei Lavrov, kepada media saat berkunjung ke Austria, Selasa (11/7). "Kami memikirkan langkah-langkah khusus, dan saya percaya bahwa untuk negara besar seperti AS yang menjadi pembela hukum internasional, sangat memalukan untuk meninggalkan situasinya menggantung seperti ini," imbuh Menlu Lavrov

tidak percaya bahwa ini harus didiskusikan secara terbuka," imbuh Menlu Lavrov pada para wartawan dalam pertemuan yang disiarkan melalui televisi.

Ancaman serupa juga disampaikan Wakil Menlu Russia, Sergei Ryabkov. Dalam pernyataannya kepada kantor berita Sputnik News, Ryabkov mengatakan Moskwa sedang mempertimbangkan opsi-opsi, tetapi reaksi keras telah dipersiapkan.

Sementara kantor berita CNN, Rabu (12/7) mewartakan ancaman balasan dari Russia yaitu pengusiran terhadap 30 diplomat AS. Sementara media Medua Izvestia melaporkan Russia juga merencanakan merebut dacha (vila negara) milik AS di Serebryany Bor, barat laut Moskwa, dan sebuah gudang milik AS di kota itu.

Ancaman Russia tersebut disampaikan pasca pernyataan Kongres AS yang menekankan aset properti diplomatik milik Russia tetap akan disita terkait penyelidikan dugaan campur tangan Russia di pemilu AS 2016.

Tuntut Pengembalian

Pada Desember lalu, mantan Presiden AS, Barack Obama, mengenakan sanksi terhadap dua badan intelijen, serta memerintahkan pengusiran 35 agen Russia, dan penutupan dua kompleks milik Russia yang ada di AS. Russia segera mengecam sanksi tersebut dan menyebut pengusiran dan penutupan itu tindakan melanggar hukum dan mengancam akan melakukan pembalasan.

Adapun properti yang disita adalah tempat peristirahatan di Shore East Maryland, yang merupakan fasilitas diplomatik untuk Russia saat Perang Dingin. Kawasan seluas 18,2 hektare itu saat ini digunakan sebagai tempat rekreasi bagi komunitas Russia.

Properti lainnya yang disita AS adalah salah satu mansion Glen Cove, di Long Island, New York, yang memiliki 49 kamar dan dikelilingi hutan. Kedua properti itu disita karena memiliki fasilitas komunikasi canggih yang dianggap menjadi basis mata-mata terhadap AS.

Reaksi Presiden Russia, Vladimir Putin, saat Obama melakukan pengusiran dan penyitaan itu memutuskan tidak akan melakukan pembalasan langsung dan tidak mengusir diplomat AS. Keputusan Putin itu dipuji oleh Presiden AS saat ini, Donald Trump, dengan menyebutnya sebagai langkah yang amat bijak.

Tapi Moskwa ingin mendapatkan kembali properti miliknya di AS yang berada di Washington DC dan San Francisco. Hal itu, menurut Kremlin, sempat disinggung dalam agenda pertemuan tatap muka pertama Presiden Putin dengan Presiden Trump saat bertemu di sela-sela KTT G20 di Hamburg, Jerman, pekan lalu.

Trump dilaporkan berjanji akan mempertimbangkan hal itu, namun tidak secara spesifik membahas penyelesaian krisis diplomatik antar kedua negara. Hal ini yang membuat seorang diplomat Russia melontarkan tudingan tak ada keinginan Trump untuk menyelesaikan masalah tersebut.Rtr/VoA/CNN/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top