Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengembangan SDM I Para Teknisi AI Harus Memiliki 17 Skill

RI Harus Ambil Langkah Taktis Kejar Ketertinggalan Pengembangan AI

Foto : ISTIMEWA

ROBOT PEMBAWA BERITA DENGAN TEKNOLOGI AI I Kantor berita pemerintah Tiongkok, Xinhua, pada 2019 lalu telah melakukan terobosan dengan menghadirkan robot yang didukung teknologi kecerdasan buatan (AI), untuk membawakan acara berita. Robot berbentuk layaknya manusia itu meniru ekspresi wajah dan tingkah laku humanis untuk menyiarkan berita.

A   A   A   Pengaturan Font

» Pengembangan AI di Indonesia menghadapi satu ancaman utama yakni tren menuju penutupan akses riset AI.

» Implementasi AI harus dimulai di internal Pemerintah agar bisa memangkas belanja pegawai dan rantai perizinan.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan Nota Keuangan di Jakarta pekan lalu mengatakan cepat atau lambat perkembangan digitalisasi dan Artificial Intelligent (AI) atau kecerdasan buatan bakal semakin penting dan mendominasi kehidupan perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

Sebab itu, Pemerintah dan masyarakat diingatkan mengadopsi teknologi tersebut agar bisa mendapat manfaat yang maksimal.

"Adopsi teknologi dalam perekonomian dapat memberikan manfaat yang signifikan apabila dihadapi dengan strategi yang tepat. Pembangunan kualitas sumber daya manusia, infrastruktur fisik dan nonfisik terkait teknologi informasi terus ditingkatkan," kata Presiden.

Seorang analis pasar kerja dan penasihat bisnis, Eli Amdur, di Forbes menyatakan AI juga membutuhkan lebih banyak keterampilan dan penguasaan daripada yang lainnya. Setidaknya ada 17 keterampilan (skill) yang dibutuhkan oleh para teknisi AI.

"Keahlian teknisi AI berkisar dari yang konseptual dan abstrak, hingga yang konkret dan dapat diprediksi," kata Amdur mengutip kliennya, seorang konsultan bernama Christine.

Tanpa urutan khusus, 17 skill yang ada dalam daftar Christine, empat di antaranya merupakan soft skill, kebutuhan mendasar di seluruh bidang, apa pun profesinya. Pertama, ketrampilan mengenai bahasa pemrograman, lalu kerangka kerja dan pustaka AI, Neural Networks dan Deep Learning, Machine Learning, Matematika, Manipulasi dan Analisis Data, Natural Language Processing (NLP), Computer Vision, Reinforcement Learning dan Version Control.

Selanjutnya, para teknisi AI juga harus menguasai Komputasi Awan, Evaluasi Model dan Penyesuaian Hyperparameter, Penerapan dan Penskalaan Etika dan Bias AI, Kolaborasi dan Komunikasi, Pembelajaran Berkelanjutan dan terakhir Problem-solving dan Kreativitas.

Sekjen Jogja Startup Foundation, Galuh Koco Sadewo mengapresiasi peringatan Presiden Jokowi untuk mengadopsi AI dan menempatkannya sebagai bagian integral dalam pengembangan ekonomi Indonesia. Peringatan tersebut harus disambut kementerian dan lembaga seperti BRIN untuk segera mengambil langkah taktis mengejar ketertinggalan Indonesia dalam pengembangan AI.

"Tantangan yang dihadapi semakin kompleks dan selama ini kita telah bergantung pada solusi AI dari luar, baik berupa perangkat lunak (Software as a service, SaaS) maupun algoritma. Meskipun masih ada peluang untuk terus mengikuti perkembangan global, perlu diwaspadai potensi risiko. Tentunya lembaga pemerintahan yang menangani hal ini perlu paham terhadap perkembangan teknologi AI sehingga bisa mengikuti," papar Galuh yang sehari-hari mengembangkan AI sebagai Chief Business & Partnership Botika, salah satu perusahaan AI di Indonesia.

Pengembangan AI di Indonesia saat ini katanya menghadapi salah satu ancaman utama yakni tren menuju penutupan akses riset AI, yang dapat mengurangi ketersediaan sumber daya dan informasi yang dibutuhkan.

Indonesia katanya masih beruntung karena banyak riset AI yang dapat diakses oleh publik saat ini. Namun, Indonesia perlu memperhatikan pergeseran menuju riset tertutup, seperti yang terjadi dengan ChatGPT yang awalnya berbasis open source namun kini menjadi closed source setelah dikembangkan oleh OpenAI.

SDM Andal

Indonesia jelasnya perlu fokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal dan matang dalam bidang AI dan di saat yang sama melakukan pembatasan akses data ke luar dan pengembangan data center yang terjangkau di dalam negerti sehingga AI Indonesia dapat tumbuh dan dapat berjalan efektif di Indonesia.

"Kita perlu segera inisiatif project and development untuk diadopsi ke pemerintahan dengan biaya yang disediakan sesuai kebutuhan Pemerintah. Bahkan kalau perlu ada subsidi untuk riset AI, terutama bagi perusahaan kecil dan menengah, karena pengembangkan AI butuh biaya yang sangat mahal sehingga perlu bantuan," kata Galuh.

Kebijakan juga harus berpihak pada pemain lokal misalnya Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk AI sehingga melindungi perusahaan lokal untuk berkembang karena diadopsi oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.

"Dengan langkah yang tepat, Indonesia memiliki peluang untuk berada di garis depan revolusi AI, sambil memastikan keberlanjutan, perlindungan data yang selama ini disimpan di data center luar negeri, dan kemandirian teknologi yang diperlukan. Kita harus menjadi pemain utama AI, dan untuk itu riset dan proyek yang didukung oleh pendanaan yang sustain," papar Galuh.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira mengatakan, kalau pemerintah mau serius dengan AI, maka perlu dukungan implementasinya di internal Pemerintah sehingga memangkas belanja pegawai dan rantai perizinan secara signifikan. "Bisa dicoba dulu AI untuk gantikan berbagai aplikasi pemerintah pusat dan daerah yang selama ini kurang optimal," kata Bhima.

"Tanpa dukungan anggaran yang cukup, jangan harap AI berkembang sesuai harapan Presiden," kata Bhima.

Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Muhammad Nasih mengatakan upaya peningkatan kualitas SDM perlu mengikutsertakan pembelajaran dan penguasaan kecerdasan buatan, serta beragam bidang high technology lainnya karena kemajuan teknologi akan menjadi kebutuhan di banyak sektor pada masa depan.

"Kita harus bersiap menghadapi era disrupsi teknologi. Kita harus bersiap dengan solusi yang mengabungkan physical domains, digital, dan biologi. Karena perkembangan pengetahuan, dan teknologi sangat cepat sehingga praktisi didorong meningkatkan pengetahuan mereka dengan berbagai cara melalui AI, pengembangan nanotechnology, termasuk big data, new material, 3d printing, dan internet of things," kata Nasih.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top