Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Inovasi Teknologi

Robot Humanoid Segera Bekerja di Industri

Foto : afp/ Jason Redmond
A   A   A   Pengaturan Font

Banyak pekerjaan manusia di banyak sektor industri yang cenderung membosankan dan tak dapat dilakukan manusia pada kondisi cukup ekstrem. Pekerjaan-pekerjaan ini dapat diganti robot humanoid yang menyerupai dan meniru perilaku manusia.

Sepuluh tahun yang lalu pada acara DARPA Robotics Challenge (DRC) Trial di dekat Miami, Amerika Serikat, ditampilkan robot humanoid tercanggih yang pernah dibuat. Perangkat ini dibuat untuk berjuang melewati skenario yang terinspirasi oleh bencana nuklir Fukushima, Jepang.

Robot humanoid adalah robot yang dirancang untuk menyerupai dan meniru perilaku manusia. Mereka memiliki struktur tubuh yang menyerupai tubuh manusia, dengan kemampuan untuk melakukan gerakan yang kompleks, seperti berjalan, meraih, dan berbicara.

Sebuah tim insinyur berpengalaman mengendalikan setiap robot yang harus mendemonstrasikan mobilitas, penginderaan, dan manipulasi, dengan kelambatan yang menyakitkan. Hasilnya robot-robot itu berhasil melakukannya.

Robot-robot ini jelas merupakan proyek penelitian, namun Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) memiliki sejarah dalam mengkatalisis teknologi dengan pandangan jangka panjang. Tantangan besar dan perkotaan DARPA untuk kendaraan otonom pada tahun 2005 dan 2007 menjadi landasan bagi taksi otonom saat ini.

Jadi, setelah DRC berakhir pada tahun 2015 dengan beberapa robot berhasil menyelesaikan seluruh skenario akhir, pertanyaan yang jelas adalah 2apan robot humanoid melakukan transisi dari proyek penelitian ke produk komersial?

Jawabannya tampaknya akan terjadi pada 2024, ketika sejumlah perusahaan yang mempunyai dana besar akan mengerahkan robot mereka dalam proyek percontohan komersial untuk mencari tahu apakah humanoid benar-benar siap untuk mulai bekerja.

Salah satu robot yang tampil di DRC Finals tahun 2015 disebut ATRIAS, dikembangkan oleh Jonathan Hurst di Oregon State University Dynamic Robotics Laboratory. Pada 2015, Hurst mendirikan Agility Robotics untuk mengubah ATRIAS menjadi robot yang berpusat pada manusia, serbaguna, dan praktis yang disebut Digit.

Kira-kira berukuran sama dengan manusia, Digit memiliki tinggi 1,75 meter, berat 65 kilogram, dan dapat mengangkat beban seberat 16 kilogram. Agility sekarang sedang bersiap untuk memproduksi Digit versi komersial dalam skala besar dimana robot ini akan digunakan untuk industri logistik.

"Kami menghabiskan waktu lama bekerja dengan calon pelanggan untuk menemukan kasus penggunaan di mana teknologi kami dapat memberikan nilai nyata, sekaligus terukur dan menguntungkan," kata Hurst. "Bagi kami, saat ini, kasus penggunaan tersebut sedang menggerakkan pasar e-commerce," ungkapnya dikutip dari IEEE Spectrum.

Agility mengatakan bahwa di AS saat ini terdapat beberapa juta orang yang bekerja pada tugas-tugas penanganan barang jinjing dan perusahaan logistik mengalami kesulitan dalam memenuhi lowongan pekerjaan, karena di beberapa pasar tidak tersedia cukup pekerja. Selain itu, pekerjaannya cenderung membosankan, berulang-ulang, dan membuat tubuh stres.

"Orang-orang yang melakukan pekerjaan ini pada dasarnya melakukan pekerjaan robot," kata Hurst, dan Agility berpendapat bahwa orang-orang ini akan lebih baik melakukan pekerjaan yang lebih sesuai dengan kekuatan mereka. "Apa yang akan kita lakukan adalah peralihan tenaga kerja manusia ke peran yang lebih bersifat pengawasan," jelas CEO Agility Robotics, Damion Shelton.

"Kami mencoba membangun sesuatu yang dapat bermanfaat bagi banyak orang," ucap Hurst. "Kami ingin manusia memiliki penilaian, kreativitas, dan pengambilan keputusan, serta menggunakan robot kami sebagai alat untuk melakukan pekerjaan mereka dengan lebih cepat dan efisien," imbuh dia.

Berkelanjutan

Agar Digit menjadi alat gudang yang efektif, Digit harus mampu, andal, aman, dan berkelanjutan secara finansial bagi Agility dan pelanggannya. Agility yakin bahwa semua ini mungkin terjadi, mengingat potensi Digit dibandingkan dengan biaya dan kinerja pekerja manusia.

"Hal yang kami dorong agar orang-orang pikirkan adalah berapa banyak yang bisa mereka hemat per jam dengan mengalokasikan sumber daya manusia mereka di tempat lain," kata Shelton.

Shelton memperkirakan bahwa rata-rata perusahaan logistik besar menghabiskan setidaknya 30 dollar AS per jam kerja untuk tenaga kerja, termasuk tunjangan dan biaya overhead. Tentu saja, karyawan tersebut menerima jauh lebih sedikit dari itu.

Agility belum siap memberi informasi harga untuk Digit, tetapi diperkirakan biayanya kurang dari 250.000 dollar AS per unit. Bahkan dengan harga tersebut, jika Digit mampu mencapai tujuan Agility yaitu minimal 20.000 jam kerja (lima tahun dengan dua shift kerja per hari), maka tarif per jam robot tersebut menjadi 12,50 dollar AS.

Kontrak layanan kemungkinan akan menambah beberapa dollar per jam. "Anda membandingkannya dengan tenaga manusia yang melakukan tugas yang sama," kata Shelton, "Dan selama hal tersebut berlaku secara apple to apple dalam hal kecepatan kerja robot versus kecepatan kerja manusia, Anda dapat memutuskan apakah hal tersebut berhasil lebih masuk akal untuk memiliki orang atau robot," ujar dia.

Robot Agility tidak akan mampu menandingi kemampuan manusia secara umum, tapi itu bukan tujuan perusahaan.

"Digit tidak akan melakukan semua yang bisa dilakukan seseorang," kata Hurst. "Ini hanya melakukan satu tugas proses otomatis, seperti memindahkan tas kosong. Dalam tugas-tugas ini, Digit mampu mengimbangi (dan bahkan sedikit melebihi) kecepatan rata-rata pekerja manusia, mengingat robot tidak harus mengakomodasi kebutuhan tubuh manusia yang lemah," ungkap dia. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top