Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Global - Sektor Manufaktur Harus Jadi Andalan Ekonomi

RI Belum Mampu Ambil Untung dari Perang Dagang

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia hingga kini dinilai belum mampu mengambil peluang keuntungan dari dampak sengketa dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang sudah berlangsung sejak tahun lalu.

Padahal, penundaan perundingan dagang antara kedua negara itu hingga September nanti akan memperpanjang ketidakpastian ekonomi dunia. Untuk itu, pemerintah RI mesti bergegas mengambil langkah nontradisional agar bisa bertahan dari ketidakpastian, bahkan mengambil untung dari perang dagang, seperti yang dilakukan Vietnam dan Thailand.

Direktur Institute of International Studies UGM, Riza Noer Arfani, mengemukakan Indonesia perlu menyiapkan langkah kuat untuk bersiap menghadapi kondisi perdagangan global yang memburuk. Harga komoditas andalan ekspor terus terpuruk. Mau tidak mau, sektor manufaktur harus menjadi tumpuan ekonomi Indonesia.

"Manufaktur itu yang berorietasi ekspor serta substitusi impor. Langkah yang paling radikal adalah merombak kementerian terkait. Kementerian Perdagangan mesti lebih berorientasi ekspor, bukan malah impor," papar dia, ketika dihubungi, Kamis (1/8).

Riza menyayangkan hingga kini belum tampak usaha keras tim ekonomi untuk mengambil keuntungan dari perang dagang. Indonesia sebenarnya bisa mencontoh kesuksesan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand. Menurut dia, investasi Tiongkok ke AS turun hingga 80-an persen begitupun investasi AS di Tiongkok.

"Namun, dana idle dari penurunan itu gagal diserap ke Indonesia dalam bentuk investasi sektor manufaktur kuat yang berorientasi substitusi impor dan memenangkan ekspor," imbuh Riza.

Sementara itu, data Kementerian Perdagangan menyebutkan, defisit perdagangan Indonesia dengan Tiongkok pada 2018 mencapai 18,40 miliar dollar AS, meningkat sekitar 45 persen dibandingkan defisit perdagangan pada 2017 yang sebesar 12,68 miliar dollar AS.

Sedangkan nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok pada Januari-April 2019 juga turun dibandingkan capaian periode sama tahun sebelumnya, yakni dari 11,13 miliar dollar AS menjadi 10,34 miliar dollar AS. Sebaliknya, nilai impor Indonesia dari Tiongkok pada 2018 meningkat 27,31 persen (year-on-year/yoy), dari 35,76 miliar dollar AS menjadi 45,53 miliar dollar AS.

Artinya, dengan adanya perang dagang, Tiongkok bisa mencari pasar alternatif selain ke AS, yakni ke Indonesia, India, dan negara lainnya. Ekonom senior dari BNI, Ryan Kiryanto, menambahkan perang dagang tidak berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Pertama, ekses barang ekspor Tiongkok ke AS malah membanjiri Indonesia.

Kedua, Vietnam lebih mampu memanfaatkan sengketa dagang itu dengan mengirimkan barang ekspor ke AS yang sama kualitasnya dengan buatan Tiongkok. "Dampaknya tidak ada yang positif, malah kita kebanjiran barang-barang dari Tiongkok. Sebaliknya, Vietnam bisa memanfaatkan," jelas dia.

Ketiga, tambah Ryan, relokasi perusahaan besar dari Tiongkok kebanyakan ke negara ASEAN, namun tidak menuju Indonesia, melainkan ke Thailand, Vietnam, dan Malaysia, selain ke Taiwan dan Meksiko. "Ini menunjukkan kesiapan negara-negara tadi, lebih baik dibandingkan Indonesia," tutur dia.

Langkah Strategis

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Telisa Aulia Valianty, menilai perundingan sengketa dagang AS-Tiongkok yang belum tuntas bakal berdampak buruk bagi kinerja ekspor Indonesia. Untuk itu, pemerintah harus mengambil langkah strategis guna mengantisipasi kemungkinan lebih buruk lagi.

Menurut Telisa, salah satu dampak yang ditimbulkan adalah makin sulitnya merambah pasar AS dan Eropa, sehingga peluang ekspor terganggu. "Pemerintah harus aktif mencari pasar di luar AS dan Eropa agar kendala ekspor bisa diganti oleh pasar baru," kata dia.

Selain mencari pasar baru, lanjut Telisa, pemerintah harus meningkatkan inovasi dan nilai tambah produk, serta intelijen pasar. Selain itu, meningkatkan ekspor jasa dan ekonomi kreatif. Pemerintah harus piawai memanfaatkan promosi dagang dan perjanjian perdagangan dengan negara lain.

YK/suh/ers/WP

Penulis : Eko S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top