Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Energi - Penggunaan Pembangkit Listrik Batubara Kian Meningkat

RI Tertinggal dari Kesepakatan Global

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Porsi penggunaan batu bara dalam bauran energi kian tak terbendung. Sebaliknya, energi baru dan terbarukan (EBT) cenderung berjalan mundur.

JAKARTA - Fakta ini menunjukan RI semakin tertinggal dari kesepakatan internasional. Salah satunya karena lemahnya dukungan perusahaan kelistrikan negara sebagai penentu penggunaan EBT.

Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng, menyebut sepanjang 2017-2020 penggunaan batu bara dalam seluruh pembangkit meningkat dari 58,4 persen menjadi 66,3 persen, dan 2024 diperkirakan akan mencapai 70,1 persen. "Sebaliknya, penggunaan EBT jalan di tempat dan diperkirakan pada 2024 hanya 13,7, dari saat ini 2020 sebesar 13,2 persen," tegasnya di Jakarta, Minggu (24/1).

Di sisi lain, lanjut dia, dunia terus bergerak maju. Dalam KTT (konferensi tingkat tinggi) virtual yang dihadiri 80 negara termasuk Tiongkok tahun lalu, telah diambil kesepakatan mengikat untuk menurunkan emisi hingga 55 persen pada 2030. Selanjutnya akhir pada 2021, akan berlangsung pertemuan tindak lanjut Conference of the Parties (COP) 21 Paris akan berlangsung di Glasgow Scotlandia (COP 26).

Pertemuan ini akan membawa kepada suatu komitmen lebih tinggi lagi, yang mana negara-negara Uni Eropa akan mengakhiri sama sekali penggunaan batu bara, dan sebuah konsensus baru yang ingin dicapai adalah mengakhiri pembangkit listrik batu bara di seluruh dunia pada 2050.

Masalah perubahan iklim ini telah menjadi komitmen utama lembaga keuangan multilateral dan bank internasional terkait pembiayaan ekonomi dan investasi internasional. Pada 2025 adalah akhir dari pembiayaan energi fosil oleh perbankan dan pada 2030 akhir dari pembiayaan energi fosil oleh seluruh institusi keuangan internasional.

Dijelaskan Daeng, Presiden Indonesia telah membuat janji dalam forum Perjanjian Conference of the Parties (COP) 21 Paris. COP adalah perjanjian di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang diselenggarakan pada 30 November hingga 12 Desember 2015 di Paris-Prancis.

Selanjutnya, Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris ke dalam dokumen legal penyelenggaran pemerintahan pada tahun 2016 dan berkomitmen untuk melakukan penurunan emisi sebelum 2030. Komitmen penurunan emisi Indonesia dalam Persetujuan Paris adalah sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan dari pihak eksternal seperti organisasi internasional maupun dari negara anggota UNFCCC lain.

Sebagai tindak lanjut dari komitmen Indonesia selama COP 21, Indonesia meratifikasi Perjanjian Paris ke dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 pada 19 Oktober 2016. Dengan demikian, perjanjian ini telah bersifat mengikat atau legally binding.

Terus didorong

Secara terpisah, PLN menegaskan terus mendorong penggunaan EBT. Melalui pilar green dalam transformasinya, PLN terus berupaya meningkatkan bauran EBT. Terbaru, komitmen tersebut kembali tecermin melalui penandatanganan nota kesepahaman dengan Perum Perhutani dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III tentang kerja sama penyediaan biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada Jumat (22/1).

Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, mengatakan penggunaan co-firing biomassa sebagai upaya untuk memenuhi target bauran energi 23 persen pada 2025. Melalui kerja sama ini, maka upaya untuk memenuhi target bauran EBT 23 persen pada 2025 akan difokuskan pada inisiatif strategis green-booster berupa co-firing biomassa.

Inisiatif co-firing sudah PLN mulai sejak 2017 dengan uji coba yang telah dilaksanakan pada 2019. Pada 2020, PLN telah mengidentifikasi sebanyak 52 lokasi PLTU yang berpotensi untuk dilakukan co-firing dengan biomassa.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top