Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penerimaan Fiskal | RI Masuk dalam 20 Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar di Dunia

RI Berpotensi Terapkan Pajak Karbon

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pajak karbon atau carbon tax berpeluang diterapkan di Indonesia. Pajak karbon dapat menjadi instrumen untuk menjaga lingkungan sekaligus berorientasi pada penerimaan.

Mengutip laporan OECD berjudul Taxing Energy Use for Sustainables Development (2021), Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiadji, menyatakan publikasi tersebut menyarankan pengenaan pajak karbon sebagai solusi mitigasi iklim sekaligus sumber penerimaan baru pascapandemi Covid-19.

Alasan kedua, kata dia, pajak karbon adalah salah satu wujud dari pigouvian tax yang berupaya mengoreksi aktivitas ekonomi dengan eksternalitas negatif. Skema internalisasi biaya eksternalitas negatif diterapkan dengan adanya pajak yang harus ditanggung pelaku yang menghasilkan emisi karbon.

"Sifatnya yang mengurangi eksternalitas negatif tersebut selaras dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan," jelas dia seperti dikutip dari Antara, Senin (24/5).

Lebih lanjut, dia menilai penerapan pajak karbon relevan dengan kondisi Indonesia saat ini yang merupakan salah satu dari 20 negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Berdasarkan BP Statistical Review of World Energy pada 2019, Indonesia masuk lima negara penghasil emisi karbon terbesar di Kawasan Asia Pasifik.

Sedangkan alasan keempat Bawono mengatakan pajak karbon berpotensi diterapkan di Indonesia karena pengenaan pajak karbon pro terhadap kesejahteraan masyarakat miskin. Hal tersebut didasarkan pada UN World Social Report 2020 yang mengatakan perubahan iklim akan memberikan kerentanan dan dampak negatif yang lebih besar bagi kelompok miskin.

Selain itu, penerapan pajak karbon juga selaras dengan tren internasional di mana pajak karbon setidaknya telah diterapkan di 25 negara di seluruh dunia, seperti berbagai negara di Uni Eropa, Kanada, Singapura, Jepang, Ukraina, dan Argentina.

"Penerapan pajak ini juga telah berhasil mengurangi emisi karbon. Sebagai contoh, Swedia berhasil menurunkan tingkat emisi karbonnya sebesar 25 persen sejak 1995. Oleh sebab itu, Indonesia dapat mencontoh negara-negara yang berhasil dalam menerapkan pajak karbon," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan terdapat sejumlah pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kelima tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), di antaranya PPN termasuk PPh orang per orang dan pribadi, pengurangan tarif PPh badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, serta terkait carbon tax, hingga pengampunan pajak (tax amnesty).

"Jadi ada beberapa hal yang akan dibahas, hasilnya kita tunggu pembahasan dengan DPR," ujar Airlangga.

Susun Regulasi

Pada kesempatan lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pemerintah tengah menyusun regulasi terkait Carbon Capture and Storage/ Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS). Beleid tersebut diharapkan dapat mendukung para stakeholder dalam mengembangkan teknologi CCUS di Indonesia, tidak hanya dari aspek teknis, tetapi juga dari aspek keselamatan dan ekonomi.

"Peraturan terkait CCS/CCUS ini sebelumnya telah disiapkan oleh Center of Excellence CCS/ CCUS dan didukung oleh Asian Development Bank (ADB)," ungkap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, di Jakarta, Senin (24/5).

Tutuka memaparkan dirinya telah menyosialisasikan hal ini dalam The 17th Annual Meeting Oil and Gas Recovery for Indonesia (OGRINDO), akhir pekan lalu

Adapun CCUS merupakan salah satu solusi teknologi yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan sekaligus dapat meningkatkan produksi migas melalui Enhanced Oil Recovery (EOR) atau Enhanced Gas Recovery (EGR). Sumber CO2 dapat diperoleh dari lapangan migas yang mengandung kadar CO2 tinggi, dari pembangkit maupun dari industri lainnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top