Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Revolusi Mental Gagal dalam Transisi Energi, Menurut Ekonom Energi UGM

Foto : Foto : Antara

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Revolusi mental yang diusung Presiden RI Joko Widodo sejak 2014 dinilai belum mencapai hasil optimal, bahkan dianggap gagal dalam berbagai aspek, termasuk dalam transisi energi. Fahmy Radhi, seorang ekonom energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengkritik kurangnya kemajuan yang signifikan dari upaya tersebut.

"Penilaian itu sebenarnya tidak berlebihan karena dalam waktu hampir 10 tahun revolusi mental belum memberikan hasil maksimal di segala bidang, termasuk dalam transisi energi," ungkap Fahmy Radhi dalam rilis pers yang diterima redaksi hari ini, Rabu (19/7).

Salah satu tujuan utama transisi energi adalah mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, dengan mengadopsi paradigma penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan. Namun, hingga saat ini, upaya mencapai tujuan tersebut masih minim.

"Syarat utama dalam pencapaian NZE adalah 0% karbon dari knalpot kendaraan bermotor, 0% karbon dari asap pabrik, dan 100% pembangkit listrik EBT. Hingga kini pencapaian syarat itu masih sangat minim. Hampir 100% kendaraan bermotor masih menggunakan BBM fosil, lebih 90% pabrik masih menyumbang karbon dalam jumlah besar, dan sekitar 56% pembangkit listrik masih menggunakan energi kotor batu bara," jelas Fahmy.

Untuk mengatasi kendala ini, perlu diterapkan revolusi mental dengan mengadopsi perubahan paradigma secara radikal untuk beralih dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT). Fahmy mencatat bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya EBT yang melimpah, termasuk Biothermal, Biomass, Biofuel, Tenaga Surya, Tenaga Angin, Micro Hydro, Energi Gelombang Laut, Energi Pasang Surut, Fuel Cell, Energi Sampah, dan Energi Nuklir.

"Masalahnya, selain belum adanya perubahan paradigma, Indonesia juga tidak memiliki teknologi untuk mengembangkan EBT. Agar tidak tergantung pada teknologi negara asing, ada urgensi untuk mengembangkan teknologi EBT secara mandiri. Pasalnya, kemandirian merupakan salah satu esensi revolusi mental. Penguasaan teknologi secara mandiri harus dilakukan melalui pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) anak bangsa dalam peningkatan kapabilitas teknologi (technological capability) EBT," tambahnya.

Dalam upaya meningkatkan kapasitas SDM dan kapabilitas teknologi EBT, PT PLN (Persero) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menjalin kerja sama. Upaya ini dianggap sebagai penerapan revolusi mental untuk melakukan perubahan paradigma dan penguasaan teknologi EBT secara mandiri.

Menurut Fahmy Radhi, tanpa penerapan revolusi mental, perubahan paradigma untuk migrasi dari energi fosil kotor ke EBT dan penguasaan teknologi EBT secara mandiri akan sulit terwujud. Selain itu, pencapaian tujuan transisi energi untuk mencapai NZE pada tahun 2060 juga akan menjadi mustahil.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai bahwa penerapan revolusi mental dan penguasaan teknologi EBT secara mandiri adalah kunci dalam mencapai tujuan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Dengan demikian, penting bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk lebih mempercepat langkah-langkah konkret dalam mencapai revolusi energi dan menggerakkan transisi ke energi bersih demi tercapainya sasaran NZE pada tahun 2060.


Redaktur : Eko S
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top