Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Transisi Energi I Energi Bersih yang Dimanfaatkan Baru 2 Persen

RI Harus Konsisten Jalankan Komitmen di COP26

Foto : Sumber: Kemen ESDM - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Rendahnya capaian EBT nasional karena rendahnya komitmen pemerintah menjalankan program energi hijau.

» Rendahnya capaian EBT karena ketidakpastian peraturan dan kebijakan serta rendahnya komitmen pemerintah menjalankan program energi hijau.

JAKARTA - Indonesia menawarkan peluang investasi energi bersih kepada para pemimpin dunia dalam diskusi panel saat peluncuran Net Zero World pada KTT Perubahan Ikim COP26, di Glasgow, Skotlandia, pekan lalu.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, dalam keterangannya mengatakan potensi bisnis energi bersih di Indonesia masih terbuka lebar karena banyak sumber energi bersih yang pemanfaatannya belum optimal.

"Indonesia memiliki sumber daya baru dan terbarukan yang melimpah, terutama solar (surya) diikuti oleh hidro, bioenergi, angin, panas bumi, dan lautan dengan total potensi 648,3 gigawatt (GW)," kata Arifin.

Saat ini, total potensi sumber daya energi bersih yang telah dimanfaatkan tersebut baru mencapai dua persen. Padahal harga energi bersih mulai kompetitif, khususnya panel surya.

"Apalagi kalau didukung dengan pengembangan teknologi baru, seperti pumped storage, hidrogen, dan battery energy storage system (BESS) akan mengoptimalkan pemanfaatan potensi energi baru terbarukan yang melimpah di Indonesia," katanya.

Pemerintah juga menyediakan akses energi kepada seluruh masyarakat, terutama di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal atau 3T dengan harga listrik terjangkau serta tetap memperhatikan ketersediaan sumber daya energi setempat.

"Tentu, ini menjadi peluang bagi pengembangan energi baru terbarukan karena harga bahan bakar fosil di daerah terpencil mahal, sedangkan sumber energi baru terbarukan tersedia dan dapat dimanfaatkan secara lokal," kata Arifin.

Menanggapi hal itu, Pengamat Energi dari Universitas Brawijaya, Malang, Suprapto, mengatakan tawaran pemerintah kepada investor untuk mengembangkan sektor energi bersih di Indonesia dapat membantu mempercepat transisi dari energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT). "Prospek bisnis energi bersih kita masih luas, banyak yang belum digarap. Tentu ini perlu kehadiran investor untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Apalagi dana dan teknologi Indonesia membutuhkan dukungan dari negara-negara yang telah lebih dulu memanfaatkan EBT," kata Suprapto.

Dengan kehadiran investor yang akan menggarap berbagai jenis yang ada, dia berharap Indonesia bisa melakukan bauran EBT, saling melengkapi menurut potensi wilayahnya masing-masing. Misalnya, panas bumi untuk daerah yang dekat gunung berapi, angin di kawasan pesisir, dan seterusnya. "Semakin banyak yang digarap, penggunaan PLTU bisa dikurangi secara bertahap sesuai kebutuhannya. Ini akan membantu kita mempercepat transisi ke energi bersih," tuturnya.

Masih Lemah

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan realisasi EBT yang masih rendah menunjukkan komitmen pemerintah selama ini masih lemah.

Rendahnya capaian EBT nasional, jelasnya, karena ketidakpastian peraturan dan kebijakan serta rendahnya komitmen pemerintah menjalankan program energi hijau. "Komitmen yang konsisten terhadap energi terbarukan sangat minim. Peraturan yang terus berubah meningkatkan persepsi risiko dan ketidakpastian bagi investor sehingga mengurangi daya tarik pasar energi terbarukan Indonesia bagi investor," kata Esther.

Dia pun mengusulkan agar investor diberi insentif pajak, terutama mereka yang tertarik mengembangkan green energy. Begitu pula untuk pengembangan EBT harus ditopang kebijakan atau program yang sifatnya mandatori agar pemanfaatanya lebih luas.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengatakan Indonesia adalah gudangnya energi hijau mulai dari geotermal, energi surya, dan energi lainya dari sampah tumbuhan. "Seharusnya peta jalan energi bersih menuju zero emisi di Indonesia agar lebih cepat dari komitmen dunia," katanya.

Hambatannya, jelas Salamuddin, adalah konsumen batu bara yang akan meminta relaksasi atau kemudahan karena tetap ingin mempertahankan energi kotor. "Untuk itu, kita berharap Presiden Jokowi benar-benar menatap ke depan, jawab tentangan dengan komitmen pada energi bersih sepenuhnya," kata Salamuddin.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top