Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
“Belt and Road Initiative” - Pemerintah Tawarkan Peluang Investasi 30 Proyek kepada Tiongkok

RI Belum Terima Manfaat dari Investasi BRI Tiongkok

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah meminta Tiongkok menyiapkan dana khusus untuk investasi program konektivitas yang dinisiasi Negeri Panda, Belt and Road Initiative (BRI). Permintaan itu disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Presiden Tiongkok, Xi Jinping, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, di Jepang, pekan lalu.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan, selama ini, RI belum termasuk di antara negara-negara yang menerima manfaat dari stimulus Tiongkok bernilai triliunan dollar AS untuk membangun Jalur Sutra modern tersebut. Menurutnya, hal itu ditegaskan Presiden karena pemerintah menilai pinjaman untuk program BRI itu dibuat atas dasar business to business (B-to-B), untuk menghindari dampak jika terjadi gagal bayar.

Menkeu telah diberikan tanggung jawab menyiapkan struktur dana tersebut, termasuk proposal untuk Tiongkok yang memuat jumlah dan kriteria pinjaman itu. "Saat ini saya sedang melakukan studi tentang bentuk, mekanisme, jumlah, dan tentu saja konsekuensi dari biayanya," katanya, di Jakarta, kemarin.

Secara terpisah, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Pandjaitan, mengatakan pinjaman tersebut harus bersifat bunga rendah sebagai investasi dalam menjalin kemitraan dengan perusahaanperusahaan Indonesia. Pada April lalu, Luhut menyebutkan pemerintah memberikan tawaran ke Tiongkok untuk terlibat dalam sekitar 30 proyek, senilai 91 miliar dollar AS, selama Belt and Road Forum kedua.

Seperti diketahui, pemerintah Tiongkok berambisi membangkitkan kembali Jalur Sutera baru di abad ke-21. Pada 2013, Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menginisiasi proyek One Belt One Road (OBOR) yang kemudian direvisi menjadi proyek BRI.

Melalui program tersebut, Tiongkok ingin membangun infrastruktur darat, laut, dan udara secara besar-besaran guna meningkatkan dan memperbaiki jalur perdagangan dan ekonomi antarnegara di Asia dan sekitarnya. Untuk itu, Tiongkok menyediakan pendanaan sebesar 150 miliar dollar AS atau setara 2.137,6 triliun rupiah per tahun.

Dana itu bisa dipinjam negara peserta program tersebut untuk membangun infrastruktur mereka. Megaproyek BRI itu kabarnya akan menghubungkan 70 negara Asia, Eropa, dan Afrika. Beberapa negara yang tergabung di proyek ini termasuk Tiongkok, India, Pakistan, Russia, Selandia Baru, dan Polandia. Negara tersebut menyumbang sekitar sepertiga dari PDB dunia.

Masih Kontroversial

Untuk Indonesia, program BRI paling populer di Indonesia adalah proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung senilai enam miliar dollar AS. Proyek tersebut dipercayakan pada konsorsium perusahaan Tiongkok dan Indonesia pada 2015. Namun, proyek tersebut tengah menghadapi masalah pengadaan lahan.

Proyek lain yang masih dianggap kontroversial adalah pembangkit listrik tenaga air senilai 1,5 miliar dollar AS, yang didanai sejumlah bank asal Tiongkok. Proyek itu tengah dibangun oleh BUMN Tiongkok, Sinohydro, di kawasan hutan Batang Toru, Sumatera, yang merupakan habitat asli orang utan Tapanuli, yang terancam punah.

Salah satu eksekutif PT North Sumatra Hydro Energy, Agus Djoko Ismanto, Rabu pekan ini, membantah proyek tersebut mengganggu kehidupan orang utan. Dia mengatakan 11 persen dari konstruksi telah selesai dan proyek tersebut akan mulai beroperasi pada 2022.

SB/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top