Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pasar SBN

Risiko Meningkat, Investor Keluar dari Surat Utang Negara

Foto : ANTARA/SULTHONY HASANUDDIN

NILAI TUKAR RUPIAH TERUS MELEMAH I Sejumlah warga mengantre untuk menukarkan uang di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (17/4). Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga menembus 16.250 rupiah per dolar AS pada Rabu (17/4).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun pada Selasa (16/4) melonjak ke level 6,88 persen. Dilansir dari Refinitiv, imbal hasil SBN itu melonjak signifikan 23,7 basis points dari 6,643 persen pada penutupan perdagangan Senin (15/4).

Imbal hasil itu merupakan yang tertinggi sejak 14 November 2023 atau sekitar lima bulan terakhir. Imbal hasil yang melambung tinggi tersebut menandakan investor cenderung melepas SBN. Banyaknya investor yang melepas SBN itu juga menjadi salah satu faktor jebloknya rupiah yang ambruk 2 persen lebih ke posisi 16.170 rupiah per dollar AS.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, yang diminta tanggapannya, mengatakan imbal hasil SBN yang naik berarti risiko surat utang pemerintah makin tinggi. Investor yang menghindari aset berisiko itu otomatis beralih ke aset berbasis dollar AS, sehingga merugikan posisi Indonesia.

"Penerbitan SBN ke depan perlu menambah bunga yang lebih menarik, sementara strategi ini akan menimbulkan tekanan pada pembayaran beban bunga utang," kata Bhima.

Setiap 0,1 persen kenaikan bunga SBN, jelasnya, akan berkonsekuensi pada tambahan satu triliun rupiah belanja negara. "Kalau asumsi bunga naik 1 persen berarti akan ada tambahan beban baru 10 triliun rupiah ke belanja, dan ini kondisi yang menekan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)," ungkapnya.

Berpotensi Meningkat

Sementara itu, ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi Indonesia berpotensi meningkat jika konflik Iran dan Israel terus memanas.

"Aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi Indonesia dikhawatirkan akan meningkat setelah konflik antara Iran dan Israel meningkat," kata Josua kepada Antara, di Jakarta, Rabu (17/4).

Konflik di Timur Tengah, tuturnya, meningkatkan ketidakpastian global, menyebabkan investor menarik dana dari aset-aset berisiko tinggi, terutama dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah mendorong pelaku pasar untuk memilih berinvestasi pada aset-aset safe haven, salah satunya dollar AS, sehingga menyebabkan mata uang negara-negara lain, terutama yang negara berkembang seperti Indonesia, berpotensi melemah.

Indeks dollar AS sendiri mencatat kenaikan ke kisaran 106 menyusul eskalasi konflik antara Iran dan Israel. Kondisi tersebut menjadi kabar buruk bagi nilai tukar rupiah yang tahun ini sangat dipengaruhi oleh pergerakan inflasi Amerika Serikat (AS) dan kebijakan moneter bank sentral AS atau the Fed.

"Rupiah diprediksi akan terus terdepresiasi jika konflik ini terus memanas dan berlanjut," kata Josua.

Dihubungi di Surabaya, pakar ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan kenaikan imbal hasil SBN tersebut merupakan perkembangan pasar atas pelemahan rupiah pada Rabu.

"Karena harga turun maka imbal hasil (yield) naik. SUN nominal satu miliar rupiah memberi bunga 5 persen dibanding harga normal 100 sama dengan satu miliar rupiah. Ketika bunga naik, harga turun menjadi 95, tetapi masih mendapat bunga 5 persen," kata Leo.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top