Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Bencana Alam I Ketahanan Pangan Nasional Hadapi Tantangan Serius

Ribuan Hektare Lahan Pertanian di Jateng Terancam Gagal Panen

Foto : ISTIMEWA

SUPRIYANTO Kepala Distanbun Jateng - Lahan jagung seluas 152 ha juga terdampak banjir di Grobogan. Komoditas bawang merah juga. Lahan yang terkena banjir seluas 84 ha.

A   A   A   Pengaturan Font

SEMARANG - Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah menyebutkan ribuan hektare lahan pertanian di sejumlah kabupaten terancam mengalami gagal panen akibat banjir yang menerjang areal persawahan.

Kepala Distanbun Jateng, Supriyanto, di Semarang, Selasa (20/3), mengatakan lahan pertanian yang tergenang banjir itu berada di Kabupaten Grobogan, Demak, Kudus, Jepara, dan Pati.

Berdasarkan data per 15 Maret 2024, tercatat 4.381 ha lahan tanaman padi di Kabupaten Grobogan terdampak banjir dengan umur tanaman padi 5-100 hari setelah tanam (HST).

"Lahan jagung seluas 152 ha juga terdampak banjir di Grobogan. Komoditas bawang merah juga. Lahan yang terkena banjir seluas 84 ha," katanya.

Untuk Demak, ia menyebutkan setidaknya 162 ha lahan padi tergenang banjir dengan umur padi 10-90 HST, kemudian lahan bawang merah seluas 765,76 ha juga terdampak banjir.

Di Kabupaten Kudus, kata dia, sebanyak 2.776 hektare lahan padi dengan umur 10 hingga 90 HST terdampak banjir, kemudian sejumlah komoditas lainnya, seperti melon dan cabai.

"Ada 63 hektare lahan tanaman melon dan empat ha lahan cabai yang terdampak (banjir) di Kudus," katanya.

Sedangkan di Jepara, lanjut dia, tercatat lahan padi seluas 1.989 ha dengan umur 30 hingga 80 HST yang tergenang banjir.

Namun, Supriyanto mengatakan bahwa dampak terparah terhadap lahan pertanian sebenarnya adalah Pati, yakni sebanyak 6.961,4 ha lahan padi di Pati tergenang banjir. "Di Pati ada 6.961,4 ha lahan padi yang terdampak dengan umur padi 10-80 HST. Ada juga lahan jagung dengan luas 153,1 ha tergenang di Pati," katanya.

Data tersebut, kata dia, dimungkinkan masih terus berkembang, mengingat banjir yang belum surut di wilayah tersebut sehingga belum bisa dipastikan puso atau kerusakan lahan akibat banjir.

Mengenai penyebab banjir, ia menjelaskan intensitas hujan yang tinggi menjadi salah satu penyebab banjir yang berdampak pada lahan pertanian di pesisir utara Jawa Tengah.

"Selain itu, ada sungai yang tidak bisa menampung air dan tanggul Sungai Lusi jebol lagi. Kami masih melakukan pendataan dan fasilitasi sarana penanganan banjir," pungkasnya.

Stok Beras Terdampak

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan ancaman gagal panen di Jateng menghadirkan tantangan serius bagi ekonomi dan ketahanan pangan nasional karena akan berdampak langsung pada stok beras nasional. Hal itu karena luasnya lahan pertanian yang tergenang banjir, mencapai 4.381 hektare hanya di Kabupaten Grobogan.

"Konsekuensi dari gagal panen ini sangat berpotensi membuat stok beras nasional mengalami penurunan yang signifikan. Namun, secara ekonomi berkelanjutan, pemerintah harus tetap berpihak pada produksi dalam negeri dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi dampak dari gagal panen ini," kata Aditya.

Selama ini, jelasnya, impor kerap disalah mengerti. Impor dianggap efisien dari hitung-hitungan ekonomi. Padahal sebenarnya itu hanya ekonomi jangka pendek, dalam jangka panjang akan sangat merugikan bangunan ekonomi secara menyeluruh.

Seperti dikuti dari Antara, Sekretaris Daerah Provins Jateng, Sumarno mengatakan Pemprov Jateng segera mendata lahan-lahan pertanian di berbagai kabupaten/kota di wilayah ini yang terdampak banjir dan berakibat gagal panen.

Sumarno menyebutkan setidaknya ada sembilan daerah yang dilanda banjir, yakni Kota Semarang, Kabupaten Demak, Pekalongan, Kudus, Grobogan, Jepara, Kendal, Blora, dan Pati.

Menurut dia, upaya yang dilakukan pascabanjir, meliputi normalisasi sungai, perbaikan tanggul-tanggul sungai, hingga pendataan areal pertanian yang terdampak banjir.

"Perlu ada normalisasi sungai. Ini perlu koordinasi dengan pemerintah pusat karena kewenangannya BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Pemali Juana," katanya, saat menerima kunjungan Komisi VIII DPR RI.

Selain normalisasi sungai dan perbaikan tanggul, ia mengatakan bahwa penanganan yang mendesak dilakukan adalah pendataan petani yang lahannya terendam banjir dan mengalami puso (gagal panen) karena akan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat.

"Setelah ini, kami juga segera memerintahkan Dinas Pertanian untuk memantau pendataan para petani yang terkena dampak banjir," katanya lagi.

Sumarno menambahkan Pemprov Jateng bekerja sama dengan berbagai instansi telah menyalurkan bantuan darurat kepada kabupaten/kota yang terdampak bencana banjir.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top