Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter - Waspadai Dampak Kenaikan Bunga AS terhadap Utang RI

Rupiah Bakal Dibayangi Depresiasi hingga Akhir Tahun

Foto : Sumber: Bloomberg, BI – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

>>Perlu kerja sama BI, pemerintah, dan OJK untuk mengendalikan pergerakan rupiah.

>>Kurs rupiah diprediksi kembali menembus di atas level 14 ribu rupiah per dollar AS.

JAKARTA - Tekanan depresiasi diprediksi terus membayangi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada saat pembukaan perdagangan di pasar dalam negeri setelah libur Lebaran hingga akhir tahun ini.

Potensi pelemahan mata uang RI itu selain disebabkan faktor internal, terutama juga akan muncul dari faktor eksternal berupa ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Fund Rate atau FFR, dua kali lagi sampai akhir 2018. "Ini tentu akan mengganggu kita.

Kita sudah buktikan dalam dua tahun terakhir ini mata uang kita mengalami tekanan akibat kenaikan dan perkiraan kenaikan Fed Fund Rate. Dan, memang terjadi seperti apa yang diperkirakan para pelaku pasar," ujar pengamat pasar modal, Farial Anwar, di Jakarta, Senin (18/6).

Menurut dia, perkiraan bahwa Bank Sentral AS (The Fed) bakal menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir 2018 menjadi kekhawatiran tersendiri bagi nilai tukar mata uang emerging market termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, peluang terjadi gejolak pun sangat besar dalam beberapa bulan ke depan. "Ini yang perlu diantisipasi Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Harus ada kerja sama dalam pengendaliannya," imbuh Farial. Sebelumnya dikabarkan, Bank Indonesia (BI) perlu menaikkan suku bunga acuan lagi, dari level 4,75 persen saat ini.

Hal ini bertujuan untuk mengimbangi kenaikan FFR, yang diprediksi akan dilakukan empat kali sepanjang tahun ini, dan tiga kali lagi tahun depan. Pekan lalu, The Fed untuk kedua kalinya dalam tahun ini menaikkan FFR menjadi di kisaran 1,75-2,00 persen.

Oleh karena itu, kenaikan bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate, diperlukan guna menjaga agar spread dengan FFR tidak makin menyempit sehingga akan memicu pelarian modal (capital outflow) dan tekanan depresiasi terhadap rupiah.

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail, menyatakan pada dasarnya kenaikan suku bunga acuan AS bakal menjadi sentimen utama yang berpotensi melemahkan rupiah setelah libur Lebaran berakhir nanti.

Apalagi, kenaikan tersebut juga berdampak pada naiknya nilai Credit Default Swap (CDS) atau persepsi risiko investasi Indonesia dan emerging market lainnya.

"Efek kenaikan Fed Fund Rate cukup besar bagi rupiah karena sekitar 40 persen utang Indonesia berdenominasi dollar AS," ungkap Ahmad.

Pada hari terakhir perdagangan, sebelum libur panjang Lebaran 2018, nilai tukar rupiah di pasar spot, Jumat (8/6), diakhiri 57 poin (0,41 persen) lebih rendah dibandingkan penutupan hari sebelumnya, menjadi 13.932 rupiah per dollar AS. Sepanjang tahun ini, mata uang RI itu masih terkikis sebesar 2,78 persen.

Menjaga Pasar

Farial menambahkan yang perlu dilakukan oleh BI dan otoritas keuangan lainnya terutama adalah menjaga supaya pasar tidak panik.

Bank sentral perlu mengemukakan pandanganpandangannya dan mengambil kebijakan yang bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah.

Dia mengakui BI sudah melakukan berbagai kebijakan, termasuk intervensi di surat utang negara dan menaikkan suku bunga acuan hingga dua kali pada bulan lalu.

Menurut dia, kenaikan bunga acuan BI bukan hanya soal timing, tapi besaran kenaikan yang dibutuhkan untuk menjaga agar instrumen investasi rupiah tetap menarik di mata pemodal.

Pelaku usaha memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate, hingga ke level 5,25 persen sampai akhir tahun ini.

Sementara itu, pelaku pasar memperkirakan kurs rupiah akan bergerak menembus di atas level 14 ribu rupiah per dollar AS saat pembukaan perdagangan pada 20 Juni nanti.

Tren penguatan Indeks Dollar belakangan ini akan menjadi faktor pemicu tekanan terhadap rupiah. Pada Senin siang, Indeks Dollar yang mengukur posisi dollar AS di hadapan enam mata uang utama dunia, menguat 0,07 persen.

Indeks Dollar menguat tajam sejak 13 Juni dan belum terhenti sampai saat ini. Terhadap sejumlah mata uang utama Asia pun, dollar AS juga menguat.

Di sisi lain, sentimen memanasnya kembali tensi perang dagang AS-Tiongkok ternyata tidak melunturkan kekuatan dollar AS.

Akhir pekan lalu, babak baru perang dagang dimulai setelah Presiden AS, Donald Trump, memutuskan untuk memberlakukan tarif bea masuk impor 25 persen kepada 818 produk Tiongkok mulai 6 Juli mendatang.

Kebijakan tersebut mendatangkan serangan balik cepat dari Beijing, yang juga akan mengenakan bea masuk 25 persen kepada 659 produk AS. ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top