Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Bumi

Rendahnya Emisi Vulkanik Sebabkan Bumi Serupa Bola Salju

Foto : Professor Dietmar Müller/University of Sydney
A   A   A   Pengaturan Font

Ratusan juta tahun yang lalu hampu seluruh permukaan Bumi tertutup salju. Penyebabnya diperkirakan adalah karena emisi vulkanik yang rendah dan peristiwa pelapukan batuan.

Menurut hipotesis geohistoris pada kira-kira 650 juta tahun yang lalu Bumi dahulu berbentuk bola salju (snowball Earth). Hampir seluruh permukaan planet ini beku tanpa adanya cairan samudra atau air permukaan yang terpapar ke atmosfer.

Para pendukung hipotesis ini berpendapat bahwa hipotesis ini paling baik dengan bukti adanya endapan sedimen yang umumnya diyakini berasal dari glasial di paleolatitude tropis dan fitur misterius lainnya dalam catatan geologi.

Namun para penentang hipotesis ini membantah bukti geologis mengenai glasiasi global dan kelayakan geofisika lautan yang tertutup es atau lumpur. Mereka menekankan sulitnya keluar dari kondisi yang seluruhnya beku.

Selama ini masih ada sejumlah pertanyaan yang belum terjawab terkait hipotesis tersebut. Misalnya apakah Bumi berbentuk bola salju penuh dengan perairan terbuka tipis di khatulistiwa (atau terbuka secara musiman).

Episode bola salju Bumi diperkirakan terjadi sebelum terjadi radiasi tiba-tiba bioform multiseluler yang dikenal sebagai ledakan Kambrium. Peristiwa ini kemungkinan telah memicu evolusi multiselularitas berupa diversifikasi organisme-organisme lainnya seperti hewan, fitoplankton dan kalsimikroba.

Lalu apa yang membuat Bumi menjadi bola salju raksasa 700 juta tahun yang lalu? Para ilmuwan kini mengklaim memiliki jawabannya. Secara historis, emisi vulkanik yang rendah dan peristiwa pelapukan kemungkinan besar menjadi penyebabnya

Dr Adriana Dutkiewicz terinspirasi selama kunjungan lapangan ke Flinders Ranges di Australia selatan untuk mengetahui bagaimana aktivitas vulkanik mengubah Bumi kita menjadi planet yang tertutup es. Bersama Profesor Dietmar Muller, keduanya dari Universitas Sydney dan kelompok EarthByte, mereka telah menghasilkan sebuah jawaban.

Para ahli geologi dari Australia itu menggunakan pemodelan lempeng tektonik untuk menentukan penyebab paling mungkin terjadinya iklim zaman es ekstrem dalam sejarah bumi. Periode terjadinya lebih dari 700 juta tahun yang lalu.

Studi yang dipublikasikan di jurnalGeologyini untuk membantu pemahaman tentang fungsi termostat bawaan Bumi yang mencegah bumi terjebak dalam mode panas berlebih. Hal ini juga menunjukkan betapa sensitifnya iklim global terhadap konsentrasi karbon di atmosfer.

"Bayangkan Bumi hampir sepenuhnya membeku," kata penulis utama studi tersebut, Dr Adriana Dutkiewicz, ARC Future Fellow, Universitas Sidney. "Itulah yang terjadi sekitar 700 juta tahun lalu; planet ini tertutup es dari kutub hingga khatulistiwa dan suhu turun drastis. Namun, apa yang menyebabkan hal ini masih menjadi pertanyaan terbuka," kata dia.

"Kami kini berpikir bahwa kami telah memecahkan misteri ini: emisi karbon dioksida vulkanik yang secara historis rendah, dibantu oleh pelapukan tumpukan besar batuan vulkanik di tempat yang sekarang disebut Kanada; sebuah proses yang menyerap karbon dioksida di atmosfer," tutur dia.

Proyek ini terinspirasi oleh puing-puing glasial yang ditinggalkan oleh glasiasi kuno dari periode ini yang dapat diamati secara spektakuler di Flinders Ranges. Kunjungan lapangan geologi baru-baru ini ke tempat itu yang dipimpin oleh rekan penulis Profesor Alan Collins dari Universitas Adelaide, mendorong tim untuk menggunakan model komputer EarthByte dari Universitas Sydney untuk menyelidiki penyebab dan durasi yang sangat lama dari zaman es ini.

Glasiasi "Sturtian"

Zaman es yang diperpanjang, juga disebut glasiasi Sturtian. Nama ini diambil dari nama penjelajah kolonial Eropa abad ke-19 di Australia tengah, Charles Sturt. Periode ini berlangsung dari 717 hingga 660 juta tahun yang lalu, jauh sebelum muncul dinosaurus dan kehidupan tumbuhan kompleks di darat.

"Berbagai penyebab telah dikemukakan sebagai pemicu dan berakhirnya zaman es ekstrem ini, namun aspek yang paling misterius adalah mengapa hal itu berlangsung selama 57 juta tahun rentang waktu yang sulit dibayangkan oleh kita sebagai manusia," kata Dr Dutkiewicz.

Tim kembali ke model lempeng tektonik yang menunjukkan evolusi benua dan cekungan samudra setelah pecahnya benua super kuno Rodina. Mereka menghubungkannya dengan model komputer yang menghitung pelepasan gas CO2 dari gunung berapi bawah laut di sepanjang pegunungan tengah laut tempat di mana lempeng-lempeng menyimpang dan terbentuknya kerak laut baru.

Mereka segera menyadari bahwa dimulainya zaman es Sturtian berkorelasi dengan rendahnya emisi CO2 vulkanik, yang muncul karena ada peristiwa letusan gunung api. Akibatnya aliran CO2 tetap relatif rendah sepanjang zaman es.

"Saat ini, tidak ada hewan multiseluler atau tumbuhan darat di Bumi. Konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer hampir seluruhnya ditentukan oleh pelepasan gas CO2 dari gunung berapi dan proses pelapukan batuan silikat, yang mengonsumsi CO2," ungkap dia.

Rekan penulis Profesor Dietmar Muller dari Universitas Sydney mengatakan, geologi menguasai iklim pada saat ini. Ia berpikir zaman es Sturtian terjadi karena dua hal pertama reorganisasi lempeng tektonik yang meminimalkan pelepasan gas vulkanik, sekaligus menghancurkan benua. Kedua provinsi vulkanik di Kanada mulai terkikis, menghabiskan CO2 di atmosfer.

"Hasilnya adalah CO2 di atmosfer turun ke tingkat di mana terjadi glasiasi yang kami perkirakan berada di bawah 200 bagian per juta, kurang dari setengah tingkat saat ini," kata Muller.

Pekerjaan tim ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang masa depan Bumi dalam jangka panjang. Sebuah teori baru-baru ini mengusulkan bahwa selama 250 juta tahun ke depan, Bumi akan berevolusi menuju Pangea Ultima, sebuah benua super yang sangat panas sehingga mamalia mungkin punah.

Namun, saat ini Bumi juga berada pada jalur emisi CO2 vulkanik yang lebih rendah, seiring dengan meningkatnya tumbukan benua dan melambatnya lempeng bumi. Jadi, mungkin saja Pangea Ultima akan kembali berubah menjadi bola salju.

"Apa pun masa depan, penting untuk dicatat bahwa perubahan iklim geologis, seperti yang dipelajari di sini, terjadi sangat lambat. Menurut NASA, perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia terjadi dengan kecepatan 10 kali lebih cepat dibandingkan sebelumnya," ucap Dr Dutkiewicz. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top