Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proses Legislasi -- Rancangan KUHP Akan Terdiri 37 Bab dan 632 Pasal

RKUHP Anut Dua Jalur Pengenaan Sanksi

Foto : istimewa

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) menganut dua jalur pengenaan sanksi, yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan.

"Sanksi pidana dan sanksi tindakan yang belum diatur di dalam KUHP yang masih berlaku sekarang," kata Mahfud saat meresmikan Kick Off Dialog Publik RKUHP di Jakarta, Selasa (23/8).

Mahfud menyebut RKUHP juga memberikan tempat penting atas konsep restorative justice, yang dewasa ini mulai menjadi kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia.

Selain itu, kata Mahfud, RKUHP mengatur pula mengenai hukum adat sebagai living law yang telah lama diakui dan menjadi kesadaran hukum pada masyarakat hukum adat.

Mahfud menjelaskan KUHP yang menjadi peninggalan zaman penjajahan Belanda harus diganti karena hukum adalah pelayan masyarakatnya, sehingga harus memuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat di mana hukum itu berlaku.

Jika masyarakat berubah, kata Mahfud, maka hukum harus berubah pula agar sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat yang dilayaninya.

Pasal Lebih Banyak

Di tempat sama, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terdiri atas 37 bab dan 632 pasal.

"RKUHP ini terdiri atas 37 bab. Jadi, jumlah babnya sama persis dengan bab konstitusi kita, Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian, 632 pasal terdiri atas dua buku, yaitu Buku Kesatu tentang Aturan Umum dan Buku Kedua tentang Tindak Pidana," kata Eddy, sapaan akrab Prof. Edward Hiariej.

Eddy menjelaskan bahwa jumlah pasal di RKUHP yang lebih banyak daripada KUHP yang sedang berlaku, yakni 569 pasal. Hal ini diakibatkan oleh penggabungan dan harmonisasi yang ada dalam Buku I RKUHP sebagai operator sistem hukum pidana modern. "Karena kami menggabungkan antara Buku Kedua dan Buku Ketiga. Ini biasa saja sebetulnya," ucap Eddy.

Buku Kedua RKUHP meleburkan Buku Kedua KUHP sebelumnya tentang Kejahatan dan Buku Ketiga KUHP sebelumnya tentang Pelanggaran, menjadi Buku Kedua RKUHP tentang Tindak Pidana.

Lebih lanjut, Eddy menegaskan bahwa jumlah pasal yang lebih banyak tidak secara otomatis menambah jumlah tindak pidana. Peningkatan jumlah pasal dalam RKUHP terjadi akibat konsolidasi dan harmonisasi, bukan karena penambahan pengaturan tindak pidana.

"Jangan bingung. Jumlah pasal RKUHP yang baru ini lebih banyak. Akan tetapi, dari jumlah pengaturan tindak pidana justru jauh lebih sedikit daripada KUHP lama," kata Eddy.

Oleh karena itu, kata Eddy, ketika ada yang mengatakan terjadi kriminalisasi berlebih atau overkriminalisasi dalam RKUHP, dia menyimpulkan bahwa yang melakukan protes tidak menghitung dan tidak membaca RKUHP.

Adapun sejumlah misi pembaruan hukum yang diusung dalam RKUHP nasional adalah dekolonialisasi atau upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, demokratisasi, konsolidasi, harmonisasi, dan modernisasi.

Eddy menyebut sosialisasi RKUHP ditargetkan selama satu bulan ke depan dan dilaksanakan secara paralel dengan yang dilakukan di DPR RI. "Sampai satu bulan ke depan dan proses ini paralel berjalan dengan di DPR," ujarnya.

Sementara itu, Menkumham Yasonna H. Laoly menyebut kerja sama dan komunikasi seluruh elemen masyarakat diperlukan untuk mewujudkan KUHP nasional yang baru.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top